Salin Artikel

Kisah Satu Keluarga Tinggal di Gubuk Terpal, Suriadi Menangis Histeris Diberi TNI Bantuan Beras

Karena keterbatasan ekonomi, pria 45 tahun ini bersama istri dan anak-anaknya terpaksa tinggal digubuk reot yang dibuat dari terpal plastik di Desa Rambah, Kecamatan Rambah Hilir, Kabupaten Rokan Hulu (Rohul), Provinsi Riau.

Di gubuk itu, Suriadi tinggal bersama istrinya, Salini Noviani (31) dan dua orang anak perempuan, Nindi Hara Pipah Wina (10) dan Zulyadaini berusia lebih kurang satu tahun.

Kepada Kompas.com, Suriadi bercerita bahwa sudah empat tahun tinggal di gubuk berukuran 3x4 meter itu.

"Sudah empat tahun kami tinggal di sini. Saya lalui dengan ikhlas karena keterbatasan ekonomi," ungkap Suriadi, Senin (26/4/2021).

Saat musim hujan tiba, air masuk ke dalam gubuk karena terpal sudah ada yang bocor. 

Suriadi sebelumnya tinggal disebuah rumah kontrakan milik warga di Desa Rambah. Sewa kontrakan Rp 300.000 per bulan.

Namun, ia tak mampu lagi membayar sewa kontrakan.

"Kami tak ada uang lagi bayar sewa rumah. Jadi, saya sama istri memutuskan buat gubuk di kebun karet orang," kata Suriadi.

Selain cari berondolan sawit, Suriadi dan istri juga menderes karet milik orang lain.

Hasil kerjanya tidaklah seberapa. Namun, ia harus bekerja untuk menghidupi dua anaknya yang masih kecil.

"Dalam seminggu itu saya dapat paling banyak Rp 150.000. Semuanya di situ. Beli beras dan jajan anak," kata Suriadi.

Meski tinggal di gubuk, ia mengaku tetap bersyukur masih ada tempat berteduh.

"Ya, jalani saja hidup ini dengan ikhlas dan bersyukur," ucapnya.


Tak ada bantuan pemerintah, tak punya BPJS

Selama empat tahun menghuni gubuk derita itu, Suriadi mengaku tak mendapat perhatian dari pemerintah.

"Belum pernah dapat bantuan," katanya.

Bahkan, Suridadi dan keluarganya  mengaku tak punya BPJS.

Padahal, dia sangat membutuhkannya ketika anaknya yang paling tua masuk rumah sakit karena tangannya terbakar.

Kini, tangan kiri anaknya menjadi cacat karena tidak punya biaya untuk operasi.

"Dulu tangan kiri anak saya terbakar, lalu saya bawa ke rumah sakit. Tapi, pengobatannya tidak maksimal karena terkendala biaya. Sekarang tangannya jadi cacat," kata Suriadi.

Menangis histeris diberi bantuan oleh TNI

Suriadi menangis histeris ketika melihat kedatangan Bintara Pembina Desa (Babinsa) Koramil/02 Rambah, Kodim 0313/KPR, Pelda Sahbuki dan Serda Dedy Nofery Samosir.

Ia tak menyangka dua orang prajurit TNI Angkatan Darat (AD) berbaju loreng itu datang ke tempatnya dan membawa bantuan beras.

Sambil menangis, Suriadi memeluk kedua anggota TNI tersebut.

"Saya menangis karena terharu dengan kedatangan bapak-bapak tentara ini. Saya sangat berterima kasih telah dikunjungi dan diberikan bantuan beras. Bantuan ini sungguh berarti bagi kami," ujar Suriadi.


Pas kami datang, Suriadi langsung menangis dan memeluk kami...

Babinsa Koramil 02/Rambah Serda Dedy Nofery Samosir mengatakan, bantuan yang diberikan berupa beras dan juga sejumlah uang.

"Kita awalnya kan dapat informasi ada keluarga yang tinggal di gubut terpal. Untuk memastikan informasi itu, saya langsung mencari keberadaan Bapak Suriadi. Ternyata benar, keluarga ini tinggal digubuk," ucap Dedy kepada Kompas.com, Senin.

Dia mengaku sangat perihatin melihat kehidupan Suriadi dan keluarganya. Tinggal di dalam semak digubuk yang sangat tidak layak.

Menurutnya, keluarga kurang mampu seperti ini semestinya diperhatikan.

"Saya pas datang ke tempat Pak Suriadi, dia langsung menangis dan memeluk kami. Dia merasa terharu melihat kedatangan kami," ujar Dedy.

Lokasi gubuk terpencil di kebun karet

Bantuan beras dan sejumlah uang yang diberikan, imbuh dia, merupakan wujud kepedulian TNI terhadap warga kurang mampu.

Dedy menambahkan, lokasi gubuk Suryadi berada di dalam kebun karet milik orang lain. Jaraknya sekitar satu kilo dari jalan lintas.

Untuk sampai ke gubuk itu, ia mengendarai sepeda motor dengan melewati jalan tanah dalam kebun sawit dan karet.

"Kondisi tempat tinggal Pak Suriadi sangat tidak layak. Hanya terbuat dari terpal plastik warna biru. Namun, dia mengaku tak pernah dapat bantuan dan juga tidak memiliki BPJS. Kerjanya cuma cari berondolan sawit dan menderes karet. Pengakuannya dalam seminggu cuma dapat uang paling banyak Rp 150.000," kata Dedy.

https://regional.kompas.com/read/2021/04/27/072740678/kisah-satu-keluarga-tinggal-di-gubuk-terpal-suriadi-menangis-histeris

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke