Salin Artikel

Dipecat karena Pandemi, Sopir Bus Ini Tekuni Bisnis Melukis Wayang di Batu Kali

GROBOGAN, KOMPAS.com - Nur Ahmadi (55), warga Dusun Sinawah, Desa Kronggen, Kecamatan Brati, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, sempat kelimpungan lantaran profesi sopir bus yang digelutinya sejak remaja tak lagi bisa diandalkan akibat pandemi Covid-19.

Pagebluk nyata telah melumpuhkan bisnis transportasi hingga akhirnya di pertengahan tahun lalu ia pun dirumahkan oleh bosnya.

Menyandang predikat pengangguran, bapak dua anak ini terpaksa pulang ke kampung halamannya dengan dibayangi keresahan bagaimana kelangsungan hidupnya nanti.

Perasaannya saat itu campur aduk. Apakah masih ada peluang bagi dirinya untuk menyambung hidup, menafkahi anak dan istri.

Di rumah lebih dari dua bulan, Ahmadi yang belum juga mendapatkan pekerjaan nyaris putus asa, apalagi sisa uang tabungannya perlahan menipis untuk menyokong biaya kebutuhan keluarga.

"Sejak wabah corona, usaha bus tak ada pemasukan, saya dan teman-teman pun di PHK. Penumpang sepi dan bahkan nihil akibat banyak pembatasan," kata Ahmadi saat ditemui Kompas.com di kediamannya di kawasan perbukitan Kendeng Utara, Dusun Sinawah, Selasa (10/8/2021).

Hari demi hari berlalu, berulang kali juga Ahmadi harus memutar otak bagaimana langkahnya supaya dapur di rumahnya bisa terus mengebul.

Ahmadi mencoba peruntungan menjadi kuli bangunan mengikuti jejak beberapa orang tetangganya.

"Pekerjaan buruh bangunan jika lokasinya dekat saya lakoni, namun tidak jika harus ke luar kota. Saya pun terus berdoa Ya Allah beri saya pekerjaan lain untuk menambah penghasilan," ujar Ahmadi.

Berikhtiar ingin menambah penghasilan, Ahmadi yang sejak kecil senang melukis tertarik untuk mencari secercah harapan baru di sana.

Awalnya, Ahmadi hendak menjual kecakapan melukisnya di atas kanvas, namun niatan itu dikesampingkan mengingat ia tak punya modal.


Terlebih lagi, kata dia, lukisan di kanvas sudah lazim ditemui sehingga kemungkinan sukar untuk bersaing.

Ahmadi lantas mencari gagasan lain supaya karya lukisnya bisa lebih terlihat unik, menarik, dan berbeda.

Singkat kata, lantaran tak jauh dari rumahnya ia sering menjumpai batu-batu liar yang ada di pinggir sungai dan hutan kawasan perbukitan Kendeng Utara, saat itu kemudian tercetus ide untuk melukisnya.

Karena kegilaannya akan kisah pewayangan, Ahmadi pun lebih memilih membawa pulang batu-batu yang secara alami bercorak menyerupai figur tokoh-tokoh pewayangan.

Adapun setiap batu yang dilukisnya itu berbobot dan tingginya rata-rata sekitar 60 sentimeter.

Batu-batu pilihan yang rampung dilukis dengan warna dominan wayang tidak hanya sedap dipandang mata, namun juga memaksa sensasi kita menerjemahkan sosok wayang yang diciptakannya.

"Di tengah kebingungan itu saya coba menghibur diri berjalan di pinggir sungai dan hutan perbukitan kendeng. Di sanalah saya melihat banyak batu yang bentuknya serupa tokoh-tokoh pewayangan. Nah kemudian muncul ide menyempurnakan wujud wayang dari batu itu dengan melukisnya," ungkap Ahmadi, pecandu wayang itu.

Butuh kesabaran

Meski terlihat sepele, menurut Ahmadi, untuk mewarnai sebuah batu hingga membentuk satu karakteristik wayang bukanlah perkara mudah. Dibutuhkan kesabaran, keahlian serta kecintaan akan dunia pewayangan.

Sebelum dilukis, batu-batu tersebut dicuci dengan air hingga bersih. Sementara untuk proses pewarnaan diawali dengan menutup permukaan batu dengan cat warna putih.

"Kuncinya cintai wayang dan melukis dengan hati. Setiap karakter wayang itu berbeda-beda bentuknya. Kita harus paham itu dulu. Untuk warna dominan wayang di antaranya yaitu putih, emas, hitam dan merah. Melukis batu, saya pilih menggunakan cat rumah yang berkualitas dan kriteria batu saya juga pilih yang berkualitas," jelas Ahmadi.


Sudah hampir setahun ini, Ahmadi terhitung mulus menekuni bisnis melukis wayang di batu kali.

Sudah ratusan buah batu yang dilukisnya itu terjual. Ahmadi membanderol harga setiap batu yang rampung dilukis yaitu Rp 150.000 hingga Rp 350.000.

Lima bulan terakhir ini, Ahmadi pun mengajak serta beberapa orang tetangganya yang juga terdampak wabah Covid-19 untuk ikut membantu mengembangkan usaha kecilnya di rumah.

Selain usaha dipusatkan di rumah Ahmadi, penjualan juga dipromosikan melalui media sosial.

"Sehari kami mampu merampungkan lukisan wayang pada dua atau tiga buah batu. Ini tanpa sentuhan pahat karena batu sudah berkarakter. Setahun ini sudah terjual ratusan batu berlukis. Untuk harga menyesuaikan ukuran serta kesukaran. Dan yang paling mahal kami tempel penopang berupa kayu jati. Batu berlukis ini untuk hiasan di rumah atau kantor. Pembelinya yaitu warga Kabupaten Grobogan dan kabupaten lain," pungkas Ahmadi.

https://regional.kompas.com/read/2021/08/10/161732078/dipecat-karena-pandemi-sopir-bus-ini-tekuni-bisnis-melukis-wayang-di-batu

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke