Salin Artikel

Larung Sesaji, Tujuan, Makna, dan Waktu Palaksanaan

KOMPAS.com - Larung Sesaji adalah tradisi wujud syukur atas nikmat Tuhan berupa rezeki, keselamatan serta hasil alam yang melimpah, hasil bumi maupun laut.

Larung sesaji dimaknai pula sebagai tindakan religi dengan paham animisme dan dinamisme
dimana mitos dan megic lekat dalam budaya Jawa.

Makna lainnya, Larung Sesaji antara lain bertujuan untuk melestarikan nilai-nilai luhur
budaya bangsa yakni kekhasan yang merupakan ciri suatu daerah dan warisan leluhur.

Tradisi ini merupakan tradisi turun temurun sejumlah warga. Dirangkum dari beberapa
sumber, Larung Seaji dilakukan di beberapa daerah, seperti Blitar, Magetan, maupun Probolinggo.

Di Blitar, Larung Sesaji dilakukan setiap 1 Muharram (1 Suro). Sedangkan di Kelurahan Sarangan, Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan diadakan setiap Ruwah (salah satu bulan penanggalan Jawa) atau menjelang datangnya bulan suci ramadan. Di Puger Kulon, Kabupaten Jember, Larung Sesaji diadakan pada bulan Suro atau Muharram, yaitu 15 Suro.

Ritual Larung Sesaji di Sejumlah Daerah

Pada zaman dulu, Larung Sesaji merupakan ritual sederhana yang terdiri dari selamatan yang diiringi sesaji.

Hingga kini, Larung Sesaji merupakan ritual yang ditunggu-tunggu masyarakat setempat.

Beberapa daerah memiliki ritual yang berbeda dalam merayakan Larung Sesaji. Berikut perbedaannya:

1. Jember

Dalam acara tulisan Perubahan Tradisi Larung Sesaji di Pantai Pancer Plawangan Desa Puger Kulon, Kecamatan Puger, Kabupaten Jember Ines Syilvi Firda Rahmawati disebutkan dalam upacara selamatan dibacakan doa agama Islam, yaitu Yasin dan Tahlil. Selanjutnya, sesaji dibuang ke laut sebagai persembahan Ratu Laut Selatan

2. Magetan

Di Magetan, rombongan pengirin tumpeng sebagai rangkaian tradisi terdiri dari pasukan berkuda, cucuk lampah, demang sarangan (bapak dan ibu lurah), Bonang Renteng, tumpeng, dan rombongan reog. Dari dulu, semua unsur tersebut merupakan tradisi Larung Sesaji di Magetan.

3. Gunung Kelud, Blitar

Ritual dipimpin Juru Kunci Gunung Kelud dengan doa bersama dan selamatan di sekitar tanah lapang dekat Gunung Kelud.

4. Pati

Ritual dilakukan dengan pembacaan doa, pelarungan, dan makan bersama di atas kapal. Pelarungan berupa sesaji berwujud miniatur kapal nelayan yang mengangkut sesaji, diantaranya kepala kambing, pisang raja, ketupat dan lepet.

Sesaji ini diarak menuju laut. Sebagai syarat untuk menolak bala, ada kesenian barongan yang mengiringi.

Acara dimeriahkan dengan karnaval maupun pementasan kesenian tradisional.

5. Pekalongan

Di Pekalongan, tradisi Larung Sesaji dikenal dengan sedekah laut atau nyadran. Acara ini sebagai ungkapan nelayan supaya hasil tangkapannya melimpah.

Acara dimulai dengan membawa sesaji terdiri dari kepala sapi, hasil bumi, jajan pasar, dan peralatan dapur. Sesaji dibawa sejauh 1 kilometer dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI)

Setelah itu, sesaji diturun ke di laut dan dilarung atau dihanyutkan. Sebelum dilarung, sesaji
didoakan oleh kyai.

Acara dimeriahkan dengan lomba dayung, pertunjukkan wayang golek maupun pagelaran dangdut.(Dheri Agriesta)

Sumber: disparbudpora.blitarkab.go.id, probolinggokota.go.id, repository.ub.ac.id,
smartcity.patikab.go.id, pekalongankab.go.id, dan regional.kompas.com

https://regional.kompas.com/read/2022/01/10/210857178/larung-sesaji-tujuan-makna-dan-waktu-palaksanaan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke