Salin Artikel

Legenda Tatah, Teh Wangi Melati Asal Slawi Tegal, Ada Sejak 1928

Kawasan Tegal memiliki empat produsen teh wangi melati terbesar di Indonesia. Yakni pabrik teh Gunung Slamat produsen Teh Sosro dan Teh Poci (1940), Pabrik Teh 2 Tang (1942), Pabrik Teh Tongtji (1938), dan Pabrik Teh Gopek (1942).

Namun ada satu merek teh wangi melati yang cukup legendaris di Tegal khususnya di Slawi. Namanya adalah Teh Tatah.

Sejarah teh di Tegal

Dikutip dari nationalgeographic.grid.id, alkisah bermula dari masa Cultuurstelsel atau sistem tanam paksa, yang diterapkan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Graaf Johannes van Den Bosch pada 1830.

Sistem ini diutamakan untuk komoditas ekspor berupa kopi, tebu, teh, dan nila (tarum/indigofera tinctoria). Pada masa itu, teh menjadi komoditas mahal yang sedang digandrungi kalangan kelas elit dan sosialita di Eropa.

Dalam buku Gedenkboek der Nederlandsch Indisiche Theecultuur 1824-1924 tersebutlah nama J.I.L.L. Jacobson yang menyelundupkan bibit teh dari Taiwan ke Hindia Belanda pada 1832.

Sekali lagi, Jacobson menyelundupkan benih pohon teh dari Cina ke Hindia Belanda dan menanamnya di wilayah Bandung.

Upayanya membuahkan hasil, tanaman teh tersebut tumbuh baik. Sejak itu Jacobson diangkat sebagai inspektur budidaya teh.

Kemudian Jacobson mengarahkan penanaman bibit teh di beberapa daerah seperti Banten, Kerawang, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Semarang, Surabaya, Besuki, Banyumas, Bagelen dan Kedu.

Lalu Pemerintah Hindia Belanda bergegas melakukan budidaya teh di Hindia Belanda. Alasannya, teh merupakan komoditas mahal.

Di samping itu banyak orang Cina di Hindia Belanda yang pandai dalam budidaya tanaman teh serta pemrosesan daun teh.

Tegal, terutama di wilayah Bumijawa yang terletak di kaki Gunung Slamet, menjadi tempat penanaman bibit pohon teh sejak 1846.

Sampai saat ini masih terdapat kebun teh di daerah itu, baik yang dimiliki oleh warga maupun perusahaan teh wangi. Ada sederet perusahaan teh wangi di Buminawa: Teh 2 Tang, Teh Gopek, dan Teh Tongtji.

Jenis teh yang ditanam di daerah Bumijawa kebanyakan adalah jenis Camelia sinensis yang kerap menjadi bahan utama pembuatan teh wangi.

Produsen teh lainnya banyak mendatangkan daun teh dari perkebunan di Jawa Barat, terutama dari Sukabumi.

Maria kerap membuat kue kura-kura warna merah berisi kacang hijau yang ia sebut kukuran, termasuk kue wajik dan kue talam. Kue-kue tersebut ia jual ke beberapa toko kue di Slawai.

Lie Cisien adalah cucu dari Lie Seng Hok pendiri pabrik Teh Tatah. Ia bercerita, pabrik Teh Tatah dididirikan sejak tahun 1928.

Saat itu sang kakek yang datang dari China turun di Semarang dan langsung tinggal di Slawi. Awalnya ia kerja kasar lalu bergeser membuat teh wangi.

“Pertama-tamanya di kota Slawi ini munculnya teh wangi itu dari eyange aku. Engkong namane Lie Seng Hok,” ujar Ci Sien.

“Seng itu hidup, Hok itu rejekine. Jadi rejekine hidup,” sahut Pek Hauw.

“Embah pertamanya bukan kerja teh dulu. Embah itu datang dari Cina, terus turun ke Indonesia di Semarang langsung ke Slawi. Asal muasalnya bukan kerja teh. Pertamane ya orang nggak punya modal ya, jadine kerja kasar lah. Lha, terus engkong terpikir bikin teh wangi,” ujar Agung menambahkan.

"Kira-kiranya ya sebelum Jepang tuh. Jadi tahun 30-an kayane,” ujar Ci Sien.

“Kayane 28 (1928),” ujar Maria menimpali.

“Jamane Tin Kang. Ya itu tahun 1928 itu bener. Belajare ke Tin Kang. Oey Tin Kang. Dipelajari dan ternyata berhasil. Padahal sang guru tidak berhasil. Terus embah berpikir ngelanjutin. Nah Simbah berhasil. Mulai produksi,” kenang Ci Sien.

Ci Sien mengaku mendengar sejarah Teh Tatah dari sang kakek Lie Seng Hok dan sang ayah, Lie Kim Hien.

“Embah berpikiran, bahwasannya akan terkenal kalau bisa menguasai ibukota. Saudarane engkong ancure neng ibukota. Angger Jakarta wis kecekel ya benderane se-Indonesia (kalau Jakarta sudah dipegang, ya benderanya seIndonesia). Mulai dikirim ke Jakarta,” ujar Ci Sien.

Namun sayangnya, akibat persaingan dagang, terjadi sabotase terhadap produk Teh Tatah. Peristiwa tersebut tejadi sekitar tahun 1960-an. Sang kakek pun meninggal dunia.

“Disabotase di Jakarta. Disimpen ben bosok, disebarna! (disimpan supaya busuk lalu disebarkan). Jadi kan nggak muncul. Itu sejarah ancure Teh Tatah. Itu sekitar tahun 1956-an. Tahun itu enkong meninggal. Waktu kira-kira usia 70-an, beban pikiran. Enyong (aku) isih kanak-kanak sih, dadi lupa-lupa inget,” kenang Ci Sien dengan logat ngapak-nya.

Setelah kejadian tersebut, nama Teh Tatah mulai surut, namun tetep di produksi di Slawi dan dijual untuk pasar lokal.

Tahun 1940-an, mulai muncul generasi baru pabrik teh yang sekarang sudah besar.

“Pada tahun 1940-an, mulai ditembak sama generasi-generasi baru pabrik teh yang sekarang besar-besar. Ya pada belajar bikin teh. Ada yang belajar ke sini juga. Kalo sore pada maen ke sini, dipancing-pancing ya resepe kecandak,” ujar Ci Sien sambil tertawa.

“Ya silakan. Tidak apa-apa. Rejeki kan sudah ada yang membagi,” tegas Ci Sien ketika ditanya apakah dengan membagi resep teh wangi keluarga Lie menyurutkan bisnis Teh Tatah.

“Daun teh ijo dimasak dulu, digoreng, disangan (sangrai). Teh langsung goreng manual, pake kaya paso, diungkep sama melati,” jelas Ci Sien.

Dia juga menyebutkan daerah asal teh yang digunakan oleh keluarga Lie, yaitu teh dari Kaligua Bumiayu, Pemalang, dari Jawa Barat.

“Ya dari perkebunan-perkebunan zaman Belanda dulu sih,” sambung Pek Hauw.

“Jadilah Teh Tatah yang pertama-tama bikin teh melati,” tegas Ci Sien.

Ia juga menjelaskan alasannya menggunakan melati dalam teh yang dibuat oleh keluarganya.

Menurutnya petani melati menyetorkan melati kuncup pada sore hari. Mereka melakukan kegiatan ini setiap sore hari menjelang melati akan bermalam bersama teh

Melati hanya akan mekar dan terserap wanginya oleh teh pada malam hari.

“Ya jaman dulu nggak ada essens. Asli berarti jasmin pure. Mengapa pilihnya melati. Kenapa nggak pakai mawar. Mungkin karena wanginya yang pas pakai teh itu melati. Engkong ngambil melatinya dari Pekalongan,” ujar Ci Sien.

Dia menyebutkan Pekalongan sebagai daerah pusat melati di pantai utara Jawa yang masih memproduksi hingga saat ini.

Bahkan, kawasan pesisir di timur Tegal itu masih menjadi pemasok utama pabrik-pabrik teh Slawi.

“Itu ada dua jenis melati lo. Yang sering kita pakai itu melati pantai. Ada satu lagi melati siu eng atau melati gambir itu melati dari gunung, itu bungane biasa tapi wangi sekali. Melati pantai nggak ada nama cinane,” tambah Pek Hauw.

Sayangnya perusahaan Teh Tatah tutup pada 1975.

“Karyawan waktu yang terakhir itu 20-an. Jamane engkong ya akeh banget (jamannya kakek ya banyak sekali). Lagi jaya-jayane, jaman keemasan. Ratusan orang. Dan waktu itu belum ada teh wangi sih. Cikal bakale ya dari Teh Tatah,” sambung Ci Sien.

Namun ia tak bisa menjelaskan alasan sang kakek memilik nama Tatah untuk teh wangi buatannya.

“Nah itu ada legendane kayane. Tapi dia nggak cerita sama aku. Tapi aku berpikir apa sebabe milih nama Teh Tatah, Teh Meriam, Teh Gelas, Teh Sumur. Itu produksine engkong, macem-macem. Ada Teh Pestol juga, Kaki Tiga juga ada."

"Kira-kirane ya itu, kalau dulu kan tukang kayu untuk membuka dalan (jalan). Jadi kita harus natah dalan (menatah jalan, membuka jalan). Jebule ada legendane ini Tatah, kan membuka jalan, jadi natah. Teh Sumur, sumur itu penghidupan. Ada arti-artinya. Ngadepin musuh karo meriam sama pestol,” ujarnya terbahak-bahak.

“Kiye, ana-ana bae ya (ini ada-ada saja ya),” gelak Ci Sien dan Pek Hauw bersamaan.

Ia pun menjelaskan bahwa pabrik-pabrik teh di Slawi mengeluarkan beraneka macam merek dagang.

“Misal yang favorit, Teh 2 Tang ngeluarin Teh Tjatoet, Teh Sosro punya Teh Poci, Teh Gopek punya Cangkir. Yang aku ngerti itu Teh Pocine Sosro itu dulu punyane Hok Cui. Terus dibeli Sosro karena Hokcui nggak produksi lagi. Keturunane Hok Cui ya ilang kabeh, aku wis ora ngerti. Seru sejarah teh wangi di Slawi ini,” jelas Ci Sien.

“Ya jadi, Slawi itu sentrane teh wangi itu juga minum tehnya pakai poci. Nyipok, moci sambil ndopok!,” pungkas Ci Sien terbahak.

Tradisinya, menambahkan bunga-bunga ke dalam minuman teh seperti bunga kayu manis, bunga jeruk, dan bunga melati.

Mereka membagi melati menjadi dua jenis yaitu melati biasa (mo li hua/Jasminum sambac) dan melati gambir (su xin/Jasminum grandiflorum).

Seiring dengan penyebaran diaspora orang Cina ke Nusantara, tradisi pembuatan teh wangi melati pun berlanjut di Indonesia.

Di China, acara minum teh menggunakan poci. Peralatannya pun memiliki aneka fungsi ritual dan sosial.

Sementara, bagi masyarakat Tegal, khususnya Slawi, acara minum teh menggunakan poci mungil dan gelas tembikar. Namanya “Nyipok” alias moci sambil ndopok atau minum teh dengan poci sambil berbincang-bincang santai bersama keluarga atau kawan-kawan.

Biasanya, segelas teh panas wangi melati dinikmati dengan sebongkah gula batu mungil. Hasilnya, teh bercitarasa ‘nasgitel’ panas legi (manis) kentel (kental)!

Tradisi ‘Nyipok’ ini dapat mengingatkan kita pada ritual atau upacara minum teh di beberapa negara Asia.

Di China, ada tradisi yang dikenal dengan nama Kongfu Cha, di Jepang dengan nama Sado atau Chado, atau tradisi minum teh di Korea yang disebut Darye

Sementara di Tegal memiliki tradisi minum teh 'Nyipok' dengan kudapan khas Slawi yaitu tahu aci nan gurih.

https://regional.kompas.com/read/2021/07/09/070700178/legenda-tatah-teh-wangi-melati-asal-slawi-tegal-ada-sejak-1928

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke