Salin Artikel

Sukses Raup Puluhan Juta dari Melukis, Penyandang Disleksia Ini Mulai Rambah Dunia Fotografi

GRESIK, KOMPAS.com - Muhammad Ariel Arkana Ramadhan (21) seakan ingin coba membuktikan, bahwa keterbatasan yang dimiliki bukanlah sebuah pembatas bagi seseorang untuk kemudian berpasrah diri.

Ariel terus berusaha menjadi sosok yang kreatif, kendati divonis secara medis mengalami disleksia sejak kecil.

Disleksia sendiri merupakan gangguan dalam perkembangan baca-tulis, yang umumnya terjadi pada anak saat menginjak usia 7 hingga 8 tahun.

Gangguan ini ditandai kesulitan belajar membaca secara lancar dan kesulitan dalam memahami, meskipun anak tersebut terlihat normal atau di atas rata-rata.

Setelah sukses membuat beberapa karya lukis, dengan salah satu lukisannya bertema kapal pinisi sempat laku puluhan juta setahun silam, Ariel kini mulai mencoba kreativitas yang dimiliki dengan merambah dunia fotografi.

Ada 15 hasil jepretan Ariel yang semuanya hanya menggunakan sarana ponsel saat pengambilan gambar, kemudian dipamerkan di salah satu mal yang ada di Gresik.

Dalam pameran yang digelar mulai tanggal 12 hingga 27 Juni 2021 mendatang ini, memang bukan hanya menampilkan karya Ariel saja, namun juga dua orang rekannya yang sama-sama menjadi anak didik Arik Wartono di Sanggar Daun.

Dari 15 karya fotografi yang ditampilkan oleh Ariel, kesemuanya bersifat abstrak.

Artinya, para pengunjung dan penikmat seni lebih dulu diajak sekitar beberapa detik untuk dapat berpikir, sebelum akhirnya mengetahui apa makna yang terkandung dalam foto hasil jepretan Ariel menggunakan ponsel tersebut.

"Senang abstrak, karena biar orang ikutan menebak," ujar Ariel, saat ditemui di sela agenda pameran, Sabtu (12/6/2021) petang.

Bagi Ariel yang menjelaskan dengan nada terbata-bata, tidak masalah orang beranggapan dan menilai apa atas hasil karya miliknya.

Karena menurutnya, baik lukisan maupun hasil fotografi yang dihasilkan, semuanya murni atas perasaan yang dialami olehnya dan itu diluapkan melalui kanvas saat membuat lukisan maupun ponsel saat ingin memotret.

Berbeda dengan agenda pameran lukisan dirinya beberapa waktu lalu, di mana salah satu karya Ariel dengan tema 'Pinisi in the Holy Land' berhasil terjual diangka Rp 27,5 juta, dengan hasilnya ditabung dan sebagian disumbang untuk mereka yang kurang mampu serta membutuhkan.

Ariel mengaku, belum terpikir mengenai hasil karya fotografi yang dihasilkan dan dipamerkan kali ini.


Bersama 2 rekan

Tidak seperti pameran lukisan setahun silam, yang saat itu hanya memamerkan hasil karya lukisan Ariel seorang.

Namun, dalam pameran fotografi kali ini, Ariel juga bersama dua orang rekannya yang sama-sama menjadi anak didik Arik Wartono di Sanggar Daun.

Kedua rekannya yakni Alin yang tercatat pelajar kelas 7 SMP Muhammadiyah 5 Surabaya, serta Raden Anggoro siswa kelas 5 SD Lukman Al Hakim Surabaya.

Berbeda dengan Ariel, untuk karya fotografi yang ditampilkan oleh Alin terlihat lebih fokus pada genre travel photography dan human interest.

Alin pun sempat bercerita mengenai perjuangan dirinya dalam menggeluti dunia fotografi, dan sempat merasakan perundungan dari teman satu sekolahnya.

"Terkadang muncul juga pembully-an dari teman, saat saya tunjukkan karya fotografi ke mereka. Tapi tidak apa-apa, justru itu menguji mental kita," ucap Alin sambil tersenyum.

Sementara Raden Anggoro yang berusia paling muda ketimbang Ariel dan Alin, mengatakan senang hasil karyanya bisa tampil dalam pameran tersebut.

Foto-foto hasil karya Angga yang dipamerkan, terlihat lebih berfokus pada produk (still life).

Angga pun mengaku, tertarik pada dunia fotografi setelah melihat banyak foto bagus di majalah.

"Senang saja lihat foto bagus, jadi ingin mencoba sendiri. Terus kenal Pak Ustad (Arik Wartono), dan diajari caranya," kata Angga.


Baru pemula

Arik Wartono selaku pembimbing Ariel, Alin dan juga Angga di Sanggar Daun mengatakan, ketiganya termasuk pemula di dunia fotografi.

Karena baik Ariel, Alin serta Angga, baru mulai belajar fotografi di Sanggar Daun terhitung sejak Bulan Agustus 2020.

Meskipun Ariel sudah lebih dulu belajar kepada Arik lebih lama di Sanggar Daun untuk mengasah kemampuan melukis dan bukan fotografi.

"Saya hanya mengajarkan cara teknisnya saja memotret menggunakan ponsel masing-masing. Sementara soal hasil, itu murni dari bakat dan insting masing-masing," tutur Arik.

Sebab, menurut Arik, karya foto bahkan karya seni secara umum yang baik adalah, karya yang mampu menafsir ulang kehidupan (objek, peristiwa dan gagasan) dengan cara yang personal dan unik.

Tidak harus dengan kamera profesional layaknya fotografer, dengan ponsel asal seseorang tersebut berbakat akan mampu menghasilkan karya yang indah untuk dinikmati.

Arik menambahkan, kendati hanya menggunakan ponsel dalam pengambilan gambar, dirinya tetap menuntut kepada ketiga anak didiknya tersebut untuk memenuhi standar fotografi yang baik.

95 hasil karya fotografi yang ditampilkan dalam pameran, kata dia, tanpa editing kecuali pemotongan panjang dan atau lebar karya menyesuaikan ukuran penyajian pameran untuk proses cetak karya foto.

Kendati termasuk sebagai pemula, namun hasil karya Ariel, Alin serta Angga yang dipamerkan sempat menuai apresiasi dari beberapa tokoh dunia fotografi dan seni.

https://regional.kompas.com/read/2021/06/14/070607778/sukses-raup-puluhan-juta-dari-melukis-penyandang-disleksia-ini-mulai-rambah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke