Salin Artikel

Cerita Amaq Bengkok Bertahan di Gubuk Reyot Tak Jauh dari Sirkuit Mandalika: Karena Belum Dibayar...

Meski sejumlah agenda internasional bakal dihelat di Sirkuit Mandalika dalam waktu dekat, masih ada masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan sirkuit. Masyarakat enggan pindah karena masih bersengketa dengan Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) selaku pengembang kawasan.

Salah satu warga yang masih bertahan adalah keluarga Amaq Bengkok, warga Dusun Ebunut, Desa Kuta, Lombok Tengah.

Amaq Bengkok masih bertahan di rumahnya ditemani sang istri, Yamin, dan anaknya yang masih duduk di sekolah dasar, Desi.

Siang itu, di bawah pohon asam, Amaq Bengkok sedang merajut jaring yang rusak karena terumbu karang. Tangannya cekatan merajut jaring yang biasa dipakai melaut itu.

Sesekali ia menatap alat berat yang sedang mengerjakan proyek Sirkuit Mandalika tak jauh dari tempat duduknya, sekitar 100 meter.

Dari tempat ia duduk, terlihat jelas sebuah bukit dengan logo bertuliskan MGPA, singkatan dari Mandalika Grand Prix Association.

Sama seperti hari biasanya, Amaq Bengkok terbiasa mengenakan sarung tanpa baju. Ia tak peduli dengan terik matahari yang menyengat siang itu.

Amaq Bengkok bangkit dari tempat duduknya. Ia hendak memindahkan ternak sapi ke lahan berumput lainnya.

Tak jauh dari tempat itu, rumah Amaq Bengkok terlihat masih berdiri. Bangunan itu terlihat reyot dengan pintu dari seng dan atap dari ilalang kering yang mulai lapuk.

Rumah itu merupakan bekas gusuran yang diterima akibat pembangunan Sirkuit Mandalika.

“Ini sudah rumah kita, pintunya dari seng kadang-kadang ayam itu masuk,” kata Amaq Bengkok tersenyum sambil menutup pintu rumahnya, Minggu (24/10/202!).

Amaq Bengkok menceritakan, cuaca pada siang hari di wilayah itu sangat panas. Sedangkan pada malam hari, kadang membuat Amaq Bengkok kedinginan. 

Apalagi, rumah yang ditempatinya berukuran tiga 3x4 meter dengan dinding bedek yang sudah mulai berlubang termakan usia.

“Hujannya baru turun sekali, kalau siang panas sekali, dan malam dingin, lihat rumah itu rupanya, tapi mau tidak mau harus tinggal di sini, karena belum dibayar,” kata Amaq Bengkok.

Sementara itu, istri Amaq Bengkok, Yamin setiap hari mengantar anaknya ke sekolah. Ia terpaksa mengambil peran it karena sang suami tak bisa mengendarai motor.


Setiap hari, Yamin melewati terowongan Sirkuit MotoGP Mandalika untuk mengantar anaknya ke sekolah. Di perjalanan, tak jarang ia terpaksa berhenti jika berpapasan dengan truk pengangkut material.

Maklum, Yamin tidak terlalu mahair mengendarai motor.

"Kalau ada truk di depan kita, berhenti berhenti dulu, baru kalau udah lewat, kita lanjutkan perjalanan," kata Yamin sambil tersenyum mengenang kebiasaannya.

Yamin tak tahu sampai kapan bertahan di area itu. Ia memastikan, akan tetap tinggal bersama sang suami sampai lahannya dibayar ITDC.

"Bagaimana karena ini belum dibayar, ya harus tinggal di sini, sampai menunggu dibayar," kata Yamin.

Sengketa tanah Amaq Bengkok

Amaq Bengkok memiliki lahan seluas 1,5 hektare di area pembangunan Sirkuit MotoGP Mandalika. Lahan itu merupakan warisan dari ayah Amaq Bengkok yang bernama Aluh.

Amaq Bengkok mengaku, tak pernah merasa menjual tanah itu. Lahan tersebut dipakai untuk menanam kacang-kacangan dan umbi-umbian sebagai salah satu usaha membiayai kehidupan sehari-hari.

Kini, lahan seluas 1,5 hektare tersebut sebagiannya telah terpakai menjadi lintasan sirkuit. Sisanya, masih berada di luar pagar, tempat sekarang ia tinggal.

Amaq Bengkok mengaku pernah bertemu pihak ITDC. Dari mereka, ia mendapat jawaban, tanah tersebut pernah dijual seseorang. 

Keluarga Amaq Bengkok telah menunjuk pengacara untuk membantunya mengugat ITDC. Namun, Pengadilan Negeri Praya menyatakan Amaq Bengkok kalah dalam sengketa dengan ITDC.

Meski begitu, kuasa hukum Amaq Bengkok, Zabur mengaku telah melakukan banding ke Pengadilan Tinggi Nusa Tenggara Barat. Ia juga akan melayangkan protes karena ITDC membangun di atas lahan yang masih dalam proses hukum.

“Kita tidak tidak memberikan izin kalau tidak ada titik temu penyelesaiannya, tidak boleh ITDC melanjutkan pembangunannya, karena masih ada sengketa, ini putusannya belum inkrah,” kata Zabur dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Minggu.


Walau kasus itu dalam proses hukum, Zabur berharap perkara itu bisa diselesaikan secara perdamaian.

“Biarpun masih berlanjut, kita harap sebenarnya dapat diselesaikan melalui jalur perdamaian,  tidak ada yang disulitkan dalam hal ini menempuh jalur yang terbaik,” kata Zabur.

Sebelumnya, ITDC telah angkat bicara terkait warga yang masih tinggal di area sirkuit dan terancam terisolasi.

VP Corporate Secretary ITDC I Made Agus Dwiatmika menjelaskan, ITDC selalu mengikuti prosedur hukum dalam mengambil kebijakan dan keputusan.

Menurutnya, lahan berstatus hak pengelolaan lahan (HPL) sudah selesai dibebaskan, meski beberapa warga masih menempati tanah tersebut.

"ITDC dalam setiap kegiatannya selalu mengikuti aturan dan ketentuan hukum yang berlaku. Selain itu, seluruh lahan yang masuk dalam HPL atas nama ITDC telah berstatus clear and clean, tetapi sebagian masih dihuni warga," kata Agus dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (21/8/2021).

ITDC juga mengedankan tindakan humanis kepda warga yang masih menempati lahan dengan status HPL atas nama ITDC.

"ITDC selalu mengedepankan pendekatan humanis dan sosial sehingga sangat menghindari proses 'gusur' atau 'pindah paksa' terhadap masyarakat," kata Agus.

https://regional.kompas.com/read/2021/10/27/051000078/cerita-amaq-bengkok-bertahan-di-gubuk-reyot-tak-jauh-dari-sirkuit-mandalika

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke