Salin Artikel

Awalnya Ragu Menanam Porang, Heriyanto Kini Ingin Garap Sampai 13 Hektare

BLORA, KOMPAS.com - Kisah sukses menanam porang kali ini datang dari Heriyanto, seorang petani asal Desa Karanggeneng, Kecamatan Kunduran, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.

Memulai kariernya sebagai petani porang sekitar empat tahun yang lalu dengan modal Rp 7 juta, kini dengan berbagai jerih payah yang dilaluinya, Heriyanto bakal menanam 13 hektare porang.

"Yang jelas saya beli bibit Rp 7 juta sekitar 1 kuintal," ucap Heriyanto, saat berbincang dengan Kompas.com di kebunnya, Desa Karangjong, Kecamatan Ngawen, Blora, Sabtu (17/4/2021).

Berawal dari keraguan

Heri sapaan akrabnya menceritakan awal menanam porang dirinya cukup ragu bakal sesukses saat ini.

"Saya mulai itu sekitar 4 tahun yang lalu, dengan berbekal keraguan, keraguan itu 50 persen ragu, 50 persen saya bangun keyakinan, artinya ya ragu ya nanam, nanam dengan keraguan," kata Heri.

Waktu itu, harga katak bibit porang perkilonya senilai Rp 70.000. Sedangkan harga jual umbinya sekitar Rp 3.500 sampai Rp 4.000 perkilogram.

"Dengan angka Rp 70.000 saya pikir mahal, tapi saya iseng tanam, begitu tanam di kebun, karena isunya itu tanaman liar, ya sudah saya tanam liarkan, alih-alih tumbuh sempurna, malah rumputnya yang subur. Begitu rumputnya subur, alhasil mengundang petani yang ingin mencari rumput," ujar dia.

Porangnya dibabat pencari rumput

Karena banyaknya rumput dan mindset pencari rumput yang menganggap porang merupakan makanan ular, maka hampir 90 persen tanaman porangnya gagal dipanen.

"Jadi porang itu tumbuh di antara sela-sela rumput, sehingga porang saya kebabat habis, lha saya tegur 'lho mas itu kan tanaman', kata dia 'lho opo iki pakan ulo', dengan benak-benak kebanyakan, porang dianggap makanan ular," kata dia.

"Kalau mindset-nya begitu, percuma saya nanam, saya semprot pakai herbisida, mati porangnya, mati rumputnya. Jadi, tahun pertama itu yang tersisa 10 persen," imbuh dia.


Harga bibit katak porang

Pria yang hobi berkuda itu kemudian bertanya kepada temannya terkait harga katak porang yang harganya melonjak 100 persen.

"Tahun kedua saya iseng saya gali yang hidup itu, rupanya hasilnya besar-besar, dan saya kroscek ke teman yang di Madiun, harga bibit katak porang sekitar Rp 130.000 sekilo dan itu sudah sold out, berarti kami harus bergerak dan porang itu potensi. Sehingga yang ada itu saya kembangkan," terang dia.

Pada tahun berikutnya, harga katak porang mencapai Rp 250.000 per kilogram. Sehingga Heri memutuskan untuk mengembangkan dan menambah lahan budidayanya.

"Dari situ saya simpulkan mulai dari bibit budidaya, panen umbi, jual umbi, jual katak, atau ekspor katak itu semuanya ada profit marginnya," kata dia.

Penghasilan dari budidaya

Dengan keuntungan yang didapat dari menanam porang, Heri menyimpulkan penghasilan terbesarnya saat ini diperoleh dengan cara membudidayakan tanaman porang.

"Cuma kesimpulan saya sementara, the biggest profit ada dari budidaya, oleh karena itu saya putuskan budidaya dan alhamdulillah tahun kemarin nanam 8 hektare dan saya tambah lagi 5 hektar," ujar dia.

Heri menuturkan, dengan berbudidaya porang, dirinya mampu meraup keuntungan dari umbi porang dan katak porang. Bahkan, ia menyebut margin keuntungannya hampir 70 persen pada budidaya.

"Karena kalau budidaya misal April 2021 harga porang pabrik terima itu Rp 9.000 (per kilogram), HPP (harga pokok penjualan) kami produksi itu harganya itu sekitar Rp 2.500. Mulai dari tanam sampai panen, sekitar Rp 6.500, mana ada yang marginnya kayak gitu, itu baru dari umbi belum kataknya," ujar dia.

"Katak hari ini per kilonya Rp 240.000 yang sudah kering, tapi kalau yang masih fresh panen itu (per kilonya) Rp 190.000 bulan ini," imbuh dia.

Mengajak investor budidaya porang

Berdasarkan Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang dibuatnya, Heri mengajak para investor untuk membudidayakan tanaman porang.


"Istilahnya dengan modal bibit sekian, hasilnya berapa, nanti bisa dipelajari," kata dia.

Dari RAB yang dimilikinya, diketahui ia membagi kavling budidaya porang menjadi tiga tipe.

Tipe pertama, dengan luas kavling 1.000 meter persegi yang ditanami porang sebanyak 8.000 batang, maka dalam setahun, keuntungannya dapat mencapai sekitar Rp 60.000.000 dengan biaya produksinya sebanyak Rp 20.592.000.

Sementara pada tipe kedua, dengan luas lahan 1.000 meter persegi yang ditanami 4.000 batang porang, dengan masa tanam dua tahun, maka keuntungannya dapat mencapai sekitar Rp 204.000.000 dengan biaya produksinya sebanyak Rp 43.062.000.

Sedangkan pada tipe ketiga, dengan luas lahan 1,000 meter persegi yang ditanami 2.500 batang porang dengan masa tanam satu musim, maka keuntungannya dapat mencapai sekitar Rp 152.400.000 dengan biaya produksi sebanyak Rp 52.092.000.

Semua keuntungan tersebut kemudian dilakukan bagi hasil untuk investor sebanyak 80 persen, dan untuk pengelola hanya 20 persen.

https://regional.kompas.com/read/2021/04/18/133134178/awalnya-ragu-menanam-porang-heriyanto-kini-ingin-garap-sampai-13-hektare

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke