Salin Artikel

5 Fakta Kasus Rapid Test Kimia Farma di Kualanamu, Stik Bekas Dicuci Alkohol hingga Untung Rp 1,8 Miliar

Haslnya petugas menemukan penggunaan alat rapid tes bekas di pos layanan bagi calon penumpang pesawat.

Polisi kemudian mengamakan lima tersangka yang terdiri dari manajer Kimia Farma berinisial PC dan empat pegawai Kimia Farma yakni SP, DP, BM, dan RN.

Dari hasil penyelidikan polisi, diketahui jika alat antigen yang sudah digunakan ternyata dicuci dan didaur ulang di kantor Kimia Farma di Jalan RA Kartini.

Alat yang sudah dibersihkan dibawa kembali ke Bandara Kualanamu untuk digunakan ulang.

Berikut 5 fakta kasus Rapid Tes Kimia Farma di Bandara Kualanamu:

1. Dibersihkan alkohol 75 persen

SP salah satu tersangka mengatakan ia DP bertugas membawa alat antigen yang sudah digunakan ke kantor Kimia Farma.

Mereka kemudian mencudi dan membawa kembali ke Bandara Kualanamu untuk digunakan. Ia mengaku melakukan hal tersebut karena disuruh oleh PC, manajer Kimia Farma.

"Itu yang kita bersihkan dengan alkohol 75 persen dan dilap pada brushnya. Tidak rusak," ujar SP.

"Dari hasil pengungkapan yang dilakukan oleh teman-teman jajaran Ditreskrimsus Polda Sumut, kegiatan ini atau daur ulang ini sudah dilakukan oleh pelaku sejak bulan Desember tahun 2020," kata dia.

Ia mengatakan proses daur ulang alat rapid tes tidak memenuhi syarat kesehatan dan standar data yang dipersyaratkan oleh UU tentang Kesehatan.

3. Keuntungan capai Rp 1,8 miliar

Kapolda Sumut Irjen RZ Panca Putra Simanjuntak menjelaskan terhitung sejak Desember 2020, para tersangka mengantongi keuntungan hingga Rp 1,8 miliar.

Saat ditangkap, polisi mengamankan barang bukti uang tunai Rp 149 juta dari salah satu tersangka.

"Yang jelas ini barang buktinya ada Rp 149 juta dari tangan tersangka. Dan yang jelas satu hari ada 100-150 dan 200 penumpang yang ikut melakukan tes swab ini. Kalau hitung 100 saja, kali 90 hari, sudah ada 9.000 orang," kata Panca.

Ia mengatakan ada perjanjian kerjasama antara pihak PT Angkasa Pura dan PT Kimia Farma yakni biaya Rp 200.000 unti setiap kali tes swab.

"Mereka membagi hasil, tetapi yang melaksanakan pemeriksaan di sana adalah para pelaku yang bekerja di bidang di kantor Kimia Farma," katanya.

Ia mengatakan ada perbedaan antara yang bekas dan yang baru. Pada kemasan stik yang beka akan ditempeli double tape. Sedangkan yang baru masih bersegel.

"Kami gunakan yang lama atau yang bekas, ada juga yang baru. Jadi buka yang baru ketika tak ada stok (yang bekas) lagi. Kan setiap hari diantar. Tiap hari ada pasien. Selagi stok lama masih ada, kami pakai," katanya.

Ia mengatakan awalnya telah menjalankan tugasnya sesuai SPO namun setelah beberapa waktu, ia dilarang oleh pihak manajer. Ia juga mengatakan proses tes swab antigen tidak dijalankan sepenuhnya terutama saat-saat ramai.

5. Dipaksa ketik hasil non-reaktif

Sementara itu tersangka MR, mengaku bertugas untuk mengetik hasil. Dia mengaku dipaksa oleh PC untuk mengeluarkan hasil nonreaktif.

Namun jika hasilnya positif, tetap positif.

"Saya diarahkan untuk memakai brush bekas (lalu mengarahkan) ke analis untuk menggunakan brush bekas oleh arahan BM. Saya juga disuruh manipulasi data seperti laporan berita acara," katanya.

Sedangkan tersangka RN, bertugas di bagian pendaftaran, menghitung jumlah pasien dan dilaporkan.

"Terus uangnya sama saya. Besoknya diambil oleh SP. Terus jumlah peserta saya laporkan ke BM. Kemudian sesuai permintaan BM disetornya, tergantung," ujarnya.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Dewantoro | Editor : Aprillia Ika, Farid Assifa)

https://regional.kompas.com/read/2021/04/30/114400378/5-fakta-kasus-rapid-test-kimia-farma-di-kualanamu-stik-bekas-dicuci-alkohol

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke