Salin Artikel

Saat Pengusaha Ikan Koi Merelakan Kebutuhan Ribuan Liter Oksigen Per Hari untuk Kemanusiaan

BLITAR, KOMPAS.com - Suatu malam di akhir Juni lalu, rumah Ketua Blitar Koi Club (BKC) Saiful Mujab di Desa Kemloko, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, didatangi warga tetangga desa.

Tamu yang mengetuk pintu rumahnya tengah malam itu datang dalam kondisi darurat karena membutuhkan oksigen untuk anggota keluarga mereka yang berada dalam kondisi kritis akibat Covid-19.

Saat itu juga, Saiful bersama tamu tengah malam itu, bergerak menuju gudang tempat dia menyimpan tabung oksigen ukuran 6 meter kubik.

Tabung ukuran kecil yang dibawa sang tamu segera diisi penuh oksigen untuk diterapikan pada anggota keluarganya tersebut.

"Tapi, besoknya saya terima kabar, pasien yang saya kasih oksigen itu meninggal," ujar Saiful, saat ditemui Kompas.com di kolam ikan koi miliknya.

Hari-hari itu, pembudidaya dan pedagang ikan koi di Blitar memang sudah mulai mengurangi penggunaan oksigen untuk pemindahan dan karantina ikan.

Tekanan kebutuhan oksigen untuk kepentingan medis membuat banyak pembudidaya dan pedagang ikan koi dengan kesadaran sendiri mengurangi aktivitas yang membutuhkan oksigen.

Maka, ketika dua pekan lalu, 30 Juni, keluar pemberitahuan dari produsen dan distributor oksigen bahwa pembelian oksigen untuk keperluan non medis tidak dapat lagi dilayani, para pembudidaya dan pedagang ikan koi Blitar tidak banyak mengeluh.

Namun, konsekuensinya, sejak itu banyak pengiriman ikan koi, terutama keluar wilayah Blitar, hampir berhenti total.

"Mungkin masih ada saja yang satu atau dua orang yang kirim ikan keluar kota, tapi saya kira tidak banyak jumlahnya. Kebanyakan ya kami menahan diri karena kenyataannya oksigen lebih dibutuhkan untuk menyelamatkan jiwa saat ini," ujar Saiful.

Saiful sendiri juga menahan pesanan ikan koi dari Bali dan Ponorogo senilai sekitar Rp 40 juta, di mana hingga kini pesanan tersebut belum dikirim.

"Saya masih ada stok lama oksigen, mungkin masih tiga kubik, tapi tidak enak rasanya di situasi seperti sekarang jika digunakan untuk pengiriman ikan," tambah Saiful.

Citra Blitar, khususnya wilayah Kabupaten Blitar, sebagai penghasil ikan hias koi sudah sangat dikenal sejak puluhan tahun lalu. Di tingkat nasional, Blitar dikenal sebagai penghasil koi terbesar.

Ada ribuan pembudidaya ikan koi di Blitar dengan beberapa wilayah kecamatan menjadi pusat-pusatnya, terutama Kecamatan Nglegok di mana terdapat setidaknya 300 pembudidaya.

Perdagangan ikan koi di Blitar melibatkan uang ratusan juta per harinya.

Saiful, selaku ketua sebuah asosiasi pembudidaya dan pedagang koi menyebut setidaknya setiap hari ada ribuan ikan koi dari Blitar dikirim ke luar daerah.

Oksigen merupakan kebutuhan tak tergantikan pada pembudidayaan dan perdagangan ikan koi, terutama pada proses pengiriman ikan koi keluar daerah.

"Sebenarnya kami sudah membutuhkan oksigen saat memindahkan ikan dari kolam ke bak karantina sebelum ikan dikirim," ujar Saiful.

Dengan menggunakan angka paling rendah pengiriman ikan koi dari Blitar keluar daerah, yaitu 1.000 ekor per hari, maka setidaknya dibutuhkan oksigen sebanyak 3,3 meter kubik per hari hanya untuk pengiriman.

"Satu meter kubik oksigen bisa digunakan untuk mengisi oksigen sebanyak 25 kantong plastik. Tiap kantong plastik bisa diisi 12 ekor ikan koi ukuran 25 cm hingga 30 cm," ujar dia.

Jika tiap satu meter kubik setara dengan 1.000 liter, berarti setiap hari kebutuhan oksigen untuk ikan koi di Blitar paling sedikitnya 3.300 liter.

Dan jika selama beberapa pekan terakhir salah satu rumah sakit rujukan utama Covid-19, RSUD Mardhi Waluyo, membutuhkan sekitar 300 liter oksigen kemasan tabung, maka kebutuhan minimal oksigen untuk ikan koi di Blitar dalam sehari sudah cukup memasok kebutuhan RSUD Mardhi Waluyo selama 10 hari.

Penghitungan ini masih mengabaikan kebutuhan oksigen pada proses pemindahan ikan ke tempat karantina dan juga kebutuhan oksigen pada saat karantina selama beberapa hari.

Menurut Saiful, kebutuhan oksigen untuk perdagangan ikan koi di Blitar sangat mungkin jauh lebih besar dari angka tersebut.

"Sulit untuk menghitung jumlah pastinya. Tapi kalau setiap pelaku usaha ikan koi yang jumlahnya ribuan itu dapat menjual satu ekor saja setiap hari, maka tinggal kita kalikan saja kan," ujar dia.

Selama hampir setahun sejak pandemi melanda Indonesia dan pemerintah mulai mengeluarkan kebijakan-kebijakan pembatasan aktivitas masyarakat, pasar koi berada pada puncak keemasannya.

Kondisi yang mungkin dipicu oleh bertambah lamanya waktu rata-rata yang dihabiskan masyarakat untuk berada di rumah.

Namun, sebelum pandemi, selalu ada siklus turunnya permintaan ikan koi setidaknya satu periode waktu dalam setiap tahunnya.

"Biasanya permintaan turun ya seperti hari-hari ini, menjelang masuk ke tahun ajaran baru sekolah," ujar Saiful.

Menurut Saiful, permintaan ikan koi sudah mulai turun sejak bulan puasa pada April lalu hingga saat ini.

Kali ini, siklus turunnya permintaan dibarengi dengan siklus musim kemarau yang ditandai dengan suhu udara dingin yang cukup ekstrem, situasi yang membuat ketahan ikan berada pada risiko tinggi.

Memasuki bulan puasa, menurutnya, permintaan ikan koi lebih banyak pada ikan koi dengan kualitas tinggi yang masuk kategori harga menengah ke atas.

"Jadi, kami juga merasa beruntung bahwa situasi kelangkaan oksigen ini terjadi ketika pasar sedang turun," ungkap dia.

Menurut perkiraannya, permintaan ikan koi akan mulai meningkat lagi pada September nanti.

Bagi Saiful dan ribuan pembudidaya dan pedagang ikan koi di Blitar menaruh harapan besar pada segera meredanya pandemi Covid-19 di tanah air yang telah mengakibatkan lonjakan kebutuhan oksigen untuk keperluan medis.

"Kalau sampai kondisi ketersediaan oksigen masih seperti sekarang nanti pada September, sulit kami membayangkan bagaimana jadinya. Kami akan berada di situasi sulit dan dilematis," ujar Saiful. 

https://regional.kompas.com/read/2021/07/14/134525778/saat-pengusaha-ikan-koi-merelakan-kebutuhan-ribuan-liter-oksigen-per-hari

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke