Warga memercayai buaya yang mati itu merupakan leluhur mereka, sehingga diperlakukan berbeda dengan hewan lainnya.
"Buaya yang mati itu dikubur dengan ritual adat oleh Suku Uma Lafaek, pada Minggu (6/2/2022) lalu,"ujar tokoh pemuda Desa Builaran Waring Nahak, kepada Kompas.com, Kamis (10/2/2022).
Melihat buaya mati mengapung
Waring yang mengikuti prosesi penguburan buaya itu, menuturkan, awalnya dia bersama warga lainnya pulang dari gereja.
Mereka mengikuti ibadah di gereja yang berada di Kampung Wekfau, Desa Fatuaruin yang bersebelahan dengan Desa Builaran.
Dalam perjalanan pulang, mereka melihat seekor buaya berukuran sekitar satu meter, mati terapung di sungai.
Buaya itu mati, setelah tersangkut jaring milik warga yang mencari ikan.
Dikubur dengan ritual adat
Informasi itu disampaikan kepada warga lainnya di Desa Builaran, termasuk Suku Lafaek.
Kemudian, warga yang berjumlah sekitar 50 orang, mendatangi lokasi tempat ditemukan buaya itu. Jaraknya sekitar dua kilometer dari Desa Builaran.
Tiba di lokasi, warga lalu mengangkat buaya tersebut dan dikuburkan persis di pinggir sungai. Warga meyakini buaya adalah leluhur mereka.
"Ritual sebelum penguburan dilakukan sekitar 20 menit. Buaya itu diselimuti kain adat, lalu dikuburkan," kata Waring.
https://regional.kompas.com/read/2022/02/10/103738678/kubur-seekor-buaya-mati-warga-di-malaka-ntt-gelar-ritual-adat
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & Ketentuan