Salin Artikel

Kemukus, Si Emas Hitam yang Pernah Berjaya di Jalur Rempah Nusantara, Kini Mulai Langka

Salah satunya, kisah merapah rempah dari lembah di antara Gunung Sundoro dan Gunung Ungaran, Jawa Tengah.

Orang jawa kerap menandai komet atau bintang berekor dengan julukan lintang kemukus.

Kemunculannya kadang digunakan sebagai pertanda sebuah peristiwa besar. Tampaknya, julukan itu merujuk biji kemukus yang kerap disebut juga merica berekor.

Dikutip dari nationalgeographic.grid.id, sebutan kemukus hadir di sederet bahasa daerah. Orang Jawa Tengah dan Jawa Timur menyebutnya kemukus atau timukus. Orang Sunda menyebutnya rinu. Orang Madura menyebut kamokos. Lalu, kemukuh kata orang Simalur di barat Sumatra.

Kini, kemukus (Piper cubeba) merupakan salah satu tanaman rempah yang melangka.

Padahal, Purseglove dalam bukunya Tropical Crops Dycotyledonae, terbit 1968, mengungkapkan tanaman ini meru­pakan endemik Indonesia.

Dahulu tanaman ini tumbuh liar di barat Nusantara. Ketika zaman Hindia Belanda, penghasil utamanya: Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatra Utara, dan Kalimantan Tengah.

Menurut tim survei Balittro, dalam laporan studi penyerapan bahan obat alami di Indonesia pada 2003, tanaman kemukus hanya dijumpai di Jawa Tengah dengan luasan sekitar 517 hektare.

Desa ini terletak di ketinggian 560 meter dari permukaan laut dan berjarak 24 kilometer dari ibu kota Kabupaten Temanggung.

Desa sejuk ini terletak di lembah perbukit­an hijau. Kopi, cengkih, vanili, kapulaga dan kemukus di kebun warganya.

Salah satu warganya, Suparno, sedang memastikan tanaman kemukusnya bisa dipanen tahun depan, biasanya jatuh pada Agustus.

Dia menanam kemukus karena orang tuanya juga mengenalkan tanaman ini sejak kecil.

Namun, sejak lima tahun lalu dia baru mencoba menanam sendiri. Berawal dari 50 pohon kemukus, panen pertama datang setelah masa tanam tiga tahun. Hasilnya, 30 kilogram kemukus kering.

“Kita bercocok tanam kemukus ini harus dengan cara nanem, yaitu nandur (menanam) dan nemu (menemukan),” ujarnya.

Tanaman ini tidak perlu perawatan khusus. Kemukus juga tidak perlu dipupuk, sekalipun pupuk kandang. Semua jenis pupuk akan berakibat kematian bagi tanaman ini.

“Terutama pupuk kimia, walaupun ladang tetangga yang dipupuk maka tanaman kemukus dan vanili kita akan mati,” kata Suparno.

Warga bersepakat bercocok tanam dengan pola organik dan tidak menggunakan pupuk kimia.

Kemukus di Desa Muncar rupanya dianggap sebagai “emas hitam” oleh warga. Tak hanya soal bertani rempah bernilai ekonomi tinggi, tetapi juga sebagai kalam atau penunjuk ke­subur­an tanah yang bebas pupuk dan substansi kimia lainnya.

Sebelum pandemi, ketika panen rempah tiba, beberapa pejalan mancanegara berwisata di keindahan alam Muncar.

Sepuluh rumah warga telah disiapkan untuk rumah tinggal pejalan.

Semoga kebangkitan petani kemukus turut membangkitkan pelestarian, pemanfaatan tanaman, dan ekowisata berbasis komunitas.

https://regional.kompas.com/read/2021/07/26/060700178/kemukus-si-emas-hitam-yang-pernah-berjaya-di-jalur-rempah-nusantara-kini

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke