Salin Artikel

Peluh Para Pahlawan Olimpiade Tokyo 2020

Kalimat tersebut tepat mewakili kisah perjalanan para pahlawan Olimpiade.

Mayoritas masyarakat berdecak kagum mengetahui bonus dan hadiah yang diterima oleh para atlet Olimpiade Tokyo 2020.

Namun, publik sebaiknya juga tahu bahwa untuk mencapai hasil tersebut, para atlet tersebut harus bermandi peluh, bahkan sejak kecil.

Berikut kisah-kisah perjuangan para atlet pahlawan Olimpiade Tokyo 2020:

Mata Apriyani kecil berbinar-binar ketika melihat ayah dan ibunya bermain bulu tangkis di halaman rumah.

Siapa sangka, sekitar 20 tahun kemudian, gadis kecil asal Lawulo, Kecamatan Anggaberi, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara itu menjadi peraih emas pada cabang badminton di Olimpiade Tokyo 2020.

Salah satu orang yang paling berjasa dalam perjuangan Apriyani adalah almarhumah ibunya, Siti Jauhar.

Menurut ayah Apriyani, Ameruddin, sang ibu selalu mendampingi putrinya itu bertanding bahkan ketika masih di level junior.

"Ibunya bahkan beberapa kali harus menggadai perhiasannya agar Ani bisa terus bermain," kenang sang ayah.

Ameruddin mengatakan, untuk kali pertama, Apriyani berkenalan dengan bulu tangkis lewat sebuah raket kayu buatan sang ayah.

Saat itu usia Ani, sapaan Apriyani, masih tiga tahun.

"Jadi saat pertama mencoba olahraga ini, Ani menggunakan raket yang saya buat dari kayu dengan dengan shuttlecock terbuat dari jerami," tutur Amerudin.

Keinginan Apriyani untuk memiliki raket sungguhan kian menggebu ketika dirinya duduk di bangku Sekolah Dasar (SD).

Jika tidak mendapatkan raket, Apriyani kecil akan menangis.

"Kalau tidak dikasih raket, dia menangis," kenang Ameruddin.

Sang ayah yang saat itu tidak bisa membelikan raket bagus, akhirnya memberi Ani sebuah raket usang dengan tali senar yang putus.

Tapi hal itu tak menyurutkan langkah Ani berlatih bulu tangkis.

Jarak gedung dari rumah Ani 9 kilometer. Setiap kali berlatih, Ameruddin teringat putrinya itu selalu lari ke tempat latihan.

"Jadi dia lari dari rumah ke SKB, saya naik motor. Begitu juga kalau habis latihan, pulang dari SKB ke rumah begitu setiap sorenya, karena dia mau latihan sendiri," kata Ameruddin.

Prestasi Ani di bidang badminton terus menanjak sejak SD hingga dewasa.

Hingga akhirnya, Apriyani Rahayu dan Greysia Polli memastikan raihan emas setelah menang atas wakil China, Chen Qing Chen/ Jia Yi Fan pada partai puncak Olimpiade Tokyo 2020, Senin (2/8/2021).

Mereka menjadi ganda putri Indonesia pertama yang menyabet medali emas olimpiade.

Di balik kemenangan itu, ada doa ayah Apriyani.

"Doa saya bukan hanya untuk dia saja, mereka berdua Greysia Polii juga. Saya shalat Tahajud juga tidak lepas, sejak dia tinggalkan saya ke Jakarta tahun 2011," ungkap Ameruddin.

Usianya masih belasan tahun, namun sudah mencetak prestasi di kancah internasional.

Dia adalah Windy Cantika Aisyah, atlet cabor angkat besi yang menyumbangkan medali pertama bagi Indonesia dalam Olimpiade Tokyo 2020.

Sang pelatih, Dewi Nuranis, tak bisa membendung air mata ketika Cantik, sapaan akrab Windy Cantika menerima medali perunggu.

"Usia 19 tahun meraih peringkat ketiga dunia, sudah sangat luar biasa," tutur Dewi haru.

Dewi pun berkilas balik soal perjuangan Cantik mencapai Olimpiade.

Dia aktif bergabung dengan tim latihan di Kabupaten Bandung, Jawa Barat sejak usia 11 tahun.

Dewi melihat, Cantik memiliki potensi dan terlihat berbeda di antara atlet-atlet yang lain.

Antusiasnya terhadap angkat besi terlihat jelas saat Cantik selalu meminta latihan tambahan, padahal teman-teman Cantik lainnya memilih pulang.

"Cantik kan pulang sekolah pukul 14.30 WIB. Setelah itu ia istirahat atau tidur sebentar. Bada Ashar sekitar pukul 15.30 mulai latihan selesai Maghrib. Nah cantik suka minta latihan tambahan, jadi kami (pelatih) suka memberi 30 menit tambahan latihan," tutur Dewi.

Ibunda Cantik, Siti Aisah ternyata juga adalah seorang lifter berprestasi.

Siti meraih medali perunggu di kejuaraan dunia tahun 1987 di Amerika Serikat.

Sebagai atlet, Siti pun melihat tekad kuat Cantik sejak putrinya kecil.

Tetapi Siti tidak pernah memaksakan anaknya menjadi seorang lifter.

Bahkan, Siti sempat menanyakan kesiapan Cantik sebelum mengikuti Pelatnas.

Misalnya, Cantik tidak akan diperbolehkan sembarangan mengonsumsi makanan dan tidak banyak memiliki waktu bersama keluarga.

Dua kali Idulfitri pun, Cantik tak bisa pulang karena harus mempersiapkan kejuaraan.

"Saat itu anak saya bilang, enggak apa-apa, Neng siap. Begitu mendengar ucapan Cantik, saya mendoakan," kata Siti.

Anak seorang petani Desa Serba Jaman Tunong, Kecamatan Tanah Luas, Kabupaten Aceh Utara itu turut mewakili Indonesia di Olimpiade Tokyo.

Effendi Eria, pelatih angkat besi Aceh mengatakan, bakat Nurul Akmal terlihat ketika sedang mengangkat padi.

"Nurul Akmal awalnya ditemukan oleh perwakilan kami pertama saat dia sedang mengangkut padi," kata Effendi Eria, Senin (2/8/2021).

Melihat bakat tersebut, Nurul pun diminta melakukan latihan. Pelatih mengikutkannya dalam program pembinaan Diklat Tunas Bangsa yang dikelola oleh Dinas Pemuda Dan Olah Raga Provinsi Aceh.

"Karena dilihat ada potensi dan ada kemauan dia dilatih dan dibina di Diklat Tunas Bangsa, seluruh biaya ditanggung Dispora Aceh," tutur Effendi.

Sejak mengikuti pelatihan, Nurul Akmal sudah terlihat antusias dan disiplin hingga menjadi panutan bagi adik-adik atlet angkat besi.

Kedisiplinannya pun berbuah manis. Dia sudah menjadi juara PON sejak 2016, bahkan memecahkan rekor snatch dan clean and jerk sekligus pemegang rekor nasional.

Nurul kembali meraih juara nasional di Riau pada 2017.

Tahun 2018, Nurul Akmal dipanggil ke Pelatnas untuk Asean Games hingga bisa melaju ke final kelas 87 kilogram di Olimpiade Tokyo.

Sumber: Kompas.com (Penulis : Reni Susanti, Kiki Andi Pati, Raja Umar | Editor : Teuku Muhammad Valdy Arief, Pythag Kurniati, Aprilia Ika)

https://regional.kompas.com/read/2021/08/08/060000178/peluh-para-pahlawan-olimpiade-tokyo-2020

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke