Salin Artikel

Mengenal Masalembu, Segitiga Bermuda Versi Indonesia, Ada di Sumenep Madura

Masalembu adalah nama salah satu kecamatan di Sumenep, Madura yang dikenal sebagai Segitiga Bermuda versi Indonesia.

Salah satu keganasan perairan Maselembo adalah tenggelamnya KMP Tampomas II pada Selasa, 17 Januari 1981. Saat itu ada 288 korban jiwa dari penumpang dek bawah.

Tampomas bukan satu-satunya korban dari 'keangkeran' Segitiga Bermuda versi Indonesia ini.

Dikutip dari Tribunnews, kecelakaan yang terjadi di perairan Maselembu adalah tenggelamnya Kapal Senopati Nusantara pada 29 Desember 2006, hilangnya pesawat Adam Air pada 1 Januari 2007, tenggelamnya KM MUtiara Indah pada 19 Juli 2007.

Selain itu tenggelamnya KM Fajar Mas pada 27 Juli 2007, KM Sumber Awal pada 16 Agustus 2007, dan KM Teratai Prima pada 11 Januari 2009.

Serta KM Mutiara Sentosa I pada 19 Mei 2017. Terakhir adalah kepal perang milik TNI Angkatan Laut KRI Teluk Jakarta 541.

Kapal perang tersebut tenggelam di kedalaman 90 meter di dekat Pulau Kangean, Jawa Timur pada Selasa 914/7/2020).

Beruntung 55 ABK berhasil selamat dan tidak ada satu pun korban jiwa. Rentetan peristiwa itu menempatkan wilayah Masalembo sebagai daerah penuh misteri.

Kepulauan tersebut terdiri atas tiga pulau utama, yaitu Pulau Masalembu, Pulau Masakambing, dan Pulau Keramaian.

Semua kepulauan tersebut berada di wilayah Kecamatan Masalembu, Kabupaten Sumenep, Provinsi Jawa Timur.

Segitiga Masalembu merupakan sebuah garis khayal yang menghubungkan Pulau Bawean, Kota Majene dan Kepulauan Tengah di Laut Jawa dan termasuk perairan Masalembo di dalamnya.

Dikutip dari Intisari.grid.id, kawasan Masalembu dicurigai sebagai titik munculnya fenomena alam yang disebut air pocket atau kantung udara.

Air pocket adalah kondisi di mana udara mengalir dalam kecepatan tinggi.

Pesawat yang kebetulan terbang di atasnya bisa dengan tiba-tiba tersedot ke bawah atau terpental.

Lantas perairan di kawasan tersebut juga berbahaya dengan adanya perairan dalam yang berputar.

Kawasan Masalembu juga memiliki arus sangat kencang yang berasal dari barat dan terus memanjang ke Laut Jawa.

Selain itu dari Selat Makassar terdapat arus utara yang terjadi akibat perbedaan suhu. Dua arus yang berbeda ini kemudian bertemu di Segitiga Masalembo dengan membawa materi lain termasuk sedimen laut.

Sebagian besar masyarakat yang tinggal di kawasan Masalembu berprofesi sebagai nelayan.

Di kalangan mereka, ada pantangan melaut pada Desember hingga Juni karena pada saat itu, gelombang laut Maselembu sangat tinggi dan besar.

Masyarakat juga mempunyai istilah ‘garis putih’ untuk menggambarkan daerah yang biasanya paling banyak memakan korban.

Garis putih ini adalah batas wilayah aman bagi nelayan untuk melaut dan bagin yang dibatasi adalah bagian yang sakral.

Apabila masih ada yang nekat melewati garis putih ini maka nelayan percaya bahwa orang tersebut tidak akan selamat termasuk kapal dan seluruh bawaannya.

Bahkan tak jarang ada warga keturunan Kalimantan yang tinggal di Maselembu.

"Dulu orang-orang Bugis dan Mandar dimotivasi oleh keinginan untuk lepas dari tekanan penjajah Belanda, sehingga jalan satu-satunya adalah mencari daerah baru yang dipandang aman," cerita Cici (45), keluarga tokoh adat di Masalembu.

Ia bercerita salah satu tokoh yang membuka Maselembu adalah Toan Karaeng yang disebut berasal dari Sulawesi. Ia menuntut ilmu di Mekkah dan dikenal sebagai ulama besar di Maselembu.

Namun pulau tersebut disebut juga dihuni sejak abad 17 dan kerap disinggahi saudagar dari Bugis saat kondisi angin tak memungkinkan untuk berlayar.

Terkait nama Masalembu, Darwis warga Desa Masalima bercerita saat orang Bugis datang di pulau tersebut, mereka melihat banyak sapi dan lembu sehingga mereka menyebut Masalembu yang berarti banyak lembu.

“Saat itu, pulau yang masih tanpa nama tersebut penuh dengan hewan jenis sapi atau lembu. Oleh karenanya, orang-orang Bugis menyebut pulau tersebut dengan sebutan Nusa (pulau) Lembu," kata Darwis.

"Namun, lama kelamaan berubah menjadi Masalembu. Masa berarti banyak, jadi Masalembu bermakna banyak lembu. Tanah di pulau itu sangat cocok untuk menanam pohon kelapa, sehingga orang-orang Bugis itu mulai menanam tunasnya,” kata pria berdarah campuran Madura-Bugis-Mandar ini.

https://regional.kompas.com/read/2021/08/10/165000478/mengenal-masalembu-segitiga-bermuda-versi-indonesia-ada-di-sumenep-madura

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke