Salin Artikel

Jojong Dao dan Latung, Makanan Tradisional Warga Manggarai yang Terancam Punah

BORONG, KOMPAS.com - Jojong dao dan latung merupakan nama jenis hidangan makanan di bagian Flores Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Jojong dao terbuat dari bahan ubi kayu, dan jojong latung dari bahan jagung.

Dao adalah bahan lokal untuk menyebut ubi kayu, sedangkan jojong itu jenis menu yang sudah diolah secara halus dan dimasak dengan wadah bambu.

Jojong dao, makanan tradisional leluhur orang Manggarai sebelum mengenal nasi.

Di masa lampau, Jojong dao dan latung menjadi makanan pokok orang Manggarai, kini perlahan-lahan ditinggalkan karena terbiasa makan nasi.

Jojong dao dan latung merupakan hidangan tradisional yang dibuat dari bahan ubi kayu dan jagung.

Uniknya, Jojong hanya dihidangkan saat ritual adat atau saat menyambut tamu istimewa yang mengunjungi rumah adat di Flores Barat.

Flores Barat terdiri dari Kabupaten Manggarai Timur, Manggarai, Manggarai Barat dan Ngada.

Untuk membuat dan memasak Jojong dao dan latung tidak mudah, hanya dilakukan oleh perempuan khusus yang memiliki keterampilan.

Bahkan, tidak semua perempuan di Flores Barat bisa mengolah ubi kayu dan jagung menjadi jojong.

Pensiunan Kepala Sekolah SMPK Wae Mokel, Kelurahan Watunggene, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Yoseph Geong menjelaskan, biasanya Jojong disajikan saat musim panen jagung dan musim tanam.

Geong menjelaskan, makanan pokok warga di seluruh Manggarai di era 1960-an adalah jagung dan ubi kayu.

“Di era 1960-an, saya makan jojong dao dan latung pada pagi, siang, dan malam, karena masa itu adalah masa paceklik atau masa krisis beras di seluruh wilayah Manggarai. Makan jojong dao dan latung di era itu untuk menggantikan nasi. Waktu itu serba sulit bagi keluarga-keluarga di seluruh Manggarai untuk menghidangkan nasi,” kata Geong kepada Kompas.com, Jumat (12/8/2021).

Geong menjelaskan, biasanya cara mengolah jojong dao dan latung, orangtua mengambil ubi kayu.

Kulit luarnya dibersihkan. Ubi kayu yang sudah dibersihkan itu dipotong menjadi kecil. Orang lokal menyebut koil atau kuil.

Selanjutnya, ubi kecil itu dijemur agar kandungan airnya tidak ada di dalam ubi tersebut.

Kemudian, ubi kecil yang sudah kering ditumbuk menjadi tepung.

Jika sudah menjadi tepung halus, maka tepung diperas untuk memisahkan tepung-tepungnya.

Selanjutnya, tepung halus itu dimasak. Lantas dihidangkan kepada anak-anak atau anggota keluarga yang mengunjungi rumah tersebut.

Begitu pun olahan jojong latung, Geong menjelaskan, zaman itu yang sangat mudah dilakukan oleh orangtua adalah membuat kadea sero, bahasa lokal untuk jagung goreng.

Dahulu, penghasil utama para petani di seluruh Manggarai adalah jagung. Jagung lebih dulu dipanen dan kemudian panen padi atau woja.

“Saat ini saya amati bahwa hidangan jojong dao dan latung di kampung-kampung sudah jarang dihidangkan. Ini merupakan kekhawatiran bahwa hidangan tradisional warisan leluhur ini perlahan-lahan ditinggalkan di tengah arus era kue modern yang datang dari luar," katanya.

"Jika hidangan jojong dao dan latung tidak lagi menjadi kebiasaan keluarga di kawasan Manggarai, maka alat-alat tradisional seperti ghalu alu (alat tumbuk) dan ngensung atau lesung (tempat untuk menumbuk yang terbuat dari kayu) perlahan-lahan akan punah," jelasnya.

Terancam punah

Dosen Universitas Cendana (Undana) Kupang Marsel Robot menjelaskan, warga saat ini tidak lagi menghidangkan jojong dao dan latung.

Menurut dia, warisan hidangan tradisional yang dimiliki kaum perempuan di Flores Barat ini sangat berbeda dengan daerah lain di Indonesia.

“Saya memiliki kekhawatiran di masa depan kuliner khas di Manggarai Timur perlahan-lahan hilang di tengah arus kuliner modern dari luar Manggarai. ," katanya.

Marsel berharap, pemerintah setempat terus mengembangkan kuliner lokal sebagai identitas suatu daerah.

“Saya berharap makanan tradisional ini tetap dilestarikan dengan kebiasaan menghidangkan makanan jojong dalam setiap ritual adat dan kegiatan pemerintah. Pemerintah lewat instansi terkait terus mengkampanyekan kebiasaan makan jojong dao dan latung," harapnya.

Sementara itu, warga Dusun Waekekik, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Maria Goreti Ena menjelaskan, orangtuanya saat ia masih gadis mengajarkan cara memasak jojong dao dan latung atau kadea.

Maria menjelaskan, jojong dao dan latung atau kadea merupakan hidangan makanan tradisional saat ritual adat dan ritual perkawinan di kampung-kampung.

Jojong dao dan latung saat zaman dahulu merupakan makanan pengganti nasi.

"Saya biasa makan jojong dao dan latung atau kadea yang diolah sendiri," jelasnya.

Warga lainnya, Sebina Ndeok menambahkan, tidak semua kaum perempuan bisa memasak makanan jojong dao dan latung.

Menurut dia, diperlukan adanya pelatihan khusus untuk mahir memasak jojong dao dan latung.

"Saya berharap warisan budaya ini tetap dilestarikan dengan membangkitkan semangat generasi muda untuk belajar masak jojong dao dan latung. Saat ritual adat dilangsungkan hidangkan makanan jojong dao dan latung," kata Ndeok.

https://regional.kompas.com/read/2021/08/15/142421078/jojong-dao-dan-latung-makanan-tradisional-warga-manggarai-yang-terancam

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke