Salin Artikel

Kisah Warga Juru Seberang Belitung, Giat Budidaya Mangrove untuk Lestarikan Ikan, gara-gara Perairannya Dirusak Penambang Timah Ilegal

Sebelumnya, wilayah ini rusak lantaran penambangan timah. Sejak masa 1950-an, Desa Juru Seberang menjadi salah satu lokasi penambangan timah.

Meski lahan sempat dikembalikan ke pemerintah pada 1980an, namun kegiatan penambangan timah terus berlanjut. 

Kali ini proses penambangan dilakukan secara ilegal.

"Pengambilan timah itu tanpa aturan. Jadi tempatnya dari dataran hingga lautan itu rusak,” kata Wakil Ketua Kelompok Seberang Bersatu, Jufri dalam keterangan tertulis, Sabtu (14/8/2021).

Jufri menuturkan, akibat penambangan itu, ekosistem dan mata pencaharian penduduk yang mayoritas nelayan terganggu.

Sehingga kemudian pada 2013, muncul gagasan untuk merehabilitasi lingkungan berbasis ekosistem mangrove.

"Jadi mayoritas warga berpikir, kalau mangrovenya dibabat, udang, kepiting, suatu hari akan punah. Akhirnya sadar, ada penambang (timah) yang masuk jadi penggiat mangrove,” kata dia.

Jufri mengatakan, kelompok awalnya hanya mengelola 5 hektar lahan. Selama masa awal ini, Jufri dan kawan-kawan mengalami kesulitan.

Dari 5.000 bibit mangrove yang coba mereka tanam, mangrove yang tumbuh hanya sekitar 10 persen.

“Waktu itu kita belum dapat ilmunya,” ujar dia.

Belajar dari salah tanam bibit mangrove

Beranjak dari kegagalan ini, Jufri dan kelompoknya membuat divisi-divisi. Ada kelompok yang khusus membudidayakan, renovasi, dan tukang.

Jufri sendiri belajar teknik membudidayakan mangrove hingga ke Karangsong, Indramayu dan Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara.

Dari perjalanan ini, Jufri mulai menemukan jawaban masalah budidaya mangrove di kelompoknya.

“Saya terjun ke lapangan, baca buku, buka Google, ternyata bibit yang ditanam kelompok tidak cocok di bekas tambang. Ditemukan jenis Stylosa dan Mucronata, dan program sekarang Apiculata,” ucap dia.


Budidaya mangrove terlihat hasilnya pada 2018

Perjuangan kelompok ini dalam membudidayakan mangrove mulai terlihat pada 2018. Sekarang, kelompoknya sudah bisa membudidayakan bibit mangrove secara mandiri.

“Ketika Stylosa-nya berbuah kita cepat panen dan budidayakan,” ujar dia.

Selama proses pembibitan itu, para anggota Seberang Bersatu juga sudah memiliki pemahaman mengenai jenis mangrove apa yang cocok di lokasi tertentu.

Contohnya AirNav Indonesia menggelar penanaman 5.000 mangrove.

“85 persen tumbuh semua,” ujar Jufri.

Puncaknya, Kelompok Seberang Bersatu mendapat izin usaha pemanfaatan (IUP) hutan lindung seluas 757 hektar di lahan bekas tambang timah pada 2019. Lahan itu dimanfaatkan sebagai kawasan ekowisata Hutan Kemasyarakatan (HKm) Juru Seberang.

Bantuan saat pandemi

Kini, pada masa pandemi Covid-19, Jufri dan kelompoknya memutar otak. Selama PPKM Kawasan HKM Juru Seberang tak bisa mendapat wisatawan. Tentunya menyulitkan masyarakat.

Jufri mengatakan, menjadi kelompok pelaksana penanaman mangrove Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tahun ini, membawa angin segar bagi masyarakat. Warga yang menanam mangrove bisa mendapat upah harian.

“Alhamdulillah rencana kita menanam mangrove sekarang terwujud, juga warga yang tidak mendapat pekerjaan bisa mengais rupiah dari penanaman mangrove,” ucap Ketua Kelompok Perhutanan Sosial (KUPS) Penanaman Mangrove ini.

https://regional.kompas.com/read/2021/08/16/110000478/kisah-warga-juru-seberang-belitung-giat-budidaya-mangrove-untuk-lestarikan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke