Salin Artikel

Dari Limbah Sengon, Yuyun Raup Omzet Rp 200 Juta Per Bulan, padahal Dulu Gadaikan Mobil

Wahyuningsih mengubah limbah pohon sengon menjadi bahan baku pembuatan tripleks.

Dia tak menyangka usaha yang dirintis sejak tahun 2012 itu akan menjadi besar hingga memiliki 10 gudang pengolahan yang tersebar di beberapa kabupaten, seperti Lumajang, Besuki, dan Jember.

Ibu tiga anak itu juga sudah memberdayakan 300 pekerja yang merupakan warga yang tinggal di sekitar tempat tinggalnya.

“Ada warga yang mengerjakan di rumah masing-masing,” kata dia saat berbincang dengan Kompas.com di rumahnya, Selasa (20/4/2021).

Upaya dan kerja keras

Pencapaian yang telah diraih oleh Yuyun, sapaan Wahyuningsih, tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Apa yang kini didapatkan telah melalui berbagai rintangan.

Dari awal hingga sekarang, Yuyun secara otodidak berjuang membesarkan usahanya. Termasuk saat pandemi Covid-19 saat ini. Dia tetap berusaha bertahan agar perekonomian tetap berjalan.

Perjuangan Yuyun diawali pada 2012 ketika dia menggadaikan kalung emasnya ke Pegadaian untuk membuka bisnis makanan dan minuman di rumahnya.

Namun, bisnis tersebut tidak berkembang karena kalah bersaing dengan toko modern.

Akhirnya, dia mencoba usaha pembakaran batu kapur dengan menggunakan limbah sengon. Namun, usaha tersebut juga tidak laku.

Yuyun disarankan saudaranya untuk mengolah limbah sengon menjadi bahan baku pembuatan tripleks.

Yuyun akhirnya nekat menggadaikan mobilnya. Waktu itu, uang yang didapat sebesar Rp 60 juta yang digunakan tidak hanya sebagai modal, tetapi juga kebutuhan sehari-hari dan biaya sekolah anaknya.

Awalnya, Yuyun khawatir kerajinan dari limbah sengon itu tidak diterima pasar lokal. Namun, kekhawatirannya sirna setelah pertama kali mendapatkan sebuah tender.

“Waktu itu saya punya tender limbah di Bangsalsari hanya buat bakar gamping,” ucap dia.

Dia mengambil limbah pohon sengon itu, kemudian mengumpulkan warga sekitar agar menjadikannya bahan baku tripleks.

“Limbah sengon itu digunting, dijemur, lalu dijilid jadi lembaran,” papar dia.

Yuyun tak kekurangan pembeli karena permintaan bahan baku tripleks cukup tinggi dari pabrik.

Percobaan awal tersebut berhasil dan laku di pasar. Dia pun mengembangkan usahanya menjadi lebih besar.

Yuyun langsung memberdayakan warga sekitar untuk membuat kerajinan tersebut.

Awalnya, hanya 10 orang, tetapi sekarang sudah berkembang menjadi lebih dari 300 orang.

“Ongkos satu lembar Rp 1.500,” ujar dia.

Agar mudah menjalankan bisnis, khususnya juga karena permintaan yang tinggi, dia membuat Usaha Dagang (UD).

Yuyun terus mengembangkan usahanya dengan membuka gudang baru. Gudang pertama dibangun di Desa Karangsono, Kecamatan Bangsalsari, lalu bertambah di Desa Kasiyan, Puger, hingga Lumajang dan Besuki Situbondo. Namun, karena Covid-19, gudang di Lumajang mati.

Melihat permintaan kerajinan yang terus bertambah, Yuyun memutuskan membeli truk.

Awalnya hanya satu truk, tetapi karena pengiriman hampir setiap hari, surat-surat kendaraan truk itu digadaikan, lalu dia menambah truk baru hingga ada 10 truk.

Kerajinan itu dikirim ke Banyuwangi, Kendal, Kudus, Jepara, dan Pacitan.

Sebelum pandemi, hampir setiap hari dia mengirim barang. Namun, sekarang hanya sepekan sekali.

Satu pengiriman senilai Rp 20 juta. Dalam sebulan, dia menghasilkan omzet sekitar Rp 200 juta.

Ditipu karyawan hingga truk kecelakaan

Kesukesan yang diraih oleh alumni SMKN 3 Jember ini tidak mulus begitu saja. Banyak ujian yang dihadapi Yuyun.

Seperti ditipu oleh karyawan sendiri, mengalami kerugian, hingga truk yang mengirim barang kerap mengalami kecelakaan.

Semua itu dihadapi dengan sabar. Sebab baginya, prinsip berbisnis harus sabar, jujur dan selalu berdoa. Hal itu yang diterapkan dalam mengembangkan usahanya.

Dalam berbisnis, juga harus memiliki strategi.

Misalnya dalam mengatur ratusan karyawan, Yuyun menunjuk mandor di setiap gudang. Mandor itu yang membantunya mengelola usaha.

“Karyawan harus disiplin dan profesional menjaga kualitas agar pengiriman ke pabrik tidak ditolak,” jelas dia.

Apalagi, sekarang penerimaan barang cukup ketat. Dia baru saja mengirim 900 lembar kerajinan, tapi ditolak karena basah terkena hujan. Akibatnya, Yuyun mengalami kerugian yang cukup besar.


Dia berpesan kepada pengusaha pemula olahan limbah sengon agar tidak terlalu ambisius karena kondisi sekarang sudah berbeda dengan dulu. Banyak persaingan, tapi permintaan turun.

“Kalau dulu limbah dari pabrik dibuang, saya yang memakai, kalau sekarang dijual,” ujar dia.

Beberapa pabrik juga sudah mulai tutup karena pandemi. Bahkan, uang penjualan kerajinan ada yang masih belum dibayarkan senilai Rp 70 juta.

Peluang bisnis olahan limbah sengon memang sudah menurun, tapi Yuyuy tetap berusaha bertahan dengan kondisi yang sulit ini.

Dulu menggadaikan, sekarang investasi

Pegadaian menjadi tempat andalan Yuyun untuk meminjam uang sebagai modal.

Bila kekurangan, dia selalu menggadaikan barangnya. Namun sekarang sudah berubah. Dia banyak berinvestasi di tempat tersebut.

Seperti membeli emas, membeli barang lelang dan lainnya.

“Kalau ada uang lebih, saya investasikan di emas,” aku dia.

Investasi itu dilakukan untuk antisipasi biaya hidup. Seperti biaya pendidikan anak yang sudah kuliah di fakultas kedokteran.

Setiap hendak meminjam maupun berinvestasi, Yuyun kerap berdiskusi dengan Dyah, salah satu analisis kredit Pegadaian Jember yang mendampinginya sejak awal.

“Ketika hendak mengembangkan bisnisnya, kadang diskusi dengan saya,” ujar Dyah saat menemi Yuyun di rumahnya.

Seperti hendak membeli truk, Yuyun meminta pendapat Dyah dan memberikan pertimbangan agar lebih berhati-hati.

Dyah mengenal betul nasabahnya sejak masa sulit hingga sekarang. Baginya, nasabah tersebut sudah seperti sahabat sendiri.

“Saya salut melihat perjuangannya, dia punya kemauan kuat,” ujar dia.

Vice Presiden PT Pegadaian Area Jember Yohanes Wulang mengatakan, pihaknya memberikan kemudahan pinjaman dana bagi para pelaku usaha. Yakni melalui kredit mikro dengan menggunakan barang jaminan BPKB kendaraan.

Tujuannya untuk mengembangkan usaha para pelaku UKM. Banyak yang sudah berhasil, tapi karena pandemi Covid-19, banyak angsuran yang tersendat.

Meski kesulitan, para pelaku usaha tetap mendapatkan keringanan.

“Ada sekitar 3.000 nasabah, kami restrukturisasi menyesuaikan kemampuan nasabah,” ucap dia.

Yohanes menjelaskan, masih banyak pelaku usaha ultra mikro yang belum tersentuh layanan pembiayaan.

Di Indonesia, ada sekitar 57 juta pelaku UMKM. Namun yang mendapat pelayanan keuangan, seperti pembiayaan hanya sekitar 15 juta.

Untuk itu, Yohanes menyambut baik rencana holding BUMN PT Pegadaian, PT BRI, dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM) yang akan memperluas layanan pembiayaan bagi masyarakat.

“Ini sebenarnya bentuk sinergi, kalau bergerak sendiri tidak akan optimal,” terang dia.

Sinergi itu akan meningkatkan modal, lebih murah, dan jangkauan layanan semakin bagus. Selain itu, penguasaan teknologi bisa saling mengisi

Pelaku usaha kecil yang belum tersentuh layanan perbankan akan menggunakan rentenir.

Namun, dengan sinergi, mereka bisa merasakan layanan perbankan. Dampaknya akan memberikan kontribusi peningkatan ekonomi nasional dan regional.

“Nantinya terjadi kenaikan kelas di ultra mikro, kesejahteraan dan usaha meningkat,” ucap dia.

https://regional.kompas.com/read/2021/04/21/110508378/dari-limbah-sengon-yuyun-raup-omzet-rp-200-juta-per-bulan-padahal-dulu

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke