Salin Artikel

Lomba Mural Yogyakarta Pesertanya dari Berbagai Daerah, Gambar Bertahan 8 Jam Sebelum Dihapus Aparat

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Lomba mural yang digelar oleh gerakan "Gejayan Memanggil" telah diikuti oleh puluhan peserta dari berbagai lokasi di Indonesia.

Lomba mural ini tidak hanya digelar di lingkup Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Humas Gejayan Memanggil Mimin Muralis menyampaikan sejak pertama kali lomba mural digelar sudah puluhan peserta yang mengikuti lomba ini.

Para peserta mengirim karyanya dengan cara mengunggah karya mural melalui media sosial lalu menandai akun Gejayan Memanggil.

"Sekarang masih berlanjut belum ada hitungan final. Sudah puluhan yang ikut," katanya saat dihubungi Kamis (26/8/2021).

Peserta tak hanya dari sekitar Yogyakarta saja tetapi dari berbagai daerah seperti dari Semarang, Malang dan kota-kota besar lainnya.

Mereka mengarsipkan unggahan dari para peserta di highlight akun Instagram milik mereka.

"Peserta dari berbagai kota," kata dia.

Ia mengungkapkan, jika di rata-rata mural peserta hanya bertahan selama 8 jam setelah dibuat oleh seniman sebelum akhirnya dihapus aparat.

"Ada yang bertahan rata-rata 8 jam seperti di Yogyakarta, dan Pemalang," kata dia.

Sementara itu salah satu tokoh mural di Yogyakarta Ari Dyanto menyampaikan mural mulai dipopulerkan di Yogyakarta pada medio tahun 2000an.

Saat itu dia bersama kawan-kawannya mencoba memperkenalkan mural ke warga Yogyakarta dengan membuat mural di sekitar Jembatan Layang Lempuyangan.

Pada saat itu, ia bersama teman-temannya menawarkan konsep kepada Wali Kota Yogyakarta dan perusahaan.

Saat bertemu, pihaknya diminta untuk menunjukkan konsep mural yang akan dibuat di Jembatan Lempuyangan.

"Pasca orde baru itu ruang publik dikuasai oleh pemerintah dan korporat. Nah, dengan proyek mural ini kita mencoba berikan alternatif bahwa ruang publik bisa dimanfaatkan masyarakat umum dan seniman untuk berkarya," kata Ari saat dihubungi, Kamis (26/8/2021).

"Jadi ruang publik ini tidak hanya digunakan untuk partai politik, iklan atau baliho," katanya.

Setelah itu dirinya bersama kawan-kawan membuat workshop di masyarakat memperkenalkan bahwa mural itu adalah lukisan yang dibuat di dinding.

Menurut dia, sebelum populernya mural di Yogyakarta banyak dinding yang dicoret-coret dengan nama-nama geng.

"Sebelumnya kan banyak istilah graffiti, katakanlah zaman dulu waktu geng-geng seperti tulisan Joxzin. Dalam arti tidak membuat membuat karya seni," kata Ari.

Sejak proyek mural itu di masyarakat dikenal berbagai street art yang dikenal menjadi berbagai bentuk seperti graffiti, hingga poster-poster.

"Sampai sekarang untuk teman-teman lebih muda, saya bilang yang di Tangerang dan Jawa Timur itu berbentuk street art. Street art bentuknya bisa graffiti atau membuat lukisan dengan cat semprot dan meninggalkan nama atau inisial," jelas dia.

Terkait penghapusan mural yang dilakukan oleh pemerintah maupun pihak lain, menurut dia kejadian itu menjadi hal biasa di dunia street art. Bahkan, sambung dia menghapus mural tidak hanya dilakukan oleh pemerintah tetapi juga dilakukan antar seniman bahkan dihapus oleh suporter sepak bola.

"Penghapusan tidak hanya dilakukan oleh pemerintah saja di wilayah atau jalanan saling menghapus itu suatu fenomena yang biasa antara seniman, antara seniman graffiti dan suporter PSIM," ujar Ari lagi.

Sebelumnya, maraknya mural atau gambar dengan media dinding dihapus di beberapa daerah.

Atas beberapa kejadian itu, aksi "Gejayan Memanggil" mengajak para seniman untuk mengikuti lomba mural.

Humas lomba mural "Gejayan Memanggil" Mimin Muralis menyampaikan, mural atau gambar adalah kebudayaan yang dialami oleh manusia saat mulai anak-anak.

Penghapusan atau pemberangusan karya mural adalah sebagai bentuk kekeliruan penguasa atau orang dewasa.

“Coret-coretan di tembok adalah cara-cara ketika kebebasan bersuara terbatas dan sekarang coretan itu pun dibatasi,’ katanya saat dihubungi, Selasa (24/8/2021).

Dia menambahkan, dengan maraknya penghapusan mural yang terjadi di beberapa daerah pihaknya melihat bahwa generasi sekarang merupakan generasi yang tertekan dengan kebijakan pemerintah dalam menangani pandemi.

“Kami berusaha melihat generasi sekarang yang tertekan dengan kebijakan pemerintah menangani pandemi dengan cara otoriter,” ungkapnya.

https://regional.kompas.com/read/2021/08/26/184622178/lomba-mural-yogyakarta-pesertanya-dari-berbagai-daerah-gambar-bertahan-8

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke