Salin Artikel

Kisah Sulardi Pedagang Barang Antik, Banting Setir Jualan Arang agar Dapur Terus Mengepul

SOLO, KOMPAS.com - Sulardi (47) harus memutar otak agar dapur rumahnya tetap mengepul. Ia mencari pekerjaan sampingan sebagai penjual arang.

Dia menjual arang kepada pedagang sate di wilayah Solo Raya. Satu karung arang dijual seharga Rp 5.000.

Meski untungnya tidak banyak, Sulardi mengaku cukup membantu kebutuhan sehari-hari keluarganya.

Selama ini, Sulardi menggantungkan hidupnya dengan menjual barang-barang antik di Pasar Triwindu Ngarsopuro, Jalan Diponegoro, Solo, Jawa Tengah.

Namun, sejak pandemi Covid-19, pendapatannya menurun drastis karena tidak ada pembeli.

Sepinya pembeli lantaran kebijakan pemerintah yang menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).

Pelanggannya yang kebanyakan dari luar daerah tidak bisa masuk ke Solo karena harus melengkapi berbagai persyaratan perjalanan.

Belum lagi sektor pariwisata yang menjadi pemasukan terbesar pendapatannya itu harus ditutup sementara untuk mencegah penularan Covid-19.

Alhasil, banyak wisatawan baik dari dalam maupun luar negeri yang biasanya datang ke Pasar Triwindu dan memborong barang-barang antik juga tidak bisa masuk ke Solo.

Tidak ingin menanggung rugi banyak karena sepi pembeli, Sulardi yang memiliki kios barang antik di lantai dua Pasar Triwindu Solo harus menutup sementara kiosnya.

"Saya menutup sementara karena sepinya pembeli itu selama tujuh bulan. Ini saya buka lagi tapi ya masih sepi pembeli," kata Sulardi, warga asal Wonogiri kepada Kompas.com di Solo, Jawa Tengah, Minggu (22/8/2021).

Meski kondisinya masih sepi pembeli, Sulardi mengaku merasa sedikit lega karena ada pengunjung yang datang ke Pasar Triwindu walaupun hanya sekadar berswafoto.

"Mungkin adik-adik (pengunjung) itu bosen di rumah ya cuma foto-foto. Silakan lihat-lihat saja tidak apa-apa. Kan seakan-akan mereka mengenalkan pasar kita," sambung dia.

Sulardi merasa senang karena apa yang dilakukan pengunjung tersebut dapat menginformasikan kembali kepada masyarakat lain terhadap Pasar Triwindu Solo.

"Iya senang ada pengunjung. Silaturahmi yang penting sehat dulu. Lha bagaimana jalan-jalan ditutup, antar kota tidak boleh masuk kan pengaruh juga," ungkap Sulardi yang berjualan barang antik sejak tahun 1992.

Dia menceritakan, sebelum pandemi Covid-19 melanda, banyak rombongan turis asing dari Yogyakarta ke Solo untuk membeli barang-barang antik.

Barang antik yang dia jual di Pasar Triwindu ada perabotan rumah tangga seperti piring antik, patung, replika sepeda angin, lampu hias antik buatan dari Belanda, cap batik, teko antik, dan lain sebagainya.

Adapun harganya bervariasi mulai dari yang murah Rp 10.000 hingga paling mahal sampai jutaan rupiah.

Barang antik yang harganya mencapai jutaan rupiah itu lampu hias buatan Belanda.

Dalam sehari, Sulardi bisa meraup keuntungan sekitar Rp 3 juta saat pasar tengah ramai pembeli.

"Sejak pandemi ini malah tombok (merugi). Saya dari Wonogiri ke Solo tiap hari juga butuh ongkos. Makanya saya banting stir jualan arang," ucap dia.

Pedagang lainnya, Ibu Fauzan juga mengungkapkan, kondisi kiosnya yang sepi pembeli sejak pandemi Covid-19.

Saking tidak ada pembeli, dia sempat menutup kiosnya selama tujuh bulan terhitung pada April 2020 hingga November 2020.

"Saya tutup sampai tujuh bulan. Saya buka lagi November 2020 tapi sampai sekarang masih sepi pembeli," ungkap dia.

Menurut dia, pandemi Covid-19 berdampak terhadap usahanya yang telah ditekuni sejak tahun 1975. Selama pandemi pendapatannya menurun hingga 90 persen.

Selama penutupan sementara, Fauzan mengandalkan usahanya yang lain yaitu menjual hiasa berupa permata dan berlian.

"Selain jualan di sini. Saya punya usaha lain di rumah. Banyak pesanan yang saya dapatkan untuk hiasa berlian. Walaupun di rumah saya masih bisa jalan," ungkap dia.

https://regional.kompas.com/read/2021/08/22/154906278/kisah-sulardi-pedagang-barang-antik-banting-setir-jualan-arang-agar-dapur

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke