Salin Artikel

Kisah Mariyati, Teras Rumah Ditutup Lembaran Kain, Anaknya ODGJ, Mengamen demi Menyambung Hidup

BOYOLALI, KOMPAS.com - Kehidupan Mariyati (55) dan anak semata wayangnya Narak (32) sangat memprihatinkan. Mereka hidup dalam kondisi serba kekurangan.

Mariyati dan anak laki-lakinya itu tinggal di rumah berukuran 5x5 meter beralaskan tanah dengan dinding rumah berupa papan kayu yang sudah berlubang.

Atap rumah mereka banyak yang bocor. Setiap turun hujan, airnya langsung masuk ke dalam rumah.

Mariyati dan anaknya sudah menempati rumah itu puluhan tahun. Rumah itu jauh dari kata layak.

Pintu dan jendela rumah sudah tidak utuh lagi. Semuanya rusak karena tidak terawat.

Mariyati tidak mampu lagi untuk memperbaiki rumahnya tersebut.

Penghasilan dari mengamen hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari.

Anak satu-satunya yang dia andalkan mengalami gangguan kejiwaan. Sedangkan sang suami, Sumardi, sudah lama meninggal karena sakit paru-paru.

Bagian depan atau teras rumah Mariyati terdapat lembaran-lebaran kain yang sengaja mereka pasang supaya kondisi dalam rumah tidak terlihat dari luar.

Rumah itu hanya ada ruang tamu merangkap sebagai kamar tidur. Di ruang tamu ini, terdapat satu lemari dan satu kasur busa yang kondisinya sudah lusuh.

Rumah tersebut tidak ada kursi dan meja. Dapur untuk keperluan memasak juga tidak ada. Apalagi, perabotan rumah tangga lainnya.

Mariyati mengaku tidak pernah memasak. Setiap hari, Mariyati membeli nasi untuk dimakan bersama dengan anaknya.

"Saya tidak pernah masak. Kalau makan dikasih uang warga saya belikan makan," kata Mariyati, saat ditemui Kompas.com di kediamannya RT 002, RW 001 Dukuh Gulon, Desa Tanjung, Kecamatan Klego, Boyolali, Jawa Tengah, Selasa (1/2/2022).

Mariyati menceritakan, pernah mengadu nasib ke Jakarta bersama suami dan anaknya.

Mereka hidup di Jakarta selama puluhan tahun. Mereka mencari uang dengan cara mengamen.

"Dulu saya, suami dan anak saya mengamen semua di Jakarta," ungkap Mariyati.

Setelah suaminya meninggal tepatnya sekitar 10 tahun yang lalu karena penyakit paru-paru, Mariyati dan anaknya pulang dari Jakarta ke Dukuh Gulon.

Jenazah Sumardi juga dibawa pulang dari Jakarta untuk dimakamkan di Dukuh Gulon. Sumardi merupakan warga Dukuh Gulon.

"Suami saya meninggalnya di Jakarta. Terus tak bawa pulang pakai ambulans dimakamkan di sini," ungkap dia.

Kehidupan Mariyati semakin terpuruk. Ditambah dengan kondisi kejiwaan anak laki-lakinya yang terganggu.

Mariyati harus banting tulang untuk memenuhi kebutuhan hidup sendirian. Mariyati akhirnya kembali mengamen.

"Setiap hari saya mengamen di Pasar Simo dan Karanggede. Tapi, sudah sebulan tidak kerja (mengamen) karena jatuh di sungai. Kaki saya masih sakit, belum sembuh," ungkap dia.

Kehidupan Mariyati yang memprihatinkan ini menggugah rasa kemanusian berbagai kalangan. Sejumlah bantuan berdatangan untuk meringankan beban hidup keluarga Mariyati.

Belum lama Mariyati mendapat bantuan paket sembako dari Pimpinan Ranting Pemuda Muhammadiyah Desa Walen, bantuan pengobatan dari Karanggede Peduli dan bantuan lainnya.

Mariyati menuturkan, anak laki-lakinya tersebut sudah beberapa kali dibawa ke rumah sakit jiwa di Solo dan Klaten untuk mendapatkan pengobatan.

Bahkan, dirinya mengaku sampai menjual tanah pekarangan untuk biaya pengobatan anaknya dan hanya menyisakan sedikit untuk tempat tinggal.

Namun, sampai sekarang, belum ada perubahan signifikan terhadap kondisi kejiwaan anaknya tersebut.

"Sekarang obat jalan. Dulu pernah dibawa ke Solo, Klaten bayarnya banyak. Mau dibawa ke rumah sakit lagi saya tidak mau," ucap Mariyati.

Ketua RT 002 RW 001 Dukuh Gulon, Desa Tanjung, Wiyono (58) mengatakan, awalnya Mariyati dan keluarganya tinggal di Jakarta. Setiap hari, mereka mencari uang dengan cara mengamen.

"Dulu keluarga Mbak Maryati di Jakarta. Di sana mereka mengamen," kata dia.

Setelah suaminya meninggal dunia, kata Wiyono Mariyati dan anaknya kembali ke Dukuh Gulon. Kondisi kehidupan mereka bukannya lebih baik, justru memprihatinkan.

Wiyono mengatakan rumah yang ditempati Mariyati dan anaknya sudah mengalami perbaikan. Sebelumnya kondisi rumah mereka sangat memprihatinkan dan hampir roboh.

"Dulu pernah saya mintakan bantuan dari masyarakat untuk memperbaiki rumahnya biar lebih bagus tapi tidak mau. Saya tidak tahu permasalahnnya apa," ungkap dia.

Mariyati masih sering mengamen. Setiap hari Mariyati mengamen di Pasar Karanggede. Dia mengamen dari satu bus ke bus yang lain.

Tetapi semenjak terjatuh, Mariyati tidak lagi mengamen. Kaki kanannya harus dibalut menggunakan kain perban warna cokelat.

"Dulu kalau makan dikasih dari warga sekitar. Sekarang dapat bantuan dari mana-mana. Dulu pernah dapat bantuan Rp 600.000. Tapi sekarang tidak tahu," terang dia.

Menurut dia, Mariyati pernah akan dibawa ke Dinas Sosial (Dinsos) agar mendapatkan perhatian lebih baik. Namun, Mariyati tidak mau.

Mirisnya, kata Wiyono, meski memiliki tempat tinggal, Mariyati tidak pernah tidur di rumahnya. Di rumah tersebut hanya ditempati oleh anaknya Narak.

"Dia takut kalau tidur di rumah dikejar-kejar sama anaknya. Jadi tidurnya di pinggir-pinggir jalan gitu," kata dia.

Mariyati dan anaknya saat ini telah dibawa oleh relawan Karanggede Peduli ke RSUD Simo untuk mendapatkan pengobatan.

Mereka akan tinggal beberapa hari di rumah sakit tersebut untuk pengobatan di rumah sakit tersebut.

"Kami baru kali ini membawa Bu Mariyati dan anaknya untuk berobat ke RSUD Simo. Sebelumnya, kami survei dulu kondisinya seperti apa," kata perwakilan relawan Karanggede Peduli, Cendana (39).

Menurut Cendana, jika belum sembuh Mariyati dan anaknya akan dibawa ke rumah singgah Boyolali. Di sana mereka akan mendapatkan pengobatan lagi.

"Nanti penanganannya diobatin dulu. Kalau ada yang sakit fokus pengobatan yang sakit dulu. Baru kemudian kejiwaannya," ungkap dia.

Cendana mengungkap, relawan Karanggede Peduli sudah beberapa kali menangani pasien orang dengan gangguan kejiwaan.

Dalam melakukan penanganan ODGJ, pihaknya selalu bekerja sama dengan pemerintah desa, Dinsos, bidan desa, dan kepolisian.

Sampai dengan saat ini, ada 10 ODGJ yang telah mereka tangani. Sebagian sudah ada yang sembuh dan sebagian lainnya masih menjalani pengobatan.

Mengenai keluarga Mariyati, kata Cendana, penanganan akan difokuskan terhadap anaknya terlebih dahulu yang mengalami gangguan kejiwaan.

"Kami tangani putranya dulu baru ibunya. Karena ibunya itu kan juga sakit kakinya. Jadi, nanti kakinya dulu diobati baru setelah itu kejiwaannya," tutur Cendana.

https://regional.kompas.com/read/2022/02/02/151920878/kisah-mariyati-teras-rumah-ditutup-lembaran-kain-anaknya-odgj-mengamen-demi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke