Salin Artikel

Gunung Dieng, Dataran Tinggi dengan Sensasi Magis di Pulau Jawa

Pengamat Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Gunung Api Dieng, Surip mengatakan erupsi Kawah Sileri tidak didahului gempa.

Saat erupsi, kawah mengeluarkan batu dan lumpur, tapi tidak mengeluarkan gas.

Surip menjelaskan, material batu meluncur antara 100 meter hingga 200 meter. Sedangkan material lumpur meluncur hingga 400 meter.

"Ketinggian asap tidak jelas, karena kondisi gelap, kemungkinan sekitar 80 meter," ujar Surip.

Sesaat sebelum erupsi sekitar pukul 18.24 WIB, sensor suhu mati. Namun Surip memastikan pasca-erupsi status Kawah Sileri normal.

Di sisi Utara terlihat Gunung Prau (2.558 meter dpl) dengan puncaknya yang memanjang seperti perahu terbalik. Di sisi Barat-Utara ada Gunung Jimat (2.213 meter dpl.), dan Gunung Bismo (2.365 meter dpl) bersedekap di ujung Tenggara.

Secara administratif, kawasan Dieng Kulon (Barat) masuk ke Kabupaten Banjarnegara.

Sementara sisi wetan (Timur) termasuk Kabupaten Wonosobo. Luas Dataran Dieng ini 10 x 15 km persegi, berbatasan dengan Kabupaten Pekalongan di sisi Utara dan Kabupaten Temanggung di Timur Laut.

Dataran tinggi ini subur karena tanahnya kaya akan debu vulkanis sebagai warisan dari sejarah geologisnya. Dataran tersebut juga telah dihuni sejak 1.00 taun lalu.

Dikutip dari Indonesia.go.id, di masa lalu Dieng merupakan kompleks gunung berapi.

Pada periode pertama muncul Gunung Prau, Gunung Jimat, Bukit Rogo Jembangan dan Tlerep, yang kini menjadi dinding alam yang membentengi lembah Dieng.

Lembah Dieng sendiri adalah kaldera (kawah) raksasa yang terbentuk ratusan ribu tahun silam. Tapi, potensi vulkaniknya tidak pernah berhenti. Dari kaldera itu tumbuh Gunung Bismo-Sidede, Seroja, Nagasari, Pangonan, dan Pager Kandang.

Saat ini setidaknya ada 100 kawah di kawasan Dataran Tinggi Dieng. Sebagian di antaranya menjadi danau yang elok seperti Telaga Menjer, Telaga Merdada, Telaga Pengilon yang berdampingan dengan Telaga Warna.

Atau Sumur Kalatunda, danau eksotik seluas satu hektar dengan tebing curam setinggi 70-80 meter.

Sementara itu ada kawah lain yang masih aktif berupa telaga keruh yang terus mengeluarkan gelembung berasap dan berbau belerang.

Kawah yang aktif seperti Kawah Timbang, Kawah Sileri, Kawah Candradimuka, Pakuwojo, Sikidang, Sinila, atau Kawah Batur.

Seperti di kawah di pegunungan vulkanis yang lain, kawah-kawah Dieng ini ada kalanya menjadi berbahaya bila ada peningkatan kegiatan vulkanis.

Namun di Dataran Tinggi Dieng, kawah-kawah itu menjadi destinasi wisata bersama telaga-telaga yang ada.

Kawah Sileri pernah erupsi tahun 1944 yang mengakibatkan 59 orang tewas dan 55 orang lainnya hilang.

Kala itu, Kawah Sileri mengeluarkan suara dentuman keras disertai semburan lumpur yang menewaskan puluhan orang

Sedangkan Kawah Sinila pernah mengeluarkan gas beracun pada tahun 1979 yang mengakibatkan 143 warga sekitar meninggal dunia.

Walaupun demikian, penduduk yang tinggal di kawasan tersebut sudah terlatih membaca tanda-tanda alam dan mengevakusi diri saat bahaya datang.

Di masa lalu, para Brahmana pun membangun candi-candi di kawasan tersebut untuk melakukan pemujaan.

Salah satunya komplek Candi Sywa yang ada di kawasan Dieng Timur. Diperkirakan kompleks tersebut ada sejak abad ke-7 atau awal abad 8 Masehi.

Para raja, bangsawan, brahmana dari Kerajaan Kalinga melakukan pemujaan. Sejak saat itulah Dieng mulai dihuni.

Letak Dieng tak jauh dari Kerajaan Kalinga didirikan yakni di daerah Pekalongan atau Batang. Dari Kerajaan Kalinga, perjalanan ke Dieng memakan waktu sekitar 3 hari dengan naik kereta yang ditarik kerbau.

Diperkirakan ada sekitar puluhan hingga 100 candi di kawasan tersebut. Namun karena curah hujan tinggi, erupsi gunung, longsor, dan banjir, hanya ada delapan candi yang tersisa.

Delapan candi tersebut ditemukan pada awal 1800 dan rekontruksi oleh Pemerintah Hindia Belanda pada 1856.

Di Dataran Tinggi Dieng, satu-satunya prasasti yang ditemukan berada di dekat Candi Arjuna.

Prasasti tersebut menyebut jika bangunan Candi Arjuna dibuat tahun 808-809 Masehi. Namun tak diketahui siapa yang membangun kompleks percandian tersebut.

Pada musim musim kemarau, biasanya Juli-Agustus, Dataran Tinggi Dieng sering diwarnai oleh butiran-butiran es yang menempel di atas rerumputan dan sayuran yang banyak ditanam oleh petani di Dieng.

Butiran es itu terbentuk menjelang fajar dan hilang pada pukul 9 pagi hari, ketika matahari mulai hangat.

Fenomena di sekitar Candi Dieng ini belakangan mengundang banyak pengunjung untuk berswafoto.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Fadlan Mukhtar Zain | Editor : Teuku Muhammad Valdy Arief), Indonesia.go.id

https://regional.kompas.com/read/2021/04/30/135300378/gunung-dieng-dataran-tinggi-dengan-sensasi-magis-di-pulau-jawa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke