Salin Artikel

Keanehan Pesantren yang 12 Santriwatinya Diperkosa Guru: Ada Iming-iming Biaya Gratis, Ada SD-SMP tapi yang Lulus Tak Berijazah

GARUT, KOMPAS.com - Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TPA) Garut membeberkan sejumlah keanehan terkait pesantren di Cibiru, Bandung, Jawa Barat yang disebut dikelola oleh HW, guru yang memerkosa 12 santriwatinya hingga hamil dan melahirkan. 

Menurut penelusuran P2TP2A Garut, para santri yang menjadi korban perkosaan HW ternyata diiming-imingi biaya pesantren hingga sekolah gratis. Kebanyakan korban berasal dari Garut, Jawa Barat. 

"Mereka di sana karena gratis, mereka banyak bertalian saudara dan tetangga juga," jelas Ketua P2TP2A Garut, Diah Kurniasari Gunawan kepada wartawan, Kamis (9/12/2021) malam.

Menurut Diah, rata-rata para korban masuk ke pesantren tersebut mulai dari tahun 2016, sejak masih duduk di bangku SMP.

"Rata-rata ada yang tiga tahun, ada yang empat tahun," katanya.

Guru pesantren hanya 1, pelaku HW

Salah satu keanehan pesantren tersebut, lanjut Diah, meski disebut sebagai pesantren, tapi pengajarnya yang mengajar di pesantren tersebut, hanya pelaku HW saja.

Jika pun ada guru lain yang datang, tidak tentu waktunya dan hanya bersifat guru panggilan, tidak seperti halnya sekolah atau pesantren pada umumnya.

"Sisanya (waktu), mereka masak sendiri, gantian memasak, tidak ada orang lain lagi yang masuk pesantren itu," katanya.

Tidak ada ijazah walau lulus SMP

Diah juga mengaku bingung pada pesantren tersebut, karena ada korban yang disebut telah lulus SMP di pesantren tersebut. Namun, ijazahnya tidak ada.

Makanya, pihaknya sempat kesulitan juga memfasilitasi para korban melanjutkan ke SMA.

"Ijazahnya ini bener apa enggak, ternyata ada yang sekolah di sana dari SD, ijazah SD enggak ada, ijazah SMP enggak ada, jadi itu harus ikut persamaan," katanya.

Miris, orangtua santriwati bantu pembangunan pesantren, sumbang kayu hingga tenaga

Diah menuturkan, lembaga pesantren tersebut, awalnya memang pesantren di Antapani, Bandung yang dikelola bersama istri pelaku HW.

Namun, belakangan dengan cara menyebar proposal akhirnya mendapat bantuan hingga bisa membangun pondok pesantren di Cibiru.

Mirisnya, menurut Diah pembangunan pondok pesantrennya sendiri para orangtua santri dengan semangat membantunya hingga ada yang menyumbang kayu hingga tenaga dengan menjadi pekerja.

"Tapi mereka tidak tahu anaknya diperlakukan seperti itu oleh para pelaku," kata Diah. 


Korban dapat pendampingan P2TP2A Garut

Saat ini, menurut Diah, P2TP2A Garut mendampingi peserta didik di pesantren tersebut.

Peserta didik yang masih usia sekolah akan difasilitasi untuk bisa masuk sekolah formal. Sementara, peserta didik yang baru melahirkan disarankan mengikuti kejar paket.

Selain anak dibawah umur, menurut Diah saat ini korban perkosaan dari Garut yang didampingi P2TP2A ada juga yang telah kuliah sebanyak dua orang.

Saat ini, mereka sudah mulai kembali melanjutkan hidupnya dan tidak ingin diganggu.

Diah menuturkan, P2TP2A Garut, melakukan pendampingan sejak awal, yakni sejak orangtua korban lapor ke Polda Jabar hingga pemeriksaan para korban. 

Perkara visum dan melengkapi bukti-bukti perkara pun P2TP2A Garut ikut memfasilitasi.

Para korban pun, telah menceritakan secara detail pada psikolog P2TP2A bagaimana kejadiannya.

"Merinding, anak yang rata-rata masih dibawah 13 tahunan gitu ya, mereka waktu itu (niat) belajar diperlakukan seperti itu," kata Diah.

https://regional.kompas.com/read/2021/12/10/063848778/keanehan-pesantren-yang-12-santriwatinya-diperkosa-guru-ada-iming-iming

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke