Salin Artikel

Cerita Duka Pasutri Asal Lombok yang Ingin Mengadu Nasib ke Malaysia, Terpisah di Perairan Johor

Ambulans itu membawa jenazah almarhumah Julia Ningsih (19), seorang pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal yang menjadi korban kapal terbalik di perairan Pantai Tanjung Balau, Kotatinggi, Johor Baru, Malaysia, Rabu (15/12/2021).

Tangis keluarga pecah menyambut peti jenazah Julia Ningsih yang diturunkan dari ambulans. Orangtua dan mertua korban sangat terpukul melihat Julia Ningsih pulang tak bernyawa.

Bagi keluarga dan tetangga, Julia Ningsih merupakan sosok yang ramah dan baik.

Julia baru enam bulan menikah dengan suaminya, Junaidi (26). Namun, pernikahan pasangan pengantin baru itu harus berakhir.

Junaidi yang juga ikut dalam pelayaran menuju Malaysia itu selamat dari peristiwa nahas tersebut.

Julia Ningsih dikenal sebagai sosok yang baik dan ramah oleh keluarga dan tetangga.

Berangkat ke Malaysia karena faktor ekonomi

Kondisi ekonomi keluarga yang tidak baik, menjadi motivasi Julia ingin merantau ke Malaysia bersama suaminya. Apalagi, di kampung halaman, mereka masih tinggal satu atap dengan mertua.

Keinginan memiliki rumah sendiri membuat Julia ingin pergi ke Malaysia. Padahal, suaminya telah melarang Julia menjadi pekerja migran.

"Suaminya sempat larang karena dia (Julia) perempuan, 'biar saya aja yang pergi, tinggal di rumah nanti ada rezeki dikirimkan,  untuk beli emas dan kebutuhan lainnya'," kata ipar Julia, Hidayatul Almi menirukan ucapan Junaidi di rumahnya, Jumat (21/1/2022).

Namun, Julia tetap ingin mengadu nasib ke Malaysia.

"Katanya ingin buat rumah," kata Hidayatul.

Hidayatul masih ingat saat Julia dan abangnya, Junaidi, berangkat dari rumah untuk mengadu nasib ke Malaysia pada 29 November 2021. Mereka hanya membawa kartu tanda penduduk, tanpa dokumen lain.

Sebelum berangkat, Julia sempat meminta doa restu mertuanya dengan cara meminum air cuci kaki yang direndam di nampan.

"Dia berbakti sekali sama orangtua, pokoknya baik, saat mau berangkat itu dia cuci kaki ibu, dan meminumnya, saking berbaktinya," ungkap Hidayatul.

Hidayatul menjelaskan, pasangan suami istri itu berangkat menggunakan pesawat dari Lombok menuju Batam. Selanjutnya, mereka menunggu di penampungan untuk diseberangkan ke Malaysia.

Di penampungan, Julia dan Junaidi kerap memberikan kabar kepada keluarga lewat video call WhatsApp.

Saat berada di penampungan, pasangan suami istri itu bercerita banyak orang yang menyayangi dan merasa iba dengan mereka.

"Sempat telepon dikabari terus kondisinya, katanya dia (Julia) 'banyak yang kasihan sama saya, karena sering bantu-bantu orang, saya suka nyuci piring, jadi mereka juga kasihan sama suami saya'," tutur Hidayatul.

Setelah dua minggu di Batam, mereka tak kunjung menyeberang ke Malaysia. Alasannya beragam, mulai dari faktor cuaca hingga informasi kecelakaan.

Junaidi pun tak tega melihat istrinya harus pergi sendirian. Mereka akhirnya memutuskan berangkat bersama.

"Kakak saya cerita sikapnya Julia 'kalau mau pulang-pulang dah pokoknya saya mau berangkat,' sempat istrinya (Julia) kabur dari tempat duduk suaminya, karena kondisi begitu berat rasa hatinya Junaidi untuk ninggalin istrinya," kata Hidayatul.

Hidayatul menambahkan, penyeberangan ke Malaysia menggunakan kapal telah beberapa kali gagal. Pasangan itu sempat berada di atas kapal untuk menyeberang ke Malaysia pada 10 Desember.

Namun, penyeberangan gagal karena gelombang tinggi. Sehingga, kapal harus kembali ke Batam.

Kecelakaan memisahkan Julia dan Junaidi

Hidayatul menceritakan, kapal yang ditumpangi pasangan suami istri itu terbalik pada 15 Desember. Keluarga di Lombok mendapat informasi itu dari tetangga.

Namun, keluarga tak percaya begitu saja dengan informasi tersebut. Hidayatul pun berusaha mencari informasi di internet. Mereka mendapati foto yang memperlihatkan jenazah memakai sarung yang dibawa Junaidi.

Keluarga pun histeris mengetahui hal itu. Mereka berharap jenazah itu bukan Junaidi atau Julia.

Sehari setelah kejadian, Junaidi menghubungi ibunya di kampung halaman. Junaidi bertanya apakah Julia sudah memberi kabar ke rumah.

Hidayatul mengatakan, ibu Junaidi, Supriani, kaget mendengar pertanyaan Junaidi. Supriani meminta Junaidi segera mencari Julia.

Namun, Junaidi menyebut dirinya sedang ditahan polisi sehingga tidak bisa mencari sang istri.

"Kok kamu tidak sama istrimu, tanya ibu, Junaidi bilang 'Saya sempat sih pegang tangannya, peluk dia, tapi pas boatnya terbalik itu, sudah tidak sama-sama lagi, sudah terpisah, sudah tidak tau tempatnya di mana'," tutur Hidayatul.

Sekitar tiga hari setelah insiden kapal terbalik itu, keberadaan Julia masih belum diketahui. Hidayatul lalu mendapat informasi di televisi tentang penemuan mayat tanpa identitas.


Saat itu Hidayatul mencari tahu siapa mayat tersebut. Hidayatul lalu menghubungi KJRI Johor untuk memberikan keterangan ciri-ciri dari pakaian dan fisik iparnya itu.

"Dua hari setelah menelpon KJRI, ditanya ciri-cirinya, saya jawab dia pakai gelang warna merah, pakai celana joger, karena saat itu Junaidi sempat telpon, sehari sebelum kecelakaan, Julia pakai celana joger warna hijau," kata Hidayatul.

Kepastian Julia meninggal baru diketahui setelah perwakilan dari KJRI menemukan mayat yang terdapat gelang merah di tangannya.

"Karena tubuhnya sudah hancur, kemudian diangkat tangannya masih mengenakan gelangnya warna merah, dan langsung histeris menangis, ibu pingsan, saking kagetnya," kata Hidayatul.

Mendapat informasi tersebut, Hidayatul meminta KJRI memberitahu Junaidi yang ditahan polisi.

"KJRI mengajak Junaidi melihat kondisi istrinya ke hospital, dan di sana kakak saya menangis histeris. Sampai di sana saya tahu ceritanya," kata Hidayatul.

Sementara itu Supriani, tak kuasa menahan tangis mengenang kebersamaannya dengan sang menantu.

"Anak itu baik sekali, meskipun baru di keluarga ini, kalah anak kandung saya sendiri, dia paling berbakti, tidak pernah marah, rajin, selalu setiap pagi saya dibuatkan kopi, tapi saya tidak menyangka dia akan pergi duluan," kata Supriani terharu.

Supriani mengaku histeris saat jenazah Julia tiba di rumah duka.

"Saya mungkin kayak orang gila, saya tidak kenal siapa Polisi, pejabat waktu itu, saya tunggang tabla itu saya cium, udah tidak ada rasa lagi, anak itu (Julia) sudah kayak anak sendiri" kata Supriani.

Supriani berharap Junaidi bisa segera dibebaskan dari tahanan Kepolisian Malaysia. Ia mengingat perasaan Junaidi yang kehilangan istrinya.

"Takut nanti pikirannya tidak karuan di tahanan, takut stres, karena kondisinya sedang berduka, ditinggalkan istri," kata Supriani.

https://regional.kompas.com/read/2022/01/24/154207078/cerita-duka-pasutri-asal-lombok-yang-ingin-mengadu-nasib-ke-malaysia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke