Salin Artikel

Jeritan Pengemudi Becak Malioboro, Jalanan Sepi Saat PPKM, Hanya Berharap Bantuan Sembako dari Dermawan

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat diterapkan dari tanggal 3 Juli hingga 20 Juli 2021.

Dalam masa PPKM darurat ini berbagai langkah ditempuh pemerintah untuk mengurangi laju penularan Covid-19, salah satunya adalah dengan mengurangi mobilitas warga.

Di Daerah Istimewa Yogyakarta, PPKM dilakukan penyekatan-penyekatan jalan untuk mengurangi mobilitas warganya termasuk di kawasan Malioboro.

Sekarang pedagang kaki lima (PKL) untuk sementara waktu tidak membuka lapaknya karena adanya aturan hanya sektor esensial yang diperbolehkan buka.

Toko-toko juga diminta untuk tutup untuk sementara waktu dan hanya melayani pembelian secara daring.

Ditambah lagi akses masuk kawasan Malioboro juga dilakukan penyekatan.

Sehingga Malioboro menjadi sepi, tidak hanya sepi lalu lintasnya, tukang becak yang biasanya menawarkan jasa kini hanya tinggal beberapa saja.

Seorang pengemudi becak motor (bentor)duduk  di sebuah kursi taman yang terletak di jalur pedestrian Malioboro. 

Dengan menggunakan kaos berwarna oranye lengan panjang, pengemudi bernama Sugiyanto warga Yogyakarta itu duduk di bangku taman, berharap ada penumpang datang menggunakan jasanya.

Walaupun Malioboro sepi, ia tetap menunggu penumpang di jalan yang sehari-hari menjadi lokasi mencari nafkah untuk keluarganya. 

Sugiyanto beralasan dirinya stress kalau hanya berdiam diri di rumah saja.

“Bunek (stres) saya kalau hanya di rumah saja, ini memang sepi sekali sejak PPKM darurat,” kata dia ditemui di kawasan Malioboro, Senin (19/7/2021).

Dalam keadaan seperti ini, Sugiyono sering pulang dengan tangan hampa tidak mendapatkan penumpang sekalipun. 

“Semenjak Sabtu lalu (mulai PPKM) lumpuh sekarang, enggak ada penumpang,” katanya.

Namun, menurutnya, dengan tetap menunggu penumpang di jalanan paling tidak ia berharap ada dermawan yang membagikan nasi bungkus atau paket sembako, seperti yang dialaminya beberapa kali.

“Dengan narik siapa tahu ada orang yang membagikan nasi bungkus atau paket sembako, seperti hari-hari lalu beberapa ada yang membagikan nasi bungkus,” kata dia.

Untuk sehari-hari, dirinya berharap dari bantuan dermawan yang membagikan sembako untuk mencukupi kebutuhan keluarganya.

“Kemarin ada yang membagikan beras 2,5 kilogram. Waktu itu ada yang membagi menggunakan mobil, saya juga ikut lari-lari,” ucap bapak dengan 3 orang anak itu.

Giyanto, sapaan akrabnya, menceritakan, beberapa hari lalu tidak ada pengemudi becak atau bentor yang mangkal di kawasan Malioboro, hanya dia seorang yang tetap mangkal di Malioboro.

Giyanto berkeyakinan rezeki ada yang mengatur jika seseorang tetap berusaha dengan maksimal.

“Waktu itu juga ditanya kenapa kok masih narik sama satpam, ya saya jawab siapa tahu ada rezeki kan gak ada yang tahu,” ungkapnya.

Dengan kondisi seperti ini, Giyanto mengaku belum mendapatkan bantuan dari pemerintah.

Ia sempat mendapatkan bantuan berupa beras miskin (raskin) tetapi sekarang bantuan itu sudah tidak lagi ia terima.

“Dulu dapat raskin tetapi sekarang sudah dicoret, tidak dapat. Katanya pada dikurangi,” kata dia.

Ia berharap ada bantuan dari pemerintah untuk membantu selama masa PPKM darurat ini. 

“Harapannya ada bantuan dari pemerintah sambil nunggu PPKM, kalau sudah dibuka kan bisa aktivitas lagi,” kata dia.

Hal serupa juga dialami oleh pengemudi lainnya yaitu Suraji, ia kesulitan untuk mendapatkan penumpang saat masa PPKM darurat. Karena sepi, Suraji hanya narik becak seminggu 3 hari.

“Kadang sehari narik lalu dua hari tidak. Nol kemarin sama sekali tidak dapat penumpang,’ kata dia.

Ia masih merasa beruntung jika dibanding dengan pengemudi lainnya, karena ia tidak hanya menarik becak saja tetapi di rumahnya juga membuka warung.

“Istri saya masih buka warung, tetapi saya kasihan sama teman-teman yang pekerjaannya hanya menarik becak saja,” ucapnya.

Hidup di kota menurut dia lebih sulit jika dibanding dengan seorang yang hidup di desa untuk masa sekarang.

Karena, saat hidup di desa kemungkinan memiliki beras sisa panen atau sayuran.

“Hidup di kota ini susah, kalau di desa mungkin ada beras hasil panen. Yang di kota ini ngeri mereka bekerja mungkin jadi tukang parkir, buruh harian,” katanya.

Selama PPKM mikro maupun PPKM darurat dirinya belum pernah sekalipun mendapatkan bantuan dari pemerintah.

“Selama pandemi belum pernah, mungkin karena KTP saya Sleman tetapi saat ini tinggal di kota. Apa dapat tapi pihak desa tidak ngabari saya ya enggak tahu,” ungkapnya.

Kondisi sepinya Malioboro dan sulitnya mencari pendapatan juga dialami oleh Rukiyah seorang pedagang makanan keliling di sekitar Malioboro.

Semenjak PPKM yang membuat Malioboro sepi ia harus mengurangi jumlah dagangannya. 

“Sepi sekarang ini biasanya dagangan penuh satu gerobak ini hanya setengah saja enggak ada,” katanya.

Rukiyah berjualan dari kampung-ke kampung dan tujuan akhir adalah berjualan di Malioboro, rute yang sama ia lewati dari sebelum adanya PPKM darurat. 

“Ya keliling kampung terakhir di Malioboro habis ini saya pulang,” katanya. 

Dagangannya saat ditemui juga belum habis, tetapi ia memutuskan untuk pulang mengingat jalanan sepi dan bisa segera istirahat.

Untuk pedagang kecil seperti Rukiyah, hanya memiliki satu harapan yakni pandemi segera berakhir dan bisa berjualan normal kembali seperti dulu

“Semoga bisa kembali normal seperti dulu lagi,” ucap dia.

Rukiyah lebih beruntung karena kemarin sudah menerima bantuan dari pemerintah berupa sembako.

https://regional.kompas.com/read/2021/07/20/204438578/jeritan-pengemudi-becak-malioboro-jalanan-sepi-saat-ppkm-hanya-berharap

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke