Salin Artikel

Menengok Bekas Markas Peta di Blitar yang Akan Jadi Museum, Puluhan Tahun Dipakai untuk Bangunan Sekolah

Para siswa itu baru saja selesai mengikuti sesi pertama pembelajaran tatap muka (PTM). 

Kegiatan itu telah menjadi pemandangan rutin di Kota Blitar. Meski demikian, sebentar lagi akan berkurang karena sebagian siswa dari empat sekolah di kawasan tersebut akan dipindahkan ke lokasi lain. 

Ya, siswa dari SMPN 3, SMPN 5, SMPN 6, dan SMKN 3 selama ini menempati bangunan-bangunan tua bekas markas pasukan Pembela Tanah Air (Peta), kesatuan tentara bentukan militer Jepang selain Heiho dan Gyugun.

Rencananya bangunan sekolah yang selama ini dipakai siswa akan dibangun Museum Peta Supriyadi. 

"Itu yang di ujung barat itu dulu bekas ruangan Sodanco Supriyadi. Itu yang warna hijau," ujar Amiruddin, pegawai SMPN 3, sembari membantu mengatur lalu lintas selama keramaian.

Proyek Strategis Nasional

Rencana pembangunan Museum Peta Supriyadi sudah cukup lama dicanangkan, menyusul dimulainya proyek infrastruktur jalan lintas selatan Jawa dan selingkar Wilis yang telah ditetapkan sebagai proyek strategis nasional.

Namun, realisasinya terkendala pandemi Covid-19 yang mulai terjadi awal 2020.

Pembangunan Museum Peta Supriyadi masuk dalam paket selingkar Wilis, proyek infrastruktur jalan dan sarana umum lain yang diharapkan dapat meningkatkan konektivitas sejumlah daerah di sekitar kaki Gunung Wilis.

Di Kota Blitar, pembangunan Museum Peta Supriyadi diajukan dalam satu paket pengembangan Kota Blitar sebagai kota destinasi wisata sejarah untuk mendapatkan pembiayaan dari APBN.

Modal besar sudah dimiliki Kota Blitar, yaitu kompleks Makam Presiden pertama RI Soekarno di Kelurahan Bendogerit, Kecamatan Sananwetan, yang hanya berjarak sekitar 1,5 kilometer dari bekas markas Peta.

Selain Museum Peta Supriyadi, Pemerintah Kota Blitar telah mengajukan anggaran untuk pembuatan Diorama Perjuangan Presiden pertama RI Soekarno dan pengembangan Kampung Kreatif. Ketiganya diusulkan dana sebesar Rp 66 miliar.

Untuk merealisasikan Museum Peta Supriyadi, seluruh kegiatan SMPN 3 kelak harus dipindahkan ke lokasi lain.

Namun, untuk tiga sekolah lainnya, hanya sebagian yang perlu direlokasi karena selama ini hanya menempati sebagian dari bangunan bekas markas Peta tersebut.

"Untuk relokasi sebagian dari bangunan yang selama ini dimanfaatkan oleh SMKN 3, kita akan koordinasikan dengan Dinas Pendidikan Provinsi," kata Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Kebudayaan Kota Blitar, Wahyudi, Rabu.

Menurut Wahyudi, kompleks bekas markas Peta itu menempati lahan seluas sekitar 4 hektar di mana berdiri beragam fungsi bangunan mulai dari asrama prajurit, dapur umum, gudang senjata, ruang komando, hingga sejumlah menara pengintai.

Kata Wahyudi, pemanfaatan gedung-gedung bekas markas Peta untuk ruang perkantoran dan ruang kelas oleh empat sekolah tersebut untungnya tidak sampai merusak atau merobohkan bangunan.

Beberapa dari empat sekolah itu memang sempat mendirikan sejumlah bangunan baru di kompleks itu pada era 1980-an.

"Nanti bangunan baru akan kita robohkan dan sebisa mungkin penataan ruang di kompleks itu dikembalikan seperti zaman dulu," ujar Wahyudi.

Desain Museum Peta Soepriyadi, kata Wahyudi, sebenarnya sudah selesai dibuat dan tinggal menunggu persetujuan anggaran yang terhambat oleh pandemi.

Peluncuran Mortir Dini Hari

Selain menunjukkan bangunan yang dulu ditempati Supriyadi, Amiruddin juga menyebutkan keberadaan lokasi di dekat bekas gudang persenjataan tempat sebuah mortir diluncurkan.

"Di selatannya bekas ruangan Supriyadi adalah lokasi peluncuran mortir yang pertama pada dini hari itu," tambahnya sembari menunjuk bagian belakang dari bangunan tua yang selama ini digunakan sebagai aula sekolah. 

Peluncuran mortir pada dini hari 14 Februari 1945 itu merupakan momen bersejarah dari jalinan kisah kepahlawanan Sodanco Supriyadi.

Peluncuran mortir itu ibarat tabuhan genderang perang yang menandai dimulainya pemberontakan pasukan kecil Peta yang ada di bawah komando Supriyadi sebagai seorang komandan peleton.

Setelahnya, pasukan Supriyadi memulai serangan ke sejumlah pos-pos militer Jepang yang ada di wilayah Blitar.

Aksi pemberontakan Supriyadi segera direspons oleh militer Jepang dengan memburu Supriyadi dan pasukannya.

Sebagian dari mereka tewas terbunuh oleh pasukan Jepang, sedangkan sebagian yang lain dipenjara.

Namun, bagaimana nasib Supriyadi, hingga kini masih menyisakan banyak misteri meskipun pihak keluarga meyakini Supriyadi ikut terbunuh oleh serangan tentara Jepang.

Meski pemberontakan yang dilakukan Supriyadi tidak memberi dampak berarti pada kekuatan militer Jepang waktu itu, sejarawan menilai aksi Supriyadi dan pasukan kecilnya mampu menggelorakan semangat perjuangan kemerdekaan di kalangan rakyat Indonesia dari berbagai elemen.

Sekitar enam bulan setelah aksi bersenjata Supriyadi dan pasukan kecilnya, pada 17 Agustus 1945, Soekarno dan Hatta "dipaksa" oleh kaum muda Indonesia untuk mempromosikan kemerdekaan Indonesia.

Sebagai pengingat kepahlawanan Supriyadi dan pasukannya, pada 14 Februari 1998, Gubernur Jawa Timur Basofi Soedirman meresmikan Monumen Peta berupa patung tujuh tokoh Peta, termasuk Supriyadi, di depan SMPN 3 atau bekas markas Peta. 

https://regional.kompas.com/read/2021/11/10/150551878/menengok-bekas-markas-peta-di-blitar-yang-akan-jadi-museum-puluhan-tahun

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke