Salin Artikel

Polda Banten Sebut Penghentian Kasus Pemerkosaan Gadis Keterbelakangan Mental Prematur dan Salahi Aturan

SERANG, KOMPAS.com - Polda Banten mengumumkan hasil pemeriksaan terhadap penyidik Polres Serang Kota yang menangani perkara pemerkosaan gadis keterbelakangan mental.

Kabid Humas Polda Banten Kombes Pol Shinto Silitonga mengatakan, setelah dilakukan pemeriksaan sejak Jumat (21/1/2022) lalu, tim Bidpropam dan Wasidik menemukan adanya kesalahan dalam penghentian perkara tersebut.

"Penghentian penyidikan tidak seharusnya dilakukan oleh penyidik, melainkan tetap melanjutkan perkaranya hingga dapat disidangkan ke pengadilan,” kata Shinto melalui keterangan tertulisnya. Rabu (26/1/2022).

Dijelaskan Shinto, penghentian penyidikan yang dilakukan Satreskrim Polres Serang Kota terlalu prematur.

Selain itu, penerapan restorative justice yang dilakukan tidak sesuai dengan Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Untuk memenuhi rasa keadilan, lanjut Shinto, maka tim pemeriksa telah merekomendasikan agar Polres Serang Kota melakukan gelar perkara khusus terkait keluarnya surat perintah penghentian penyidikan (SP3).

Gelar perkara dilakukan pada Rabu (26/1/2022) pagi yang diikuti oleh penyidik Satreskrim Polres Serang Kota, Bidpropam Polda Banten bersama dengan fungsi pengawasan dari Inspektorat Polda Banten.

“Gelar perkara khusus merupakan tindak lanjut pengawasan Polda Banten terhadap penghentian penyidikan yang dilakukan oleh Polres Serang Kota, dan ini sesuai dengan Perpol Nomor 8 Tahun 2021,” tutup Shinto.

Sebelumnya, Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso mengatakan, membebaskan dua tersangka dengan alasan restorative justice adalah bertentangan dengan hukum dan Perkap Nomor 8 tahun 2021 tentang penanganan tindak pidana berdasarkan restorative justice.

"Propam Polda Banten harus memeriksa mendalam siapa yang bertanggung jawab melepaskan dua tersangka pemerkosa," kata Sugeng kepada Kompas.com. Selasa (25/1/2022).

Sugeng mendesak, jika menemukan adanya pelanggaran dalam penanganan perkara tersebut, pejabat yang bertanggung jawab harus diberikan sanksi.

"Pejabat polisi yang bertanggung jawab membebaskan pelaku harus di copot," tegas Sugeng.

Menurut Sugeng, tindak pidana pemerkosaan adalah delik biasa. Meski dicabut pelaporannya, sehatusnya penyidik tidak bisa menghentikan proses hukumnya.

"Bahkan demi hukum aparat polisi harus membuat laporan baru," ujar Sugeng.

Sugeng menghawatirkan korban pemerkosaan yang dibikahkan oleh salah satu tersangka akan menambah penderitaan korban.

"Menikahkan pelaku dengan korban adalah langkah jalan keluar pelaku dari jerat hukum, karena setelah menikah bisa diceraikan. Korban akan mengalami penderitaan ganda," kata dia.

https://regional.kompas.com/read/2022/01/26/140602478/polda-banten-sebut-penghentian-kasus-pemerkosaan-gadis-keterbelakangan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke