Salin Artikel

Eks Bupati Muara Enim Terima Suap Rp 2,5 M untuk Biayai Istri Maju Caleg

Dalam sidang perdana dengan agenda dakwaan tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjerat Juarsah dengan Pasal 12 huruf B juncto Pasal 64 ayat 1 Undang-Undang tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (tipikor).

Bupati Muara Enim definitif itu diduga telah menerima uang suap sebesar Rp 2,5 miliar dalam kasus korupsi pembangunan 16 paket proyek pengerjaan jalan pada 2019.

Uang tersebut ternyata digunakan oleh terdakwa untuk kebutuhan Nurhilyah yang merupakan istrinya ketika maju sebagai calon anggota legislatif pada 2019.

JPU KPK Rikhi Benindo Magnaz mengatakan, uang Rp 2,5 miliar tersebut diberikan secara bertahap kepada terdakwa Juarsah oleh Direktur PT Enra Sari Robi Okta Fahlevi (sudah divonis) selaku kontraktor.

Pada 7 Januari 2019, mantan Plt Kadis PUPR Muara Enim, yakni terpidana A Elfin MZ Muchtar, mendapatkan perintah dari mantan Bupati Muara Enim Ahmad Yani untuk memberikan uang Rp 1 miliar kepada terdakwa.

"Wabup-lah buntu (Wabup sudah tidak ada uang), tolong kau carikan, Fin. Kemudian Elfin menemui saksi Iwan Rotari menyampaikan permintaan uang untuk keperluan istri terdakwa, yakni Nurhilyah, untuk proses mengikuti pemilihan legislatif," kata Rikhi dalam dakwaannya.

Setelah itu, uang Rp 1 miliar dibawa oleh Elfin ke tempat kediaman pribadi Juarsah di Jalan Seitalo Nomor 79 IIA Siring Agung, Kecamatan Ilir Barat 1, Palembang. Pada bulan Februari, Juarsah kembali menerima fee Rp 300 juta dan April Rp 200 juta untuk kepentingan pribadinya.

Di awal Juli 2019, Juarsah kembali menerima uang Rp 300 juta. Kemudian, pada awal Agustus menerima 2019 kembali menerima uang Rp 700 juta dengan alasan untuk kepentingan lebaran.

"Terdakwa juga menerima satu handphone jenis iPhone XS yang diberikan oleh saksi Iwan Rotari. Jatah uang suap terdakwa itu Rp 3 miliar, namun baru ia terima Rp 2,5 miliar," ujarnya.

Usai menyampaikan dakwaannya, ketua majelis hakim Sahlan Efendi menutup sidang dan akan dilanjutkan pekan depan.


Kuasa hukum Juarsah sangkal dakwaan jaksa

Sementara itu, Muhammad Daud Dahlan selaku kuasa hukum terdakwa Juarsah menyangkal atas dakwaan yang disampaikan oleh JPU. 

"Dakwaan ini tidak mendasar, nanti kami akan sampaikan pada eksepsi," ujarnya.

Daud pun meminta agar terdakwa yang kini sedang ditahan di Rutan KPK Jakarta untuk dipindah ke Palembang. Hal itu dilakukan agar proses persidangan dapat berjalan lancar.

"Kami meminta sidang  dilakukan secara offline di mana setiap persidangan harus dilakukan tatap muka karena kualitas sidang online yang buruk," ungkapnya.

Diberitakan sebelumnya, Kabupaten Muara Enim mengalami kekosongan pemimpin usai Juarsah yang menjabat bupati definitif ditetapkan tersangka dan dilakukan penahanan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan korupsi proyek pengerjaan jalan.

Sebelum naik menjadi bupati, Juarsah merupakan Wakil Bupati Muara Enim yang berpasangan dengan Ahmad Yani.

Namun, Ahmad Yani lebih dulu dijebloskan oleh KPK ke sel tahanan hingga divonis hakim selama lima tahun penjara karena telah menerima suap pengerjaan proyek jalan pada 2019 sebesar Rp 3,03 miliar dari Robi Okta Fahlevi selaku kontraktor.

Kemudian, posisi Sekda Kabupaten Muara Enim pun sampai saat ini masih kosong lantaran sudah pensiun.

Akibat kejadian tersebut, Gubernur Sumsel Herman Deru langsung menunjuk Nasrun Umar yang merupakan Sekda Pemprov Sumsel sebagai Plh Bupati Muara Enim.

https://regional.kompas.com/read/2021/07/08/165838978/eks-bupati-muara-enim-terima-suap-rp-25-m-untuk-biayai-istri-maju-caleg

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke