Salin Artikel

Cerita Warga Tepi Hutan Banyuwangi Sulap Bambu Jadi Kerajinan Bernilai Ekonomi Tinggi

Papring berjarak sekitar 15 kilometer atau bisa ditempuh dengan 30 menit perjalanan dari pusat Kota Banyuwangi. Wilayah ini berada di pinggiran hutan KPH Banyuwangi Utara dengan kondisi jalan yang menanjak dan aspal yang sebagian sudah mengelupas.

Saat ditemui, tangan kiri Jamalah tampak sibuk memegang bilah bambu yang sudah dipotong tipis. Sementara tangan kanannya memegang pisau kecil untuk meraut bilah bambu yang dipegangya.

Rautan bambu yang sudah halus itu dianyam membentuk pola dengan motif yang sudah ditentukan. Hasilnya nanti adalah kap lampu bambu.

Jamalah merupakan salah satu peserta pelatihan menganyam dan membuat produk kerajinan bambu yang digelar Kelompok Belajar Kampung Batara bersama Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Nur Surya Education.

Dengan pelatihan ini, warga diharapkan bisa menambah keragaman produk anyaman bambu dan berdampak pada ekonomi warga.

Jamalah mengaku sudah puluhan tahun belajar dari orang tuanya menganyam bambu.

Warga Papring, kata dia, sudah sejak turun-temurun memanfaatkan bambu untuk anyaman.

Sebagian besar produk yang dihasilkan warga setempat merupakan besek yaitu wadah atau tempat serbaguna berbahan anyaman bambu.

"Selain besek, saya sudah bikin tas dan pincuk dari bambu juga," katanya, Minggu (22/8/2021).

Namun, produk seperti pincuk dan tas hanya dikerjakan jika ada pesanan. Sementara yang selalu dikerjakan adalah besek karena sudah ada pengepulnya.

Harga besek saat ini antara Rp 2.000 hingga Rp 3.000 per pasang tergantung ukuran.

Meski demikian, membuat anyaman bambu bukan mata pencarian utama warga di Papring. Sehari-hari mereka berprofesi sebagai petani perkebunan seperti kopi dan jagung.

Instruktur pelatihan kali ini bernama Untung Hermawan (50), pengrajin songkok dari anyaman bambu asal Desa Gintangan, Banyuwangi.

Secara umum, proses pembuatan kerajinan berbahan bambu yakni pemotongan bambu, pembelahan bambu, dan mengirat atau memotong bambu yang sudah dibelah.

Kemudian hasil keratan bambu itu disisik bagian pinggirnya agar halus. Selanjutnya dikeringkan dan dianyam sesuai pola yang diinginkan.

Menurutnya, pemanfaatan bambu di Indonesia kebanyakan masih sebatas untuk wadah makanan dan dinding rumah (gedek) yang nilai ekonomisnya masih murah.

Padahal, jika diolah lagi dengan motif yang beragam bisa menghasilkan kerajinan dengan nilai ekonomi yang berlipat-lipat.

Ia mencontohkan, dengan jumlah potongan bambu yang sama dibuat besek bernilai ekonomi Rp 2.000. Namun dengan jumlah material yang sama, bambu bisa dianyam menjadi kap lampu dan tas dengan nilai ekonominya bisa Rp 25.000.

Pelatihan kali ini yakni pembuatan anyaman dasar dengan motif matahari, pipil (langkah 1), dan motopuru (segi 6).

Pelatihan ini penting untuk regenerasi dan meningkatkan produk kerajinan bambu.

"Harapannya nilai ekonomisnya bisa lebih. Jika bisa dihaluskan lagi dan ditambah ornamen-ornamen lain bisa ratusan ribu," katanya.

Untung mengatakan, Papring sudah memiliki embrio untuk kerajinan bambu sehingga untuk mengembangkannya jauh lebih mudah.

Namun masih dibutuhkan waktu untuk pelatihan, pendampingan, dan dukungan banyak pihak.

"Harus berkesinambungan pendampingan ini. Juga mencarikan pasar juga," kata dia.

Secara umum, menurutnya, Banyuwangi sudah mulai dikenal sebagai daerah pengrajin anyaman bambu. Salah satu desa yang sudah matang dalam produksi anyaman bambu bernilai ekonomis tinggi adalah Desa Gintangan.

Dulu, sama seperti Papring, Gintangan juga baru sebatas produksi besek dan alat-alat rumah tangga seperti bakul atau kukusan.

Lalu tahun 1980-an ke atas terus berkembang ke kerajinan bernilai ekonomi tinggi seperti kap lampu, tempat tisu, tudung saji, hingga songkok.

Bambu, menurutnya, layak untuk dikembangkan karena ramah lingkungan dibandingkan alat berbahan plastik.

"Nilai ekonomisnya kalau dipoles lagi juga makin tinggi," katanya.

Ketua PKBM Nur Surya Education Anas Asuni mengatakan, pelatihan ini berguna untuk pembekalan warga mengolah bambu. Sebab, warga Papring secara umum sudah ada keterampilan dasar mengolah bambu.

"Tidak ada biaya sehingga peserta cukup datang," katanya.

Selain di Papring, pelatihan sejenis juga dilakukan di Ketapang dengan mengolah hasil laut ikan kerapu dan Desa Gombengsari berupa mebel.

Pesertanya berasal dari beragam latar belakang mulai petani, pengrajin, hingga ibu rumah tangga. Adapun program utama dari PKBM ini yakni pembelajaran pendidikan program kesetaraan paket A (setara SD/MI), paket B (SMP/Mts), dan Paket C (SMA/MA).

https://regional.kompas.com/read/2021/08/23/131635378/cerita-warga-tepi-hutan-banyuwangi-sulap-bambu-jadi-kerajinan-bernilai

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke