Salin Artikel

Kisah Imas, Guru yang Tetap Semangat Tes PPPK meski Sakit Stroke, sampai Digendong Pengawas

KARAWANG, KOMPAS.com - Sabtu (18/9/2021) siang, Imas Kustiani duduk di kursi rotan di teras rumahnya di Perumahan Eka Mas Permai, Desa Pangulah Utara, Kecamatan Kotabaru, Karawang.

Sedang di luar rumah, cuaca tengah panas-panasnya.

Di meja tergeletak teko dan gelas dengan air putih yang tinggal setengah.

Juga tongkat yang lebih dari dua tahun ini menemaninya melangkah.

Dengan terbata, Imas menceritakan keinginannya diangkat menjadi pegawai negeri sipil setelah berulangkali mengikuti tes CPNS.

Termasuk mengikuti seleksi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) guru yang diselenggarakan di SMA N 3 Karawang Barat baru-baru ini, meskipun tengah sakit stroke.

Video Imas hendak mengikuti tes PPPK jalan terseok hingga akhirnya digendong pengawas seleksi pun viral di media sosial.

Saat itu, Imas diantar suaminya, Nana Suhana (54).

"Saya sudah sejak 2003 mengajar, di SDN Wancimekar 1," ujar perempuan 53 tahun itu.

Semangat Imas yang telah 17 tahun menjadi guru honorer itu tak pupus meski tengah sakit.

Ia bahkan tak hanya ingin dirinya saja yang diangkat, melainkan guru-guru honorer lainnya.

"Saya ingin diangkat, saya tetap semangat. Teman-teman guru saya, kepala sekolah pun meminta saya tak pupus harapan," ujar guru honorer kategori dua itu.

Meski begitu, Imas dan Nana tak mau mengungkit panjang lebar tentang honornya selama mengajar.

Ia menyebut, itu sudah menjadi kebijakan pemerintah dan kepala sekolah.

Pun saat ditanya apakah pernah ada keterlambatan pembayaran honornya.

"Saat ini sekitar Rp 1 juta," kata dia.

Semangat Imas tak lepas dari dukungan sang suami, anak, dan orang-orang di sekitarnya.


Nana menyebut, stroke yang diderita Imas berawal dari makanan. Awalnya, istrinya terkena darah tinggi.

Saban Imas ada keperluan, misal ke sekolah karena ada tugas, ia selalu mengantarnya, menggunakan sepeda motor yang juga biasa ia gunakan untuk berjualan es serut keliling.

Sebab, dua tahun ke belakang pembelajaran dilakukan secara online.

"Dia selalu semangat. Itu cita-citanya sejak dulu. Menjadi pendidik untuk mencerdaskan anak-anak," ucap Nana sambil memegangi lutut Imas.

Semangat tak patah arang itu, kata Nana, sudah dimiliki istrinya sejak muda.

Jauh sebelum sakit, Imas beberapa kali bahkan ikut melakukan aksi bersama para guru honorer, termasuk ke Jakarta.

"Karena itu, kami berharap kepada kepada pemerintah agar diangkat (PPPK), dan sehat kembali. Itu saja," ujar dia sembari matanya berkaca-kaca.

Imas pun langsung menimpali perkataan Nana.

"Yang lain yang belum diangkat semoga juga diangkat," kata Imas.

Pembelajaran daring didampingi guru lain

Di SDN Wancimekar 1, Imas kini mengajar kelas 4. Ia mengajar semua mata pelajaran, kecuali olahraga dan pendidikan agama.

Saat pandemi Covid-19 melanda, pembelajaran pun dilakukan secara daring. Ia sehari-hari mengajar menggunakan teleon genggam dari rumah.

"Ada guru lain yang mendampingi. Alhamdulillah banyak yang mendukung," ungkap Imas.

Imas dan Nana menikah tahun 2001 dan dikaruniai seorang anak.

Suatu hari, Imas meminta izin kepada Nana untuk melanjutkan sekolah dan mengajar.

Imas merupakan lulusan Sekolah Pendidikan Guru (SPG). Ia kemudian melanjutkan kuliah di UPI Purwakarta.

"Saya izinkan, karena memang latar dia pendidikan guru," kata dia.

Suatu hari, pabrik tempat Nana bekerja bangkrut. Ia pun beralih menjadi penjual es serut atau apa saja yang tengah musim.


Selain berjualan berkeliling, ia juga kerap ikut jualan di pasar malam. Setiap pukul 17.00 WIB ia berangkat, lalu pulang sekira jam delapan malam.

"Penghasilan tidak tentu. Apalagi sejak pandemi, jarang dapat Rp 100.000. Kadang Rp 60.000, kadang Rp 50.000," ungkap dia.

Meski tak menampik ada kendala, Nana bersyukur kebutuhan ia dan istrinya selalu tercukupi.

Apalagi putrinya berikut suaminya selalu membantu.

"Alhamdulillah," ucap dia.

Hingga saat ini, keduanya tak henti saling menyemangati.

Dengan sabar, Nana senantiasa merawat dan mengantar Imas. Termasuk saat mengikuti seleksi PPPK.

"Waktu itu saya bilang ke pengawas, istri saya sakit jalannya agak lama. Saya mohon waktu, takut terlambat. Malah pengawas langsung menggendong istri saya," kata dia.

https://regional.kompas.com/read/2021/09/18/185557278/kisah-imas-guru-yang-tetap-semangat-tes-pppk-meski-sakit-stroke-sampai

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke