Salin Artikel

Cerita Bupati Maluku Tengah dan Istri Jadi Petani Selama Masa Pandemi, Hasil Panen Dibagi ke Masyarakat

AMBON, KOMPAS.com - Bupati Maluku Tengah Tuasikal Abua dan istrinya Mien Tuasikal memiliki aktivitas lain selama masa pandemi Covid-19.

Sejak pandemi corona di Maluku, Abua dan istrinya kerap meluangkan waktu untuk menanam ubi jalar di lahan kosong.

Mereka juga ikut mengajak masyarakat untuk bertani di masa pandemi yang serba sulit.

Hasil dari aktivitas menanam itu lantas dibagikan ke masyarakat yang ada di desa-desa di wilayah tersebut.

Menurut Abua, aktivitas menanam telah dilakukan bersama istrinya sejak pandemi corona mewabah di Maluku pada April 2020.

“Awalnya saya mengajak ibu, saya bilang di tengah pandemi ini sebaiknya mari kita berkebun untuk membantu masyarakat, dan ternyata diterima,” kata Abua kepada Kompas.com via telepon selulernya, Rabu (4/8/2021).

Setelah keduanya sepakat untuk berkebun, mulailah mereka mendiskusikan jenis tanaman apa yang akan ditanami.

Sesuai hasil diskusi, pilihannya jatuh untuk menanam ubi jalar atau oleh masyarakat Maluku disebut patatas.

Abua menuturkan, langkah awal, ia dan istrinya kemudian mengajak beberapa masyarakat untuk ikut terlibat dalam penanaman ubi jalar.

Mereka kemudian memanfaatkan lahan kosong di Maluku Tengah untuk dijadikan lokasi penanaman ubi jalar.

“Jadi, kami berdayakan masyarakat juga. Ada lahan masyarakat yang kami pakai juga, ada lahan pemda juga yang kami manfaatkan,” ujar dia.

Abua mengaku, kegiatan penanaman ubi jalar yang diinisiasi bersama istrinya itu sangat didukung oleh masyarakat karena masyarakat juga diberdayakan secara langsung dalam kegiatan tersebut.

“Jadi, selama masa pandemi ini saya betul-betul menjadi seorang petani,” ujar dia.

Abua menuturkan, sejak terlibat bersama istrinya dalam kegiatan penanaman, sudah lebih dari lima kali panen ubi jalar dilakukan.

Hasil panen itu kemudian dibagikan kepada masyarakat di Masohi dan di desa-desa yang ada di kabupaten tersebut.

“Patatas yang kami panen lalu dibagikan ke semua desa. Saya dan ibu turun ke desa-desa untuk membagikan, dan masyarakat sangat senang sekali,” ujar dia.

Rencananya, hari ini, Abua dan istrinya juga akan membagikan hasil panen patatas ke warga sejumlah desa di Pulau Haruku dan Pulau Saparua.

“Hari ini rencananya kami bagi ke Desa Rohomoni, Desa Kailolo di Pulau Haruku, nanti juga ke Saparua,” kata dia.

Abua menuturkan, selama terlibat dalam aktivitas menanam, sudah ratusan ton ubi jalar yang dipanen dan dibagikan ke masyarakat. Dalam setahun, kata Abua, ubi jalar yang ditanami itu dipanen tiga kali.

“Kalau dalam setahun itu tiga kali panen dan setiap kali panen itu bisa dapat 50 sampai 60 ton,” ujar dia.

Biasanya, hasil panen dibagikan langsung ke masyarakat dan sisanya dibagikan ke warga yang terlibat dalam kegiatan menanam.

Menurut Abua, selama terlibat dalam kegiatan penanaman hingga panen, dia dan istrinya telah berkeliling ke desa-desa untuk membagikan ubi jalar kepada puluhan ribu warga.

“Biasanya itu ibu yang selalu berkeliling bagi ke desa-desa, setiap warga dapat enam kilo. Itu saya pesan kertas kresek sudah lebih dari 25.000 dan sudah habis semua, kami juga pesan tas lainnya juga sudah habis,” ujar dia.

Abua mengatakan, aksi memanam ubi jalar yang dilakukannya selama ini sebenarnya bisa dilakukan semua orang, apalagi di tengah situasi pandemi saat ini.

Bagi Abua, saat situasi sulit dan impitan ekonomi akibat pandemi, berbagai masalah harus dapat dicari jalan keluarnya, dan aksi menanam ubi jalar dengan melibatkan masyarakat merupakan salah satu solusinya.  

“Jadi, ini salah satu solusinya, ya bisa dibilang ini sebagai inovasi untuk masalah yang kita hadapi saat ini," kata dia.

Ia bersyukur karena kegiatan yang dilakukannya bersama istrinya itu dapat membawa manfaat bagi masyarakat.

Bahkan, saat ini banyak warga di wilayah itu yang telah memanfaatkan lahan kosong mereka untuk menanam ubi jalar.

“Kami bersyukur karena apa yang kami bagikan ke masyarakat bisa membantu mereka saat situasi pandemi saat ini. Bagi saya, itulah hidup, harus bisa bermanfaat bagi sesama manusia,” ujar dia.

Abua mengaku, menjadi petani ternyata bukanlah pekerjaan yang mudah, butuh kesabaran karena setiap hari seorang petani harus menahan teriknya matahari dan harus rela kedinginan saat musim hujan.

Baginya, pekerjaan sebagai seorang petani merupakan pekerjaan yang sangat mulia. Sebab, dari tangan para petani, seluruh masyarakat bisa dihidupi.

“Saya merasakan betul menjadi seorang petani, sampai wajah saya sudah mau gosong. Petani ini pekerjaan yang mulia,” kata dia.

https://regional.kompas.com/read/2021/08/04/155127578/cerita-bupati-maluku-tengah-dan-istri-jadi-petani-selama-masa-pandemi-hasil

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke