Salin Artikel

Kisah Ibu Rumah Tangga di Kupang, Harus Memikul Utang Almarhum Suaminya Rp 224 Juta di Bank

Isi surat tertera jelas, Mariantji harus segera melunasi uang pinjaman sebesar Rp 224 juta.

Utang itu berasal dari almarhum suaminya Wellem Dethan, yang meninggal pada tahun 2018 lalu.

Posisi Mariantji sebagai ahli waris, wajib mengembalikan utang tersebut kepada pihak bank.

"Inilah yang menjadi tanda tanya besar buat saya, karena pinjaman itu saya selaku istri sah tidak pernah dilibatkan dalam penandatanganan sebuah akad kredit baru,"ujar Mariantji, kepada Kompas.com, Rabu (15/9/2022).

Karena jumlah utangnya besar, Mariantji lalu mempertanyakan kepada pihak BPR Christa Jaya Kupang terkait hal itu.

"Namun, jawaban yang saya peroleh adalah itu adalah sistem kredit 'Longgar Tarik' yang mengacu pada perjanjian atau akad kredit sebelumnya yang telah lunas," ungkap dia.

Karena mendapat jawaban yang mengecewakan, Mariantji lalu melakukan gugatan ke Pengadilan Negeri Klas 1A Kupang pada 21 September 2019 lalu.

Gugatan itu terdaftar dengan nomor perkara, 208/Pdt.G/2019/PN.Kpg

"Saya selaku pribadi menggugat salah satu Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Christa Jaya Perdana Kupang. Tindakan yang saya ambil tersebut diakibatkan pemberlakuan produk dari Bank tersebut yang bernama 'Kredit Longgar Tarik', yang mencairkan kredit tanpa adanya sebuah akad kredit," kata dia.

Mariantji mengaku, dia bersama almarhum suaminya, memang pada 9 Maret 2015 pernah kredit di bank tersebut dengan nominal Rp 75 juta.

Kemudian, seiring berjalannya waktu Mariantji bersama suaminya melakukan penambahan atau suplesi kredit pada tahun 2015 hingga 2016 dengan total mencapai Rp 450 juta.

Sebagai jaminannya, satu unit mobil truk dan dua sertifikat tanah dan bangunan di Kota Kupang.

Selanjutnya, pada 3 Januari 2017 semua pinjaman itu lunas, berdasarkan bukti surat berupa RC Mutasi rekening pinjaman per 16 Januari 2019, dengan nomor rekening : 0030000610 atas nama Wellem Dethan, dan rekening koran tabungan, nomor rekening : 0010006751 Wellem Dethan, tanggal cetak per 16 Januari 2019.

"Namun, setelah suami saya meninggal dunia pada tanggal 10 Desember 2018, ternyata diketahui masih ada lagi pinjaman kami lewat droping baru ke rekening suami saya senilai 110.000.000 dan 200.000.000," ujar dia.

Mariantji mengaku, surat itu tidak ditanggapi, karena semua utang di bank tersebut telah dia lunasi.

"Saya tidak bayar, karena saya tidak pernah ada utang dengan mereka (Bank Christa Jaya). Setelah tanggal 3 Januari 2017 semua utang sudah lunas. Saya tidak ada lagi hubungan kontrak dengan bank," kata dia.

Selain enggan membayar, Mariantji juga menggugat kasus itu di Pengadilan Negeri Klas 1A Kupang pada 21 September 2019 lalu.

Pada 2 Desember 2019, hakim yang memimpin persidangan tersebut antara lain Nuril Huda (Hakim Ketua), Fransiskus Wilfrirdus Mamo (Hakim Anggota), Anak Agung Gde Oka Mahardika, SH (Hakim Anggota), mengabulkan gugatan Mariantji.

Hakim mengadili Direktur BPR Christa Jaya Kupang Lany M Tadu, karena telah melakukan tindakan perbuatan melawan hukum.

Putusan itu juga menyebutkan, pihak BPR Christa Jaya Kupang harus mengembalikan dua buah sertifikat tanah atas nama almarhum Wellem Dethan kepada dirinya selaku istri sah.

Pengadilan pun menghukum tergugat (Direktur BPR Christa Jaya Kupang, Lany M. Tadu,SE) untuk membayar uang paksa (Dwangsom) sebesar Rp 500.000.

Usai putusan tersebut, pihak BPR Christa Jaya Kupang melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Kupang dengan nomor perkara, 7/Pdt/2020/PT.Kpg.

Atas banding itu Pengadilan Tinggi Kupang pada 26 Februari 2020 kembali menguatkan putusan Pengadilan Negeri Klas 1A Kupang.

Tak puas, BPR Christa Jaya melanjutkan upaya hukum pada 8 April 2020, berupa permohonan kasasi ke Mahkamah Agung.

Akhirnya pada 13 Juli 2020, permohoan Kasasi tersebut dicabut kembali oleh pihak BPR Christa Jaya Perdana Kupang dengan nomor Surat: 68/FBB/VII/KPG, dengan alasan tidak ingin melanjutkan lagi perkara ini.

Sebelum terbitnya surat berkekuatan hukum tetap, BPR Christa Jaya Kupang berbalik melakukan gugatan sederhana di Pengadilan Negeri Klas 1A Kupang, dengan nomor perkara, 19/Pdt.G.S/2020 PN Kpg kepada Marianji dengan alasan Wanprestasi.

Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan mengabulkan gugatan penggugat BPR Christa Jaya untuk sebagian.

"Saya pun keberatan atas putusan tersebut dan lewat rapat musyawarah, majelis hakim yang diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada 25 Agustus 2020, majelis hakim membatalkan putusan perkara nomor 19/Pdt.G.S/2020 PN Kpg," ungkap Mariantji.


Setelah gugatan sederhana dengan alasan Wanprestasi ditolak, BPR Christa Jaya kembali melakukan gugatan baru ke PN Klas 1A Kupang dengan alasan Marianji melakukannya perbuatan melawan hukum dalam perkara nomor, 25/Pdt.G.S/2020/PN Kpg.

Dalam penetapan perkara ini, 21 September 2020 majelis hakim menyatakan, gugatan penggugat BPR Christa Jaya Kupang bukan gugatan sederhana dan memerintahkan panitera untuk mencoret dari register perkara.

Tak puas dengan penetapan majelis hakim, BPR Christa Jaya, kembali lagi melakukan upaya keberatan.

Dalam rapat musyawarah di PN Klas 1A Kupang, 6 Oktober 2020, majelis hakim menolak keberatan yang diajukan pihak BPR Christa Jaya Kupang dan menguatkan putusan nomor, 25/Pdt.G.S/2020/PN Kpg.

"Rupanya tidak sampai di situ, BPR Christa Jaya Kupang melakukan upaya hukum. Pada 4 November 2020 BPR Christa Jaya Perdana Kupang melayangkan gugatan sederhana dengan alasan sama yakni perbuatan melawan hukum kepada saya dalam nomor perkara, 29/Pdt.G.S/2020/PN Kpg," kata Mariantji.

Namun, putusan yang dipimpin oleh hakim tunggal itu tetap memberikan putusan menolak gugatan tersebut.

"Dengan demikian, terhitung sudah tiga kali BPR Christa Jaya Kupang melayangkan gugatan sederhana kepada saya dengan subyek dan obyek pekara yang sama terkait droping dana baru tanpa akad kredit sebesar Rp 110.000,000 dan Rp 200.000.000, yang dinamakan kredit Longgar Tarik," ungkap Mariantji lagi.

Terkait dicabutnya permohonan kasasi oleh BPR Christa Jaya Kupang, maka pada 12 Apri 2021, kuasa hukum Mariantji mengirimkan surat ke Pengadilan Negeri Klas 1A Kupang untuk meminta penjelasan.

Selanjutnya pada 18 Mei 2021, dari Pengadilan Negeri Klas 1 Kupang membalas surat yang dikirim Mariantji.

Dalam surat itu, majelis hakim memberi penjelasan, Perkara Nomor : 208/Pdt.G/2019/PN Jo. 7/PDT/2020/PT/PT.KPG telah dikembalikan dari Mahkamah Agung Republik Indonesia kepada Pengadilan Negeri Kupang, dengan Nomor Surat : 180/PAN.2/III/2021/304.KP/2020 tanggal 25 Maret 2020.

"Selanjutnya pada 6 Agustus 2021, Pengadilan Negeri Klas 1A Kupang mengeluarkan surat keterangan berkekuatan hukum tetap bernomor W.26-U1/2544/HT.04.10/VIII/2021, dengan penjelasan, perkara ini telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah terhitung sejak 12 April 2021," imbuhnya.

Tetapi, sebelum terbitnya surat berkekuatan hukum tetap dari Pengadilan Klas 1A Kupang, pihak BPR Christa Jaya kembali melakukan gugatan baru kepada Mariantji pada 16 Maret 2021 dengan dengan alasan perbuatan melawan hukum.

Gugatan ini pun diterima oleh Pengadilan Negeri Klas 1A Kupang, dan agenda persidangan juga terus berjalan.

Dalam pembuktian pada waktu persidangan perkara Nomor 49./Pdt.G/2021/PN.Kpg, pihak Mariantji melampirkan bukti surat

Sidang putusan pada 2 Setember 2021 dengan amar putusan menyatakan Mariantji Manafe telah melakukan perbuatan melawan hukum.

Atas terbitnya putusan perkara Nomor 49./Pdt.G/2021/PN.Kpg, 2 September 2021, Mariantji menilai pihak majelis hakim PN Klas 1A Kupang yang memroses dan memutuskan perkara ini tidak mentaati, tidak menghargai dan tidak tunduk pada kaidah hukum yang berlaku di Indonesia.

Karena, kata dia, subyek dan obyek perkaranya sama dengan perkara Nomor 208/Pdt.G/2019/PN.Kpg, juga perkara Nomor , 7/Pdt/2020/PT.Kpg yang telah dinyatakan berkekuatan hukum tetap atau inkrah, terhitung tanggal 12 April 2021.

"Putusan ini adalah putusan kontradiktif, di mana dalam satu kasus perkara yang subyek dan obyeknya sama namun, berbeda putusan," kata dia.

"Hal lain yang membuat tanya besar pada diri saya adalah, dua orang majelis hakim masing-masing Fransiskus Wilfridus Mamo dan Anak Agung Gde Oka Mahardika, yang menangani perkara Nomor 208/Pdt.G/2019/PN.Kpg jo perkara Nomor, 7/Pdt/2020/PT.Kpg, yang telah inkrah dan menyatakan Direktur BPR Christa Jaya Kupang telah melakukan perbuatan melawan hukum," sambung dia.

Kemudian, dalam perkara nomor 49./Pdt.G/2021/PN.Kpg ini, kedua personel hakim yang sama ini juga memutuskan kalau dirinya telah melakukan perbuatan melawan hukum.

"Pada dasarnya saya hanya ingin adanya keadilan pada diri saya. Kasihan saya ini seorang janda yang harus memikul beban utang suami saya," ujar Mariantji.

Dihubungi terpisah, Humas BPR Christa Jaya Kupang Febie, mengatakan, dirinya sudah menyampaikan informasi tersebut kepada pihak manajemen bank.

"Pihak manajemen masih mempelajari dulu ya . Rencana besok akan ada konferensi pres di kantor kita. Kalau jadi, nanti saya infokan ya untuk datang," kata Febie singkat.

Sementara itu, Kompas.com mencoba menghubungi Humas Pengadilan Klas 1A Kupang Fransiskus Wilfrirdus Mamo melalui telepon seluler, namun tidak aktif. 

https://regional.kompas.com/read/2021/09/15/163111378/kisah-ibu-rumah-tangga-di-kupang-harus-memikul-utang-almarhum-suaminya-rp

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke