Salin Artikel

Sederet Cerita Guru Terjerat Pinjol, untuk Biaya Kuliah hingga Beli Susu Anak

KOMPAS.com - Kasus guru terjerat pinjaman online (pinjol) kembali terjadi. Kali ini dialami seorang guru honorer di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, bernama Afifah Mufihati (27).

Afifah terjerat utang di pinjol sekitar Rp 206 juta di 20 pinjol.

Dari utang 206 juta tersebut, sudah terbayar Rp 158 juta. Kini, utang di aplikasi pinjolnya yang belum terbayarkan sekitar Rp 47 juta.

Pinjam pinjol untuk beli susu anak

Kata Afifah, ia terpaksa meminjan uang di aplikasi pinjol karena sedang kesulitan finansial untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan kedua anaknya.

"Saya dan suami kondisi saat itu tidak baik, simpanan tidak ada," kata Afifah di Kabupaten Semarang, Jumat (4/6/2021).

"Saya berpikir, kalau pinjam uang ke teman kondisi pandemi Covid-19 ini semua sedang sulit, pinjam ke bank pasti syaratnya susah," lanjutnya.

Ia pun kemudian memilih meminjam uang di aplikasi pinjol. Hal itu dilakukannya pada akhir Maret 2021.

Kata Afifah, awalnya ia melihat iklan aplikasi pinjaman online Pohon Uangku di ponselnya.

Setelah itu, ia mengunggahnya dan mengikuti persyaratan pinjaman. Tak lama setelah menlengkapi persyaratan, uang pun ditransfer ke rekeningnya sebesar Rp 3,7 juta.

Padahal, saat itu dirinya dijanjikan akan mendapat uang Rp 5 juta.

Dalam iklan aplikasi yang diunduhnya, Afifah ditawarkan bunga pinjaman sebesar 0,04 % dan masa pelunasannya sampai 91 hari.

Namun, setelag lima hari pencairan, sudah ada permintaan pengembalian uang yang disampaikan lewat pesan WhatsApp.

"Ini sudah tidak sesuai iklan dan menjerumuskan," ujarnya.


Karena merasa ketakutan, Afifah akhirnya kembali meminjam uang lewat aplikasi pinjol lainnya dengan maksud untuk menutup utangnya hingga akhirnya ia terjerat dengan lebih dari 20 pinjol.

Dari hasil gali tutup lobang lewat pinjol tersebut, sudah terbayar Rp 158 juta dari total utang yang sudah mencapai Rp 206.350.000.

Selanjutnya, untuk melunasi sisa utangnya, ia juga meminjam BPR sebesar Rp 20 juta dengan jaminan sertifikat rumah.

Saat ini, utang di aplikasi pinjolnya yang belum terbayarkan ada Rp 47 juta.

Sementara itu, kuasa hukum Afifa, Muhammad Sofyan dari LBH NU Salatiga mengatakan, cara penagihan aplikasi pinjol tersebut sudah kelewat batas dan mengarah ke fitnah.

"Selain kata-kata kotor, ada foto editan seolah klien kami telanjang dan disebar ke kontak WA yang ada. Kata-katanya juga penuh ancaman, fitnah, dan mencemarkan nama baik," katanya.

Tak terima dengan itu, kata Muhammad, kliennya sudah melaporkannya ke Polda Jateng, pada Kamis (3/6/2021).

"Kalau dimaknai hukum pinjam meminjam, maka diatur KUH Perdata, kami akan lakukan gugatan perdata. Tapi terlepas dari semua kami memilih mekanisme hukum pidana dulu," jelasnya.

Ia menduga, aplikasi pinjol tersebut diduga ilegal dan tidak terdaftar otoritas jasa keuangan (OJK).

Sofyan berharap, kasus ini bisa segera diproses dan diselesaikan, karena ia meyakini banyak orang di luar sana juga menjadi korban pinjol.


Untuk biaya kuliah

Kejadian serupa pun pernah dialami oleh S, guru TK di Malang, Jawa Timur, yang terjerat pinjol hingga sekitar Rp 40 juta di 24 aplikasi.

S terpaksa meminjam uang di aplikasi pinjaman online untuk kebutuhan membayar kuliahnya.

S kuliah sebagai syarat untuk bisa tetap mengajar di TK tempatnya mengajar. Di TK tersebut, S sudah mengajar selama 13 tahun.

Dari 24 aplikasi pinjol yang digunakan oleh S, hanya lima aplikasi yang legal dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sementara 19 aplikasi lainnya merupakan pinjol ilegal.

Saat menagih, ke-19 aplikasi pinjol ilegal ini menggunakan kata-kata kasar, bahkan sampai melakukan pengancaman hingga nyaris membuatnya hendak bunuh diri.

"Itu (sempat ingin bunuh diri) sekitar bulan November 2020 sebelum kontak saya," kata Slamet Yuono, kuasa hukum S dari Kantor Hukum 99 dan Rekan.


Dilunasi Baznas

Kata Yuono, Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kota Malang membantu pelunasan utang kliennya.

Msih kata Yuono, nilai utang yang akan dibayarkan oleh Baznas Kota Malang sebesar Rp 26,2 juta.

Nilai itu merupakan jumlah akumulasi utang pokok oleh S terhadap Pinjol, jika dihitung dengan bunga atas pinjaman itu, nilai total yang tagihan terhadap S hampir mencapai Rp 40 juta.

"Ada bantuan yang diberikan oleh Pemkot Malang untuk menyelesaikan pinjol baik yang legal maupun ilegal, itu utang pokoknya. Kalau dengan bunga, sebagaimana kita ketahui bersama jumlahnya sekitar Rp 39 juta sekian, hampir Rp 40 juta. Tapi tadi dihitung lagi, diverifikasi itu sekitar Rp 26 juta untuk pokoknya. Pokok yang harus kita selesaikan kepada mereka," katanya.

Kata Yuono, dari 24 pinjol 19 merupakan ilegal dan lima legal. Kelima pinjol legal itu lantas menganggap lunas seluruh utang S setelah upaya-upaya dilakukan.

"Mereka (pinjol yang legal) bilang, kami tidak akan menagih lagi dan kami menganggap lunas bunga, denda atau pokoknya. Jadi kami lunaskan," kata Slamet melalui sambungan telpon, Senin (24/5/2021).

Dengan demikian, dari Rp 26,2 juta bantuan pelunasan utang pokok, sekitar Rp 7 juta dipastikan sudah tidak terpakai. Smeentara sisanya masih menunggu proses pelunasan utang pokok di pinjol yang ilegal.

"Kami mencoba untuk menghubungi yang ilegal. Menghubungi yang ilegal ini tugas berat, tapi akan tetap kami hubungi satu per satu dan kami ajak bertemu," katanya.

Rencananya, uang sekitar Rp 7 juta yang dipastikan sudah tidak terpakai itu akan digunakan sebagai modal usaha. S berencana akan berjualan es krim dan usaha fotokopi.

 

(Penulis : Kontributor Semarang, Riska Farasonalia, Kontributor Malang, Andi Hartik
Editor : Dony Aprian, Pythag Kurniati,Teuku Muhammad Valdy Arief, Robertus Belarminus)

https://regional.kompas.com/read/2021/06/05/164845678/sederet-cerita-guru-terjerat-pinjol-untuk-biaya-kuliah-hingga-beli-susu

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke