Salin Artikel

Profil HOS Tjokroaminoto dan Asal-usul Julukan Raja Jawa Tanpa Mahkota

HOS Tjokroaminoto dikenal sebagai sosok guru bagi sejumlah pemimpin besar Tanah Air, salah satunya Ir Soekarno.

Sosok pendiri Sarekat Dagang Islam, yang kemudian bertransformasi menjadi Sarekat Islam ini dikenal dengan julukan “Raja Jawa Tanpa Mahkota”.

Profil HOS Tjokroaminoto

HOS Tjokroaminoto lahir di Ponorogo, Jawa Timur pada tanggal 16 Agustus 1883.

Tjokroaminoto lahir dari kalangan bangsawan. Di dalam tubuhnya mengalir darah kiai dan priyayi sekaligus.

Ayahnya bernama Raden Mas Tjokromiseno. Dia adalah Wedana Distrik Kleco, Madiun.

Sementara kakeknya Raden Mas Adipati Tjokronegoro merupakan Bupati di Ponorogo.

Sementara darah kiai mengalir dari kakek buyutnya yang bernama Kiai Bagoes Kasan Besari.

Kiai Kasan Besari ini tercatat sebagai kiai besar di zamannya, dan merupakan suami dari putri Susuhunan Pakubuwono II dari Surakarta.

Dari silsilahnya inilah darah pejuang mengalir deras dalam tubuh HOS Tjokroaminoto, serta mempengaruhi pemikiran-pemikirannya.

Pendidikan dan Pekerjaan

Lahir dari kalangan bangsawan, membuat HOS Tjokroaminoto berkesempatan untuk mengenyam pendidikan formal dengan sistem pendidikan Barat.

Pendidikan dasarnya ditempuh di Madiun, yaitu di sekolah Belanda.

Pendidikan lanjut ditempuh Tjokroaminoto di Opleiding School Voor Inlandche Ambtenaren (OSVIA).

Saat itu, OSVIA merupakan sekolah untuk pegawai pribumi yang bertempat di Magelang, Jawa Tengah.

Setelah tamat dari OSVIA, Tjokroaminoto menjadi juru tulis di Ngawi, Jawa Timur selamat tiga tahun yaitu 1902-1905.

Berikutnya, Tjokroaminoto diangkat menjadi patih atau pejabat di lingkungan pegawai negeri.

Namun, posisi itu tidak lama disandangnya. Tiga tahun berselang, Tjokroaminoto menanggalkan jabatannya tersebut.

Alasannya, Tjokroaminoto tidak ingin terus menerus merendah di hadapan orang-orang Belanda sebagaimana lazimnya pegawai negeri zaman itu.

Tjokroaminoto lantas menikah dengan Suharsikin, seorang putri Patih Ponorogo pada tahun 1905.

Berikutnya, Tjokroaminoto dan istrinya pindah ke Surabaya. Di sana dia bekerja sebagai pegawai swasta.

Selain itu, Tjokroaminoto juga membuka kos-kosan yang dikelola oleh istrinya.

Beberapa nama besar sempat tinggal di kos-kosan Tjokroaminoto, salah satunya Soekarno saat sekolah di HBS.

Tamu merupakan utusan Haji Samanhudi, yang merupakan pendiri SDI di Surakarta pada 1911.

Dengan SDI, Haji Samanhudi berjuang menentang masuknya pedagang asing yang ingin menguasai ekonomi rakyat.

Haji Samanhudi yang mengetahui kecakapan Tjokroaminoto pun memintanya untuk bergabung dan berjuang di SDI.

Tawaran itu diterima. Bahkan HOS Tjokroaminoto menjelma menjadi sosok penting di SDI.

Pada tahun 1912, HOS Tjokroaminoto mengusulkan perubahan dari SDI ke Sarekat Islam (SI).

Perubahan itu dimaksudkan agar anggota SDI tidak hanya dibatasi pada para pedagang, namun lebih terbuka lagi bagi seluruh masyarakat.

Nama SDI pun resmi berubah menjadi Sarekat Islam (SI) pada 10 September 1912. Tjokroaminoto sekaligus ditunjuk untuk sebagai salah satu pemimpin organisasi ini.

Raja Jawa Tanpa Mahkota

HOS Tjokroaminoto dikenal dengan julukan Raja Jawa Tanpa Mahkota, atau De Ongekroonde Van Java.

Julukan ini disematkan berkaitan dengan kiprah Tjokroaminoto dalam membesarkan SI.

Setelah berubah menjadi SI, Tjokroaminoto membawa organisasi ini kepada Gubernur Jenderal Alexander Willem Frederik Idenburg untuk mendapat pengesahan.

Namun, pengesahan yang dimaksud itu tidak dikabulkan. Meski demikian, SI secara lokal tetap mendapat status badan hukum.

Sejak saat itu, keanggotaan SI pun meningkat hingga tercatat mencapai 2,5 juta orang.

Dengan jumlah anggota yang besar itu, SI telah memberikan banyak manfaat kepada masyarakat luas.

Maka HOS Tjokroaminoto pun dianggap sebagai Ksatria Piningit bagi para pribumi.

Sementara bagi pemerintah Hindia Belanda, sosok HOS Tjokroaminoto merupakan sosok yang harus diperhitungkan perjuangannya.

Maka Belanda saat itu menyematkan julukan Ongekroonde Van Java atau Raja Jawa Tanpa Mahkota kepadanya.

Karya dan Akhir Hayat HOS Tjokroaminoto

HOS Tjokroaminoto merupakan seorang pemikir yang produktif menuangkan pikiran-pikirannya dalam sebuah tulisan.

Hal ini dibuktikan dengan banyaknya karya dalam bentuk buku dan tulisan lain yang dihasilkan Tjokroaminoto.

Beberapa karya tersebut antara lain:

  • Islam dan Sosialisme (1924)
  • Raglament Umum Bagi Umat Islam (1934)
  • Kultur dan Adat Islam (1933)
  • Tafsir Program dan Azaz Tandim
  • Al Islam (1916), majalah Sarekat Islam pusat.
  • Bendera Islam (1924-1927) majalah yang terbit dua mingguan.

HOS Tjokroaminoto jatuh sakit pada tahun 1934, tepatnya saat dia mengikuti Kongres SI di Banjarmasin.

Pada tanggal 17 Desember 1934, HOS Tjokroaminoto meninggal dunia dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Pekuncen, Yogyakarta.

HOS Tjokroaminoto ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada 9 November 1961.

Sumber:
Kompas.com
Kemsos.go.id
Iaincurup.ac.id

https://regional.kompas.com/read/2022/01/27/111000478/profil-hos-tjokroaminoto-dan-asal-usul-julukan-raja-jawa-tanpa-mahkota

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke