Salin Artikel

Pengakuan 2 Korban Kekerasan Seksual SMA di Batu: Diajak Training di Rumah Pribadi yang Mewah

MALANG, KOMPAS.com - Dua orang korban kekerasan seksual oleh JE, pendiri SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI) memberikan keterangan terkait kasus yang dialaminya.

Keduanya memberikan keterangan dengan didampingi oleh Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait di Kota Batu, Jawa Timur, Sabtu (19/6/2021).

Korban mengatakan, dirinya mengalami kekerasan oleh JE saat masih sekolah di sekolah tersebut. Salah satu modus yang dialaminya adalah diajak ke rumah pribadi JE di Surabaya.

Biasanya, ada beberapa siswa yang diajak ke rumah tersebut. Ajakan ke rumah pribadi itu dengan alasan training.

Di rumah itu, para siswa diperlihatkan dengan rumahnya yang besar. Terduga pelaku JE memicu para siswanya untuk memiliki impian besar dengan memperlihatkan rumahnya.

Saat berada di rumah pribadinya itu beberapa siswa mengalami kekerasan seksual.

"Rumahnya kan besar mewah gitu, jadi istilahnya si JE ini selalu membuat kita itu seperti kayak ini loh. Kamu mau punya impian nggak seperti Koko (JE) yang punya rumah mewah, rumah besar, kayak dream building. Seperti kita di-training sama beliaunya untuk kita bisa membangun impian kita. Jadi kayak training di situ," katanya didampingi Arist Merdeka Sirait.

Korban lainnya mengatakan, jumlah siswa yang diajak ke rumah pribadinya tidak menentu. Antara 7 sampai 12 orang siswa dalam sekali ajakan.

Terkadang mereka didampingi oleh guru yang lain. Terkadang juga mereka hanya bersama JE.

Di rumah pribadi itu, mereka tinggal selama tiga atau bahkan lima hari.

"Beberapa kali ada (didampingi guru pembina). Tapi beberapa kali memang hanya sama JE," katanya.

"Biasanya saat keberangkatan itu lebih banyak perempuan memang yang dibawa, tapi pasti ada (siswa) laki-laki, mungkin satu atau dua," katanya.

Korban yang mengalami kekerasan seksual dipanggil seorang diri oleh JE.

"Jadi memang siasatnya adalah memanggil satu satu, tengah malam setelah training. Jadi pada jam tertentu dipanggil," kata Arist menambahkan keterangan dari kedua korban.

Korban berharap, dugaan kasus kekerasan itu segera ditindaklanjuti oleh pihak kepolisian. Korban meminta JE untuk diadili atas perbuatannya.

"Kalau yang saya harapkan adalah pelaku ini ditangkap dan diproses secara hukum dan diadili seadil-adilnya. Terus kemudian kami sebenarnya melakukan hal ini bukan untuk kepentingan pribadi. Justru kami sebenarnya memperhatikan nasib adik-adik kami yang ada di dalam situ. Karena kalau tidak segera dihentikan itu nanti akan banyak korban yang lainnya," kata korban.

Sebab menurutnya, JE memanfaatkan pengaruhnya untuk melakukan kekerasan seksual. Sedangkan siswa yang masih lugu akan mudah terperangkap.

"Jadi awalnya, kami yang dari anak yatim piatu yang tidak mampu, waktu itu bangga dipanggil oleh seorang mentor dan motivator yang luar biasa. Di situ lah kami yang lugu dan tidak tahu apa-apa, masuk lah di situ. Jadi karena ketidak tahuan apa-apa akhirnya berbahayanya di situ. Yang kami harapkan adalah segera berhenti peristiwa ini dan benar-benar terjadi perbaikan," katanya.

Diketahui, sejumlah alumni SMA Selamat Pagi Indonesia melapor ke Polda Jawa Timur karena telah menjadi korban dugaan kekerasan saat masih berstatus siswa.

Terlapor adalah JE yang merupakan pendiri sekolah tersebut.

Mereka mengalami kekerasan seksual berupa persetubuhan yang dilakukan berulang-ulang. Selain itu, mereka juga menjadi korban dari kekerasan fisik dan eksploitasi ekonomi.

Pihak sekolah dan terlapor membantah kejadian yang telah dilaporkan itu.

Dalam konferensi pers yang dilaksanakan di SMA Selamat Pagi Indonesia pada Kamis (10/6/2021), pihak sekolah dan terlapor menyebut, kasus yang dilaporkan itu tidak benar dan tidak bisa dipertanggungjawabkan.

https://regional.kompas.com/read/2021/06/19/193819978/pengakuan-2-korban-kekerasan-seksual-sma-di-batu-diajak-training-di-rumah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke