Salin Artikel

Ini Temuan dari Struktur Kuno di Blitar yang Diduga Kompleks Bangsawan Era Majapahit

BLITAR, KOMPAS.com - Wilayah Blitar yang membentang mulai lereng Gunung Kelud di sisi utara hingga ke pesisir laut selatan diyakini menempati posisi istimewa di era peradaban Hindu-Budha di Jawa bagian timur.

Keistimewaan itu terletak pada kesuburan tanah dan kesakralan wilayah Blitar dalam jagad sistem sosial masa lalu.

Di wilayah Blitar modern, banyak ditemukan bangunan-bangunan suci peninggalan era Mataram Kuno akhir hingga Majapahit.

Setidaknya terdapat 16 candi, 16 prasasti, 32 situs serta serakan benda cagar budaya termasuk kumpulan arca-arca.

Kebanyakan dari benda dan situs cagar budaya itu telah ditemukan sejak era pemerintahan kolonial Hindia Belanda.

Bahkan di wilayah Blitar pula, candi kenegaraan Majapahit didirikan, yaitu Candi Palah atau yang lebih dikenal sebagai Candi Penataran di sisi utara Blitar yang terletak di wilayah Kecamatan Nglegok.

Candi Penataran juga merupakan kompleks percandian terbesar dan termegah di Jawa Timur.

Atas fakta itu pula, tim survei penyelamatan dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur mengaku tidak menduga atas apa yang ditemukan selama 5 hari melakukan penggalian di situs tersebut.

"Kami banyak menemukan pecahan gerabah selama menggali test pit (lubang uji) di situs ini. Dan kami tidak atau belum menemukan benda yang dapat dikaitkan dengan ritus keagamaan," ujar Nonuk Kristiana, ketua tim dari BPCB Jatim, Jumat (24/9/2021).

Nonuk menuturkan, tim survei memiliki dugaan kuat bahwa area ditemukannya struktur bata kuno itu merupakan kawasan di mana terdapat pemukiman kuno kaum bangsawan Blitar.

Temuan-temuan selama survei penyelamatan itu mengubah dugaan awal tim bahwa situs tersebut merupakan situs di mana terdapat candi atau bangunan suci seperti yang ada di wilayah Blitar selama ini.

Penggalian selama survei juga berhasil mengungkap struktur bata membentuk konstruksi yang diduga berfungsi sebagai pagar.

Tim menduga bangunan pagar itu membentuk bidang persegi empat, meskipun baru satu sudut yang berhasil ditemukan yaitu sudut barat daya.

Dari sudut barat daya, bangunan diduga pagar membujur ke arah timur sepanjang 19,7 meter di satu sisi dan sepanjang 14,4 meter membujur ke utara di sisi lainnya. 

Bagian paling atas dari struktur bata itu ada di kedalaman sekitar 50 sentimeter hingga 60 setimeter di bawah permukaan tanah sawah.

"Sejauh ini, struktur terlindung dari aktivitas pengolahan tanah pertanian. Pisau bajak paling dalam menjangkau 30 sentimeter dari permukaan tanah," ujar Nonuk.

Dugaan bahwa situs di belakang RSUD Mardhi Waluyo Kota Blitar merupakan kawasan pemukiman kaum bangsawan dari era peradaban Hindu-Budha kuno merupakan kabar baik.

Jika benar struktur bata kuno di area persawahan di Kelurahan Karangtengah, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar itu merupakan sisa bangunan kompleks hunian masa lalu, ekskavasi penyelamatan kelak diharapkan akan memberikan banyak informasi terkait upaya memotret kondisi sosial dan budaya masyarakat Jawa di masa lalu.

"Kalau kita bicara Blitar, memang belum ada situs cagar budaya yang merupakan bekas hunian kuno. Yang ada adalah bekas asrama keagamaan di sekitar kompleks percandian Candi Penataran," ujar Nonuk.

Keberadaan struktur bata kuno itu pertama kali ditemukan oleh sejumlah warga yang sedang beraktivitas di sawah mereka pada Mei lalu.

Struktur itu menjadi terlihat setelah aliran deras air di saluran irigasi persawahan itu menggerus dinding tanah dan membuat satu bagian dari struktur itu menjadi terlihat.

Salah satu sisi dari struktur yang terlihat itu berukuran panjang 3,3 meter dan tinggi 0,64 meter yang tersusun dari 7 lapis batu bata.

Struktur tersusun dari batu bata berukuran sekitar 6 sentimeter x 20 sentimeter x 30 sentimeter, dimensi batu bata yang cukup besar dan membuktikannya sebagai peninggalan dari bangunan kuno.

Lokasi temuan berada kurang dari 50 meter dari dinding pagar terluar RSUD Mardhi Waluyo di Jalan Kalimantan, Kota Blitar atau di sisi timur wilayah Kota Blitar.

Lokasi itu, menurut Nonuk, mengindikasikan adanya pertimbangan letak yang merespons keberadaan gunung berapi aktif, Gunung Kelud.

Beberapa kilometer ke arah utara atau arah Gunung Kelud, ujar Nonuk, sungai purba yang menjadi saluran lahar Gunung Kelud terpecah menjadi dua anak sungai, satu mengarah ke barat daya dan satunya ke tenggara.

Nonuk merujuk pada dua anak sungai yang masing-masing mengalir di sisi paling timur Kota Blitar dan satu lagi mengalir di sisi barat Kota Blitar.

Hal itu membuat seolah aliran lahar Gunung Kelud sengaja menghindari lokasi di mana situs diduga hunian kuno bangsawan itu berada.

Jika ditarik garis lurus, posisi situs berada di garis lurus dengan Candi Penataran di sebelah utara kemudian ke utara lagi dengan Gunung Kelud, gunung berapi yang menempati posisi penting sebagai tempat Sang Hyang Acalapati perwujudan Desa Siwa bertahta.

Jarak situs sekitar 13 kilometer ke Candi Penataran dan sekitar 35 kilometer ke puncak Gunung Kelud.

"Ini pilihan posisi yang sangat menarik," tutur Nonuk.

Menurut Nonuk, situs itu memiliki potensi tinggi untuk dilakukan upaya penyelamatan lebih lanjut dan juga untuk dilakukan penelitian arkeologi dan sejarah.

Selama ini, kata dia, minimnya peninggalan pemukiman kuno di Jawa membuat kajian-kajian arkeologi dan sejarah terkait konsep tata ruang masyarakat era peradaban Hindu-Budha lebih banyak berpijak pada konsep tata ruang puri-puri di Pulau Bali.

Selama kegiatan survei, Tim dari BPCB Jatim juga melakukan pengumpulan informasi dari kemungkinan adanya cerita tutur yang diturunkan dari nenek moyang mereka terkait keberadaan situs.

Seorang petani bernama Surat, mengaku menerima cerita dari kakeknya tentang adanya sisa-sisa bangunan kuno di sekitar titik yang sedang digali.

Menurut Surat, selain struktur bata kuno, kakeknya juga menyebut keberadaan sumur tua di salah satu sudut area itu dan juga sisa-sisa bangunan yang diduga sebagai kandang kuda.

"Ada juga cuilan lumpang batu di sebelah utara sana," kata Surat.

Pengamatan Kompas.com di lokasi, serakan bata kuno memang terlihat di sejumlah titik di radius sekitar 200 meter dari titik yang sedang digali oleh tim.

Beberapa bata berukuran besar itu bahkan dimanfaatkan oleh warga untuk beberapa keperluan seperti sekedar menindih terpal-terpal agar tidak terbawa angin.


Menurut Nonuk, sangat mungkin bahwa potensi cagar budaya di area itu cukup luas hingga meliputi area beberapa ratus meter dari area pertama yang sedang digali.

Hal itu dibuktikan dengan adanya indikasi struktur bata kuno, masih di tengah area persawahan itu, di beberapa titik yang berjarak sekitar 100 meter dari temuan pertama.

Ditambah lagi, di sebuah titik yang berjarak sekitar 200 meter ke aah barat laut dari titik pertama, ditemukan juga jambangan kuno terbuat dari batu.

Jambangan berdiameter sekitar 1 meter itu hanya terlihat bagian permukaannya sekitar 2 sentimeter saja, sisanya terpendam di tanah sawah.

Menimbang potensi yang ada, Nonuk berharap kegiatan ekskavasi penyelamatan dapat segera dilakukan di situs tersebut.

Nonuk mengatakan, temuan pecahan gerabah dan keramik selama survei belum memberikan informasi pasti terkait dari usia situs tersebut meskipun telah dipastikan pecahan keramik China yang ada berasal dari masa Dinasti Song. 

https://regional.kompas.com/read/2021/09/27/144236278/ini-temuan-dari-struktur-kuno-di-blitar-yang-diduga-kompleks-bangsawan-era

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke