Salin Artikel

“Harusnya Klien Saya Mendapat Penghargaan karena Berjasa Membantu Negara, Sekarang Uangnya Belum Dikembalikan”

KOMPAS.com - Amiziduhu Mendrofa, kuasa hukum Hardjanto Tutik, merasa kecewa atas gagalnya mediasi antara kliennya dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Mediasi yang difasilitasi hakim Reza Himawan Pratama itu terkait gugatan Hardjanto Tutik, seorang warga Padang, Sumatera Barat, terhadap Presiden Jokowi.

Gugatan tersebut dilayangkan karena pemerintah Indonesia hingga kini belum membayar utang Hardjanto, seorang pengusaha keturunan Tionghoa, sejak tahun 1950.

Hardjanto adalah anak kandung dari Lim Tjiang Poan.

Pada 1950 lalu, Lim, yang merupakan pengusaha rempah, meminjamkan uang kepada Pemerintah Republik Indonesia.

Selain Presiden Jokowi, pihak tergugat lainnya adalah Menteri Keuangan beserta DPR RI. Pihak tergugat menyatakan tidak bersedia membayar utang tersebut.

"Ini jawaban Presiden dan Menteri Keuangan tidak mau membayar. Saya sangat kecewa. Harusnya, klien saya mendapat penghargaan karena berjasa membantu negara, sekarang uangnya belum dikembalikan," ujarnya, Rabu (26/1/2022).

Padahal, kata Mendrofa, kliennya sudah membantu pemerintah saat negara mengalami kesulitan.

"Tapi sekarang klien saya yang dipersulit untuk meminta uangnya kembali," ucapnya.

Dalam jawaban tertulis tergugat Menteri Keuangan yang diwakili 12 orang pengacara, disebutkan bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 6 Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No. 466a/1978 diatur surat obligasi yang telah lewat waktu lima tahun sejak tanggal ditetapkannya keputusan pelunasan tanggal 28 November 1978. Namun, jika tidak diuangkan, maka akan kedaluwarsa.

"Berdasarkan hal tersebut di atas, oleh karena surat obligasi yang diklaim oleh penggugat sebagai mana mestinya tidak dimintakan/ditagihkan pelunasannya paling lambat lima tahun sejak KMK tersebut, maka surat obligasi tersebut jadi daluarsa, sehingga proposal permohonan penggugat tidak dapat kami penuhi," ungkap Didik Hariyanto dan kawan-kawan di jawaban tertulisnya.

Menurut Mendrofa, alasan tersebut sangat aneh.

Ia mengatakan, KMK itu mengangkangi Undang-Undang Nomor 24 tahun 2002, tentang surat utang negara (obligasi) tahun 1950, yang menyebutkan program rekapitalisasi bank umum, pinjaman luar negeri dalam bentuk surat utang, pinjaman dalam negeri dalam bentuk surat utang, pembiayaan kredit progam, yang dinyatakan sah dan tetap berlaku sampai surat jatuh tempo.

"Dalam undang-undang sudah dinyatakan sah, kenapa di KMK bisa disebut kadaluarsa. Aneh, utang kok bisa kadaluarsa," jelasnya.

Mendrofa menuturkan, UU tingkatannya lebih tinggi dari KMK yang belum terdaftar dalam lembaran negara Republik Indonesia.

Karena mediasi gagal, Mendrofa siap melanjutkan gugatan ke persidangan.
"Akan lanjut ke sidang nantinya," tandasnya.

Mendrofa menjelaskan, ayah kliennya merupakan seorang pengusaha rempah yang cukup kaya, sehingga ikut membantu negara dengan meminjamkan uangnya ke pemerintah.

Pinjaman itu bermula saat dikeluarkannya Undang-Undang Darurat RI No. 13 Tahun 1950 tentang Pinjaman Darurat, yang ditetapkan di Jakarta tanggal 18 Maret 1950.

UU itu ditandatangani Presiden RI Soekarno.

"Dengan adanya Undang-Undang itu dan negara sedang dalam kesulitan, maka saat itu Lim Tjiang Poan meminjamkan uangnya kepada Pemerintah RI,” bebernya kepada Kompas.com, Jumat (21/1/2022).

Berdasarkan bukti penerimaan uang pinjaman oleh tergugat yang ditandatangani oleh Sjafruddin Prawiranegara selaku Menteri Keuangan pada tahun 1950 sebesar Rp 80.300, dengan bunga sebesar 3 persen per satu tahun, berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Bunga pinjaman sebesar 3 persen per satu tahun dari pokok pinjaman Rp 80.300, yakni Rp 2.409.

Bunga pinjaman pokok dikonversikan pada emas murni, maka dapat emas seberat 0,603 kilogram per satu tahun.

Terhitung dari tanggal 1 April 1950 sampai 2021, pinjaman pemerintah Indonesia sudah 71 tahun dikalikan bunga dikonversikan dengan emas 0,633 kg adalah sebanyak 42,813 kg emas murni.

"Jika diuangkan sekarang mencapai Rp 60 miliar," terangnya.

Seusai proses peminjaman dilakukan, Lim belum sempat mengambil bunga maupun pinjaman pokoknya.

"Awalnya Lim belum mengambil bunga atau pinjaman pokoknya karena peduli dengan kondisi pemerintah yang kesulitan keuangan," tuturnya.

Hingga tahun 1975, Lim mulai sakit-sakitan. Pada tahun 2011 Lim meninggal dunia.

Warisan Lim dilimpahkan kepada anaknya, sehingga Hardjanto Tutik baru mengetahui tentang keberadaan surat utang negara itu.

Dikatakan Mendrofa, Hardjanto sempat meminta uang itu ke negara, tetapi ditolak dengan alasan sudah kedaluwarsa.

"Hingga akhirnya beliau bertemu saya dan meminta untuk mengurusnya melalui gugatan pengadilan," ungkapnya.

Sumber: Kompas.com (Penulis: Kontributor Padang, Perdana Putra | Editor: Khairina)

https://regional.kompas.com/read/2022/01/27/102009178/harusnya-klien-saya-mendapat-penghargaan-karena-berjasa-membantu-negara

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke