Salin Artikel

Kisah Ika Yudha Bangun Bank Sampah Resik Becik, Ubah Sampah Jadi Barang Bernilai

Berbeda dengan Ika Yudha Kurniasari, seorang warga Kelurahan Krobokan, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang, Jawa Tengah.

Kepeduliannya terhadap lingkungan dan permasalahan sampah menjadi sorotan masyarakat di sekitarnya.

Awalnya, sekitar tahun 2011, Ika bersama empat kawannya sering berkumpul untuk berkreasi dan memproduksi barang-barang dari kain flannel, manik-manik, dan sejenisnya.

Hingga suatu saat, Ika menemukan buku berjudul “Kreasi Sampah”.

Dari buku itulah, Ika tergugah hatinya untuk mencoba beralih berkreasi menggunakan bahan-bahan bekas ataupun sampah.

Pertimbangannya, jelas Ika, sampah lebih mudah didapat, bahkan dari rumah masing-masing.

“Namun untuk menghasilkan produk anyaman, ternyata kami membutuhkan banyak bahan. Sehingga tidak cukup jika sampah hanya diambil dari rumah. Maka, kami berinisiatif untuk mendirikan bank sampah,” tutur Ika kepada Kompas.com, Jumat (26/2/2022).

Berangkat dari situ, akhirnya pada 15 Januari 2012 diresmikanlah sebuah Bank Sampah, Resik Becik namanya.

Ika bersama empat kawannya bersatu menjadi tim untuk mengelola seluruh kegiatan Bank Sampah Resik Becik di Semarang.

Bahkan hingga sekarang, nasabah dari Bank Sampah Resik Becik sudah lebih dari 500 orang.

“Walaupun tidak semua nasabah itu aktif, namun setiap bulan pasti ada nasabah baru dari berbagai latar belakang yang tidak bisa dikelompokkan,” jelas Ika.

Bank Sampah Resik Becik menerima barang-barang bekas ataupun sampah berupa berbagai macam kertas, plastik, logam, kaca, cangkang telur, hingga minyak jelantah.

Harga untuk satuan ataupun perkilogram barang juga bervariatif, mulai dari Rp 200 hingga Rp 9.000. Sedangkan untuk minyak jelantah, diberi harga Rp 6.000 per 1,5 L botol.

Ika mengatakan bahwa tantangan dalam mengelola bank sampah terletak pada bagaimana cara mengurangi sampah jenis tertentu di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Selain melakukan perputaran sampah, imbuh Ika, maka Bank Sampah Resik Becik melakukan produksi kreatif.

Terpampang di basecamp-nya, di Jalan Cokrokembang, Krobokan, Semarang Barat, lebih dari 30 produk kerajinan tangan berhasil diproduksi Bank Sampah Resik Becik.

Mulai dari gantungan kunci, tempat pensil, dompet, tas, hingga anyaman.

Sampah yang sudah diubah menjadi barang berguna ini diberi harga mulai dari Rp 5.000 hingga ratusan ribu rupiah.

Hanya saja, penyebaran produk kerajinan tangan Bank Sampah Resik Becik belum bisa dilihat melalui online ataupun media sosial.

Ika mengaku, hal tersebut menjadi salah satu kelemahan pengelolaan Bank Sampah Resik Becik.

“Karena tim kami berasal dari ibu-ibu biasa, maka pengetahuan dengan teknologi kurang,” tutur Ika.

Terlepas dari itu, Ika mengatakan bahwa nilai uang dari bank sampah tidak menjadi tujuan utama.

Yang terpenting, jelas Ika, adanya Bank Sampah Resik Becik dapat berdampak besar bagi orang banyak, terlebih masyarakat sekitar.


Terdampak pandemi

Pandemi Covid-19 sangat berpengaruh pada kesejahteraan Bank Sampah Resik Becik.

Ika dan timnya sempat mengeluhkan keadaan tersebut karena tidak adanya pemasukan, terlebih dalam penjualan produksi kerajinan tangan.

“Bahkan di awal pandemi, omzet kita benar-benar 0,” terang Ika.

Ika sempat hampir menyerah di tengah keadaan pandemi. Rencananya, saat itu seluruh kegiatan diberhentikan, dan seluruh tim serta perajin dirumahkan.

Namun seiring berjalannya waktu, Ika mengamati jika pemasukan sampah oleh masyarakat masih banyak. Lantaran demikian, dia tidak bisa hanya berdiam.

“Walaupun tidak ada proses kreasi, setidaknya proses perputaran sampah masih berjalan. Sehingga masih ada profit untuk operasional sehari-hari,” tuturnya.

Di balik seluruh proses bank sampah ini, ternyata ada satu hal besar yang mendasari. Yakni dalam filosofi nama Bank Sampah Resik Becik.

Dalam bahasa Jawa, Resik berarti bersih, dan Becik artinya baik.

Tidak hanya itu, sebenarnya, Resik Becik merupakan singkatan dari “Gerakan Bersih dan Kreatif, Bersama Ciptakan Kemakmuran”.

Jadi, tujuan utamanya adalah untuk mengajak dan mengantarkan kebaikan bagi sesama.

“Semoga adanya gerakan ini, masyarakat bisa lebih peduli dengan lingkungan, dan kita terkena imbasnya sama-sama,” ungkap Ika.

https://regional.kompas.com/read/2022/03/01/175351678/kisah-ika-yudha-bangun-bank-sampah-resik-becik-ubah-sampah-jadi-barang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke