Salin Artikel

Pasien Covid-19 yang Dibawa Meninggal, Relawan Sopir Ambulans Menyesal: Saya Merasa Gagal Membantu

Catatan lembaga pemantau Lapor Covid, total kematian di luar rumah sakit di Indonesia mencapai 452 orang.

Di sebuah kecamatan di Sidoarjo, Jawa Timur, relawan sopir ambulans merasa kecewa dan menyesal karena tak bisa menolong para pasien tersebut sehingga keburu meregang nyawa di tengah perjalanan.

"Ya gelo [menyesal], hati kecil saya tuh 'ya Allah sampai kapan terjadi penolakan-penolakan seperti ini."

Suara Sutoko terdengar lemah saat mengungkapkan isi hatinya yang penuh penyesalan.

Ia bahkan berulang-ulang mengucapkan kata 'gelo' setiap kali bercerita tentang upayanya mengantar pasien Covid-19. Pasalnya seorang pasien meninggal di mobil yang ia sulap menjadi ambulans setelah ditolak empat rumah sakit di sekitaran Sidoarjo, Jawa Timur.

"Karena enggak dapat rumah sakit, akhirnya balik arah, enggak lama pasiennya meninggal. Rasanya campur aduk, saya merasa gagal membantu atau menyelamatkan orang ini," sambung pria berusia 47 tahun ini kepada Quin Pasaribu yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.

Bekerja sebagai satuan pengamanan atau satpam di sebuah puskesmas di Kecamatan Balongbendo, Sidoarjo, ia tergerak untuk menolong orang-orang di sekitaran tempat tinggalnya.

Itu mengapa ayah empat anak ini membeli mobil pribadi untuk dijadikan ambulans.

"Karena saya tidak punya uang, jadi saya membantu dengan tenaga. Pokoknya bondone semangat tok ae lah [Modalnya semangat saja lah]... hahaha..." ujarnya tertawa lepas.

Sutoko bercerita penolakan pasien Covid-19 oleh rumah sakit mulai terasa selepas lebaran atau Juni silam.

Tak hanya pasien positif virus corona yang ditolak, tapi korban kecelakaan juga ketiban sial.

Untuk menghindari kasus seperti itu terulang, kini ia selalu meminta keluarga pasien Covid-19 memastikan ketersediaan tempat tidur di rumah sakit sebelum mengantar.

Ia tak mau, ada pasien meregang nyawa lagi di ambulansnya.

"Pastikan dulu rumah sakitnya ada bed, daripada sudah bawa, meninggal di ambulans lebih menyedihkan lagi."

"Memang semuanya tergantung Allah, tapi dari saya merasa bersalah, merasa tidak bisa..." ucap Sutoko yang terdiam sejenak dan tak mampu merampungkan kalimatnya.

"Getun [kecewa], kok sampai seperti itu. Juga ada perasaan bersalah," tuturnya sambil menghela napas.

Supono juga seperti Sutoko, relawan di Info Lintas Sidoarjo sejak 2016 sembari menjadi pengemudi ojek online.

Peristiwa meninggalnya pasien Covid-19 itu terjadi Sabtu (10/7/2021). Laki-laki berusia 30an tahun itu, kata dia, memiliki riwayat sakit batuk dan menggigil.

"Memang belum ada kepastian Covid atau enggak, tapi gejalanya mengarah ke sana. Saturasi oksigen rendah cuma 60 atau 70. Oleh salah satu rumah sakit ditolak terang-terangan karena enggak ada tempat."

"Akhirnya coba lobi ke rumah sakit lain, setelah kita cek ternyata ada tempat... Tapi ternyata si pasien sudah meninggal di ambulans."

"Sejak UGD penuh semua, makanya sekarang kalau mengantar pasien, saya ngomong ke keluarga, pastikan dulu ada tempat tidur kosong di rumah sakit. Biar enggak muter-muter cari."

Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Jawa Timur, Dodo Anondo, juga mengamini banyaknya rumah sakit yang menutup layanan Instalasi Gawat Darurat (IGD) karena sudah kelebihan kapasitas.

Catatan Persi di Surabaya saja setidaknya ada 13 IGD yang tutup sementara.

Epidemiologi dari Universitas Airlangga, Surabaya, Windhu Purnomo, mengatakan di Kota Pahlawan ini nyaris tidak ada tempat tidur perawatan yang kosong lantaran membludaknya pasien.

"Sekarang banyak yang tidak dapat tempat untuk bed isolasi maupun ICU karena kapasitas terlampaui," tukas Windhu kepada BBC News Indonesia melalui sambungan telepon, Selasa (12/07).

"Akibatnya banyak pasien yang meninggal di tengah mencari rumah sakit. Itu semua ujungnya dari kondisi penularan yang terus terjadi, terlambat mengetahui tanda bahaya atau gejala, dan kolapsnya rumah sakit karena penuh, oksigen habis."

Pengamatannya, pengetesan dan pelacakan di Provinsi Jawa Timur terbilang kecil yakni hanya 1 berbanding 8 atau jauh dari syarat yang ditetapkan WHO.

"WHO mensyaratkan 30 pelacakan kontak erat. Kemenkes belakangan lebih longgar hanya 15."

"Kalau provinsi saja kecil, apalagi kabupaten dan kota."

"Di masa akut begini seharusnya melakukan tracing, karena kita harus mencari penular, kalau enggak akan menulari terus."

Catatan lembaga pemantau Lapor Covid, menurut data pengaduan masyarakat yang diperbarui Rabu (14/07) pagi, total kematian di luar rumah sakit di Indonesia mencapai 547 orang.

Tertinggi ada di Jawa Barat dengan 209 kematian, 104 orang meninggal di Yogyakarta, 65 orang di Banten, 63 orang di Jawa Timur, 51 orang di DKI dan 36 orang di Jawa Tengah

Adapun Data Satgas Penanggulangan Covid-19 menunjukkan angka kematian di Jawa Timur tertinggi dari provinsi lain di Indonesia yaitu 13.821 orang, per Selasa (14/7/2021).

Sementara jumlah kasus positif virus corona di sana mencapai 191.958.

Pendiri Centre for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) yang juga Penasihat Senior Urusan Gender dan Pemuda untuk Direktur Jenderal WHO, Diah Saminarsih, mengatakan pemerintah Indonesia semestinya bisa jauh-jauh hari mengantisipasi kondisi krisis ini dengan berkaca pada kasus India.

Pasalnya Indonesia sudah diberikan contoh masifnya pengetesan dan pelacakan dalam pertemuan WHO pada 6 dan 30 Juni tentang apa yang terjadi di India.

Dalam kondisi darurat ini, ia berharap pemerintah Indonesia segera menambah tenaga kesehatan dan memenuhi ketersediaan tabung oksigen dan obat-obatan untuk mencegah kematian semakin tinggi.

Untuk dokter, ia berkata setidaknya ada kebutuhan 3.000 dan perawat membutuhkan 20 ribu orang.

Para perawat itu, sambungnya adalah mereka yang sudah lulus sekolah keperawatan dan lolos uji kompetensi.

"Kita juga melihat dokter-dokter yang akan selesai internship-nya di tahun ini ada sekitar 3.900. Jadi kami juga sudah mempersiapkan dokter-dokter tersebut yang baru lulus internship untuk segera masuk," kata Menkes Budi Gunadi Sadikin dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Senin (12/7/2021).

Selain menambah tenaga kesehatan, pemerintah Indonesia juga menambah rumah sakit darurat khusus Covid-19, termasuk kamar isolasi.

Di antaranya RS Darurat Asrama Haji Pondok Gede dengan kapasitas 774 tempat tidur, RS Pasar Rumput berkapasitas 5.952 tempat tidur, dan RS Paviliun Kirana RSCM yang memiliki 394 tempat tidur.

"Untuk RS Asrama Haji hanya menerima pasien rujukan dari rumah sakit atau puskesmas. Jadi tidak bisa langsung kesana tanpa rujukan. Pasien yang akan ditempatkan di sana adalah pasien bergejala ringan sampai sedang," tutur Menteri PUPR, Basuki Hadimoeljono.

Selain itu, Hadi juga mengatakan akan mendirikan rumah sakit lapangan di daerah-daerah.

https://regional.kompas.com/read/2021/07/15/081000878/pasien-covid-19-yang-dibawa-meninggal-relawan-sopir-ambulans-menyesal--saya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke