Salin Artikel

Bocah di NTT Seorang Diri Rawat Ibunya yang Gangguan Jiwa, Kerja Angkat Batu Bata Sepulang Sekolah

Di dalam rumahnya, sudah ada sekitar lebih dari 20 orang sedang duduk menunggu.

Beberapa di antaranya adalah relawan Kelompok Kasih Insanis (KKI) Peduli Sehat Jiwa Nusa Tenggara Timur dan Kabupaten Manggarai Timur, serta sejumlah warga sekitar.

Bocah yang kerap disapa Egi itu buru-buru pulang ke rumahnya setelah mendengar kabar ada relawan yang datang berkunjung.

"Tadi setelah pulang sekolah, saya ada kerja angkat batu bata di rumah salah satu warga di sini," katanya kepada Kompas.com.

Relawan KKI mendatangi rumah Egi setelah mendapat informasi bahwa ibu remaja tersebut mengalami sakit gangguan jiwa.

Para relawan kelompok peduli Sehat Jiwa (PSJ) itu datang untuk melihat kondisi sekaligus memberikan edukasi kesehatan jiwa kepada keluarga tersebut.

Ibunda Egi, MN, mengalami sakit kejiwaan sejak 2013. Ia selalu bicara sendiri dan menaruh curiga kepada setiap orang yang datang ke rumahnya.

"Kami di sini memang kasihan dengan kondisi Ibu MN. Tetapi kami tidak bisa membantu karena dia selalu curiga dan bahkan memaki orang yang datang ke rumahnya," kata salah seorang warga Jengok.

Setelah suaminya meninggal, MN tinggal bertiga dengan kedua anaknya, Egi dan Linda.

Egi kini duduk di bangku kelas dua SMP Negeri 8 Borong. Sedangkan Linda kelas satu SMK Tiara Nusa Borong.

Sejak Linda masuk SMK pada Juli 2021, ia tinggal di asrama karena jarak ke sekolah cukup jauh, sekitar 7 Km.

Kini, MN hanya tinggal berdua dengan Egi, putra bungsunya.

"Sejak kakak saya tinggal di asrama, saya yang urus mama. Saya yang masak, cuci, dan mengerjakan semua pekerjaan di rumah," tutur Egi.

Egi sekolah sambil bekerja

Egi bercerita, sejak ayahnya meninggal, setelah pulang sekolah, ia selalu berusaha mendapatkan uang. Biasanya ia bekerja serabutan.

"Saya kerja itu mulai kelas enam SD. Saya biasa kerja bajak orang punya sawah, tanam padi, dan kerja apa saja yang bisa menghasilkan uang," katanya.

"Dari pekerjaan-pekerjaan itu, saya dapat upah Rp 10.000 hingga Rp 20.000," lanjut Egi.

Uang hasil kerjanya itu, kata dia, digunakan untuk membeli kebutuhan sekolah dan pakaian serta kebutuhan lainnya.

"Kalau uang sekolah dikirim oleh kakak yang kerja di Malaysia. Begitu juga untuk beli beras dan kebutuhan lainnya di rumah. Kadang uang yang kakak kirim itu tidak cukup untuk penuhi kebutuhan kami," ujarnya, sambil menambahkan bahwa hingga saat ini, ia dan Linda belum mendapat bantuan Program Indonesia Pintar (PIP).

Linda yang kebetulan sedang berada di rumahnya saat kunjungan KKI, juga mengaku demikian.

"Dulu masih SMP, saya juga biasa pergi kerja tanam padi di orang punya sawah untuk mendapatkan uang," ceritanya.

Saat ini, kata dia, dalam seminggu, ia selalu datang ke rumah untuk melihat kondisi ibu dan adiknya.

"Saya sebenarnya tidak tega untuk tinggal jauh dari mereka. Tetapi mau bagaimana lagi. Saya tidak bisa jalan tujuh kilometer pergi-pulang sekolah," katanya.


Berharap ibundanya sehat

Egi mengatakan, sejak ibunya sakit, baru sekali petugas kesehatan datang berkunjung dan memberikan obat.

"Sekitar dua bulan lalu petugas kesehatan datang antar obat. Mama tidak mau minum itu obat. Sampai saat ini, mereka tidak pernah datang lagi," kata Egi.

Egi dan Linda berharap agar petugas kesehatan dan pemerintah memerhatikan kondisi ibu mereka.

"Kami ingin mama sehat seperti dulu," harapnya.

https://regional.kompas.com/read/2022/01/08/150032978/bocah-di-ntt-seorang-diri-rawat-ibunya-yang-gangguan-jiwa-kerja-angkat-batu

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke