Salin Artikel

Mereka yang Masih Tinggal di Lingkaran Sirkuit MotoGP Mandalika...

Hingga saat ini, puluhan Kepala Keluarga (KK) masih mendiami tempat tersebut.

Berikut kisah merka yang masih tinggal di tengah lingkaran Sirkuit MotoGP Mandalika:

Penjual sayur "jajal" sirkuit

Sukani (41) merupakan salah satu warga Dusun Ebunut yang bekerja sebagai pedagang sayur keliling.

Ia mengakui memiliki surat tanah berbentuk surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah (sporadik) yang masih tersimpan di rumahnya.

Sebagai penjual sayur yang berpenghasilan Rp 50.000 hingga Rp 150.000 per hari, Sukani menuturkan, kini ia sangat sulit mengakses jalan karena hampir semua jalan sudah dipagari.

Sukarni pun terpaksa harus memutar arah dari jalan yang sebelumnya biasa dia lalui.

“Susah sekarang mau jualan harus muter lewat utara dulu, dan jalannya juga saya bingung karena banyak jalan yang berliku-liku dan bergelombang,” kata Sukani.

Sebagai tulang punggung keluarga membantu suaminya yang tidak memiliki pekerjaan tetap, ia tampak muram ketika menuturkan kisahnya.

Sukarni bercerita pernah dikejar oleh penjaga sirkuit saat hendak melintasi kawasan hingga mengakibatkan motor dan dagangannya terjatuh.

“Jatuh kemarin kejedot kepala saya dikejar penjaga, karena tidak boleh menginjak jalan sirkuit. Tapi gak dikasih jalan keluar masuk, bagaimana saya enggak injak jalan sirkuit, karena tidak ada jalan lain,” kata Sukani.

Ibu tiga anak ini berharap, persoalan lahan ini segera diselesaikan oleh pihak ITDC maupun pemerintah agar ia bisa pindah dan tidak terjebak lagi di dalam sirkuit.

Ia masih ingin tetap bertahan karena menurutnya tanah yang dimiliki sekitar lebih dari 20 are belum dibebaskan oleh Indonesia Tourism Devlopmen Corporation (ITDC) selaku pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika.

“Saya masih tinggal di sini karena tanah saya belum dibayar, kalau saya sudah dibayar pasti kita akan pergi,” kata Sukani ditemui di pemberhentian ia jualan yang berada di lingkaran sirkuit, Sabtu (21/8/2021).

Nenek Rinahayu menenun di lingkaran Sirkuit Mandalika

Warga lainnya yang masih beraktivitas mencari penghidupan di lingkaran Sirkuit Moto GP Mandalika ialah Rinayu (75).

Dengan bibir merah kecoklatan karena mengunyah buah pinang, nenek tersebut tampak menenun menghadap Sirkuit MotoGP Mandalika, tepatnya di lintasan ke 7.

Sesekali aktivitas menenunnya di sebuah gazebo terhenti sejenak melihat truk-truk melintas di depannya.

Dalam sebulan biasanya Rinayu mampu memproduksi kain tenun sebanyak 2 sampai 3 kain tergantung motif yang diinginkan pelanggan.

Saat Kompas.com mengunjungi tempatnya, Rinayu tampak menenun motif kembang komak, yakni kain tenun hitam dengan garis kotak-kotak putih.

Rinayu mengakui sudah empat tahun tinggal bersama sang menantu, dan akan tetap mengikuti apa kata menantunya jika suatu ketika ia diminta keluar dari lingkaran sirkuit.

“Saya tinggal sama menantu di sini sudah empat tahun, kalau tanah menantu saya udah dibayar, saya juga akan pindah,” kata Rinayu, Jum’at (27/8/2021).

Rinayu tidak pernah menyangka Kuta akan semegah yang dibangun saat ini, karena saat ia remaja Kuta tidak lebih dari hutan-hutan yang ditumbuhi kebanyakan pohon kelapa.

“Bunyi kato sangat bising, kadang-kadang saya kira gempa, Kuta memang sudah berubah, katanya ini akan dijadikan tempat  orang-orang balap,” kata Rinayu.

Rinayu berharap dengan adanya pembangunan sirkuit ini, dapat membuat anak cucunya kelak dapat sejahtera.

Para nelayan

Dari puluhan KK yang masih tinggal di Dusun Ebunut, sebagian warganya bekerja sebagai nelayan.

Namun karena dampak pembangunan Sirkuit Mandalika, aktivitas nelayan tersebut sempat terhenti, karena keterbatasan akses melewati terowongan yang dibuatkan sebagai sarana menuju pantai.

"Sudah beberapa minggu tidak melaut, karena tidak ada jalan, terowongannya banyak air, tapi alhamdulillah sekarang airnya sudah disedot, dan kami akan mencoba melaut kembali,” kata Amaq Andi, salah seorang nelayan.

Dia menceritakan bahwa semasa kecil, dia tinggal di lokasi tersebut.

Andi bercerita, tanahnya habis terjual pada tahun 90-an dengan harga murah dari Rp 100.000 hingga Rp 250.000 pada tahun itu.

“Saya dulu punya tanah sekitar 80 are, dijual dengan harga murah Rp 200.000, karena dulu kita ditakut-takuti, kalau tidak jual tanah tidak akan dapat apa-apa,” tutur Andi.

Ia mengenang pada masa itu, masyarakat di tempat ini masih takut dengan orang yang menggunakan busana rapi. Bahkan setiap akan berhadapan dengan orang yang berbusana rapi, ia memilih untuk bersembunyi.

“Namanya aja kita bodoh dulu tidak punya sekolah, lihat orang pakai celana aja kita takut sembunyi,” kenang Andi.

Hingga kini ia menumpang di lahan Umulaye, dan tetap memilih nelayan sebagai mata pencaharian untuk menghidupi keluarganya.

Sebelumnya, Pihak Indonesia Tourism Development Corporition (ITDC) menanggapi persoalan warga yang masih tinggal dan terancam terisolasi di lingkaran Sirkuit MotoGP Mandalika.

VP Corporate Secreta ITDC I Made Agus Dwiatmika menerangkan, dalam setiap kegiatannya ITDC selalu mengikuti prosedur hukum, Agus menyampaikan, lahan yang berstatus Hak Pengelolaan Lahan (HPL) sudah selesai dibebaskan, kendati demikian beberapa warga masih menempatinya.

"ITDC dalam setiap kegiatannya selalu mengikuti aturan dan ketentuan hukum yang berlaku. Selain itu, seluruh lahan yang masuk dalam HPL atas nama ITDC telah berstatus clear and clean, tetapi sebagian masih dihuni warga," kata Agus dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (21/8/2021)

48 KK masih tinggal di lingkaran sirkuit

Agus menyampaikan, pihaknya telah mendata jumlah Kepala Keluarga (KK) yang masih tinggal di lingkaran sirkuit yakni sebanyak lebih dari 40 KK.

"Berdasarkan hasil pendataan kami, masih ada 48 KK yang tersebar di 3 bidang lahan enclave dan 11 bidang lahan HPL ITDC di dalam area Jalan Khusus Kawasan (JKK)," kata Agus.

Tiga bidang lahan enclave tersebut masih dalam proses pembebasan lahan dengan pemilik lahan yang masuk dalam Penlok 1. Pihaknya optimistis proses akan segera selesai.

Sementara itu untuk warga yang masih bermukim di lahan-lahan dengan status kepemilikan sertifikat HPL atas nama ITDC, pihaknya mengedepankan tindakan humanis agar warga dapat memahami status lahan yang dimiliki.

"ITDC selalu mengedepankan pendekatan humanis dan sosial sehingga sangat menghindari proses 'gusur' atau 'pindah paksa' terhadap masyarakat," kata Agus

https://regional.kompas.com/read/2021/08/30/082757078/mereka-yang-masih-tinggal-di-lingkaran-sirkuit-motogp-mandalika

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke