Salin Artikel

Legenda Gunung Semeru, "Paku Bumi" di Tanah Jawa yang Ditancapkan Para Dewa

Gunung Semeru mengeluarkan asap tebal dari kawah Jonggring Saloko dan guguran awan panas guguran.

Hingga Selasa (7/12/2021), ada 22 warga yang dinyatakan meninggal dunia dan 22 orang masih hilang. Sementara itu, puluhan orang mengalami luka-luka.

Paku Bumi Pulau Jawa

Dikutip dari Intisari.id, dalam kitab Tantu Panggelaran terdapat mitos yang menyebut bahwa Gunung Semeru adalah bagian dari Gunung Meru yang berada di India.

Diceritakan bahwa bagian puncak Gunung Meru dibawa oleh Dewa Brahma dan Dewa Wisnu ke Tanah Jawa. Tujuannya agar menjadi pasak bumi.

Merujuk pada naskah Jawa abad ke-16, Tantu Panggelaran—ada yang menyebut juga Tantu Pagelaran—, Denys Lombard dalam buku jilid ketiga Nusa Jawa: Silang Budaya, Warisan Kerajaan-kerjaan Konsentris mengutip kisah Bhatara Guru (Siva atau Shiwa) yang bertapa di Gunung Dieng.

Dalam semedinya, Bhatara Guru meminta kepada Dewa Brahma dan Dewa Wisnu agar Pulau Jawa diberi penghuni.

Atas permintaan itu, Dewa Brahma mencipta kaum lelaki dan Wisnu mencipta perempuan.

Kitab Tantu Pagelaran peninggalan Kerajaan Majapahit menyebutkan bahwa Bhatara Guru memerintahkan Dewa Wisnu untuk mengisi Pulau Jawa dengan manusia.

Tak berhenti di situ, para dewa pun memutuskan untuk tinggal di Pulau Jawa dengan sekalian memindahkan Gunung Meru — salah satu penamaan untuk Gunung Semeru — dari Negeri Jambudvipa alias India.

Diceritakan, saat itu Pulau Jawa masih terombang-ambing dan terus berguncang karena mengambang di lautan luas. Hal tersebut membuat para dewa memutuskan memaku Pulau Jawa dengan gunung sebagai paku bumi.

Awalnya gunung tersebut diletakkan di bagian barat, tapi hal tersebut membuat bagian timur Pulau Jawa terangkat, kemudian gunung dipindahkan ke bagian timur.

Sayangnya, ketika dibawa ke arah timur, serpihan gunung tercecer, mengakibatkan terjadinya jajaran pegunungan di Pulau Jawa memanjang dari barat ke timur.

Walaupun sudah dipindahkan ke timur, Pulau Jawa tetap miring.

Para dewa pun memutuskan memotong sebagian gunung kemudian menempatkannya di bagian barat laut yang kemudian menjadi Gunung Penanggungan.

Bagian utama gunung Mahameru yang konon menjadi tempat bersemayamnya Dewa Shiwa, kini lebih dikenal sebagai gunung Semeru.

Gunung Semeru juga disebut sebagai pinkalalingganingbhuwana yakni lingga bagi dunia.

Untuk memperindah pertapaannya, Dewa Siwa membuat sebuah danau untuk pemandian yang kemudian diduga berwujud Ranu Kumbolo.

Selain menjadi gunung tertinggi di Pulau Jawa, Semeru memiliki jalur pendakian yang dinilai menantang bagi pendaki.

Dikutip dari tulisan Cut Dwi Septiasari yang berjudul Serba-serbi Semeru Serba Seru di buku Soe Hok Gie...Sekali Lagi dijelaskan catatan pendakian Semeru pertama kali dilakukan tahun 1838.

Menurut catatan buku Bergenweelde karangan Carel Willem Wormser, Gunung Semeru pertama kali didaki oleh GF Clingnett, seorang ahli geologi berkebangsaan Belanda.

Ia mendaki Gunung Semeru dari arah sebelah barat daya melewati Widodaren pada 19 Oktober 1838.

Pendaki selanjutnya adalah FW Junghuhn, seorang ahli botani berkebangsaan Belanda yang mendaki dari utara melewati Gunung Ayek-ayek, Gunung Ider-ider, dan Gunung Kepolo pada tahun 1844.

Sebelumnya, Nes, Redisen Pasuruan mencoba mendakinya, namun ia gagal mencapai puncak.

Pada tahun 1911, Van Gogh dan Heim mendaki lewat lereng utara dan setelah tahun 1945, umumnya pendakian Semeru dilakukan lewati jalur ini melalui Ranu Pane dan Ranu Kumbolo.

Hingga tahun 2009, dalam kurun waktu 40 tahun sudah ada 28 pendaki Gunung Semeru yang meninggal dan 3 orang pendaki dinyatakan hilang. Dan saat ini jumlahnya pun terus bertambah.

Menurut catatan Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger, korban pertama yang meninggal saat mendaki Gunung Semeru adalah aktivis dan penulis, Soe Hok Gie dan rekannya Idhan Lubis.

Mereka meninggal dunia pada 16 Desember 1969.

Korban ke-28 adalah Andiko Listyono Putra (20), mahasiswa semester 2 Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM.

Ia ditemukan tewas di jurang Blank 75 puncak Semeru kedalaman 100 meter pada Agustus 2009 setelah dinyatakan hilang selama enam hari. 

Yang pertama adalah prasasti di Ranu Kumbolo dengan inskripsi berhuruf dan berbahasa Jawa Kuno. Diperkirakan prasasti ini berasal dari awal abad XIII atau akhir abad XII Masehi.

Dalam prasasti tersebut dijelaskan terkait kunjungan Kameswara, seorang raja dari Kerajaan Kediri yang berziarah di sebuah pemandian suci di sekitar Semeru.

Diperkirakan Sang Raja meninggalkan istana untuk bertapa di daerah tersebut.

Kepurbakalaan lain adalah dua buah arca di Recopodo. Arca ini sulit dikenali karena kepala dan separuh badannya sudah hilang.

Kedua arca tersebut terletak di lerang utara kerucut Mahameru. Wajah kedua arca menghadap ke selatan dan setiap orang yang berhadapan dengan kedua arca tersebut, pandangannya akan menatap puncak Mahameru.

Diperkirakan, dua arca tersebut adalah wujud dari Dewa Siwa dan istrinya karena menurut Tantu Panggelaran, Puncak Mahameru adalah tempat kediaman Dewa Siwa.

Namun saat berada di puncak, Gunung Semeru berbentuk starato (kerucut terpancung) yang luas dengan medan beralur di setiap tebingnya.

Puncak Gunung Semeru memiliki dua kawah  yaknu kawah Mahameru yang sudah tidak lagi aktif dan kawah Jonggring Seloko yang masih aktif.

Dari catatan yang ada, Gunung Semeru meletus pertama kali pada 8 November 1818. Letusan besar berikutnya pada 29-30 Agustus 1909 yang dikenal dengan bencana Lumajang.

Pada tahun 1981, juga terjadi letusan besar yang menewaskan ratusan penduduk di sekitarnya. 

Hingga pada tahun 1990, terjadi guguran kubah lava yang menghasilkan awan panas dan kawah Jonggring Seloka terbuka hingga saat ini.

Cut Dwi menyebut ada dua macam bahaya jika Semeru meletus. Bahaya primer adalah batu, kerikil, pasir, dan debu panas yang dimuntahkan saat letusan. Bahkan, panasnya bisa mencapai di atas 600 derajat celsius.

Sementara bahaya sekunder adalah lahar dingin atau material piroklastik yaitu material vulkanis seperti pasir, kerikil, dan batu yang telah dingin.

Bila timbunan material ini terbawa arus air, bisa menerjang apa saja dan menimbulkan bencana.

https://regional.kompas.com/read/2021/12/08/063600578/legenda-gunung-semeru-paku-bumi-di-tanah-jawa-yang-ditancapkan-para-dewa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke