Salin Artikel

Tanah Longsor Terjadi di 10 Titik dalam Sehari di Kaki Gunung Kawi Blitar

Salah satu desa yang terdampak longsor adalah Desa Balerejo, Kecamatan Wlingi yang berada sekitar 35 kilometer arah timur laut dari Kota Blitar.

10 titik longsor

Di desa di kaki Gunung Kawi itu terdapat 10 titik longsor dalam sehari ketika hujan lebat mengguyur desa itu selama lebih dari tiga jam pada Kamis siang hingga sore.

Kepala Desa Balerejo Setiyoko mengatakan, bencana longsor di desanya semakin memprihatinkan dari tahun ke tahun.

"Tahun ini paling parah sejauh yang saya ingat. Padahal puncak musim hujan kali ini diperkirakan masih akan berlangsung sebulan lebih," ujar Setiyoko kepada Kompas.com, Jumat (19/11/2021).

Longsor menjebol tembok rumah warga

Dari 10 titik longsor di Desa Balerejo, dampak paling parah dialami oleh Nuryatin (57), warga Dusun Sumberejo, yang tembok rumahnya jebol akibat tertimpa longsoran sehingga tanah masuk ke ruang tamu rumah.

Di dusun yang sama, tebing setinggi 75 meter longsor dan mengakibatkan rumah milik warga bernama Kateno yang berada di puncak tebing itu berada dalam bahaya.

Jarak antara tembok bangunan rumah dengan bibir tebing menjadi semakin dekat, hanya sekitar 1,5 meter.

Selain membahayakan pemukiman warga, di antara 10 titik longsor itu terdapat tujuh titik yang berakibat pada tertutupnya sebagian atau seluruh jalan desa.

"Gotong royong warga sementara difokuskan di rumah Ibu Nuryatin dan Pak Kateno. Untuk jalan, sementara kita upayakan agar sepeda motor bisa lewat," kata Setiyoko.


Setiyoko mengatakan, warga sudah mulai bergotong royong sejak Jumat pagi di rumah Nuryatin untuk membersihkan material tanah yang masuk rumah sebelum menambal tembok yang jebol.

Menurutnya, keluarga korban tetap harus mengeluarkan biaya untuk membeli bahan bangunan yang rusak sementara pengerjaannya dilakukan sepenuhnya oleh warga dengan cara gotong royong.

"Dari desa memberikan bantuan makan untuk warga yang bergotong royong," ujarnya.

Sementara Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) memberikan bantuan terpal untuk menutup tebing yang longsor sebagai upaya meminimalkan bencana longsor susulan di titik yang sama.

Menurut Setiyoko,yang lebih mengkhawatirkan adalah rumah Kateno yang berdiri di dekat bibir tebing curam dengan kedalaman 75 meter itu.

"Kami sudah ajukan bantuan terpal ke BPBD untuk menutup bagian tebing yang sudah mengelupas itu. TPT (tembok penahan tanah) juga sudah ambrol akibat longsor," ujarnya.

Kalau sampai terjadi hujan deras lagi cukup berbahaya karena permukaan tanah sudah tidak terlindung oleh TPT maupun tanaman keras.

Sementara Kateno dan keluarganya, ujar Setiyoko, masih tetap tinggal di rumah itu meskipun diliputi rasa khawatir.

Tingginya curah hujan dan berkurangnya daya resap tanah

Desa dengan populasi hampir 4.000 jiwa di ketinggian sekitar 600 meter di atas permukaan air laut itu, kata Setiyoko, sebenarnya sudah terbiasa dengan bahaya bencana longsor yang terjadi setiap tahun.

Topografi tanah dengan banyak bukit membuat kejadian tanah longsor di musim penghujan menjadi bencana yang selalu datang.

Namun, dari waktu ke waktu, menurutnya, jumlah kejadian longsor semakin banyak dan semakin membahayakan.

Setiyoko menduga hal itu disebabkan oleh semakin sedikitnya pohon-pohon besar yang dapat dipertahankan warga akibat aktivitas ekonomi.

Selain itu, tambahnya, semakin banyak permukaan tanah yang tertutup bangunan rumah, jalan aspal dan lainnya.

"Mungkin daya serap tanah terhadap air semakin berkurang dan curah hujan juga semakin tinggi. Seperti kemarin, hujannya sangat lebat," kata dia.

Menyusul longsor di 10 titik di desanya, Setiyoko mengaku baru saja tergugah untuk mengajak warga bersama mencari solusi jangka panjang guna menghadapi ancaman bencana longsor di desanya.

Mengandalkan anggaran pemerintah untuk membangun TPT, kata dia, sepertinya mustahil karena terlalu banyak titik yang seharusnya dibangunkan TPT.

Sementara, dana yang ada di kas desa jauh lebih kecil lagi kemampuannya.

"Ada yang usul untuk menanam pohon bambu ampel di tebing-tebing di desa ini. Karena hampir seluruh jalan desa di sini ada di tebing. Rumah-rumah juga demikian," ujarnya.

Setiyoko juga berniat mengajak warga desanya untuk kembali memberikan keseimbangan pada jenis tanaman keras yang memiliki karakter akar yang mampu menambah ketahanan tanah dan daya serapnya pada air.

"Sebelum bencana mengakibatkan jatuhnya korban jiwa," ujar dia.

https://regional.kompas.com/read/2021/11/19/201525878/tanah-longsor-terjadi-di-10-titik-dalam-sehari-di-kaki-gunung-kawi-blitar

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke