Salin Artikel

Cerita Warga Terdampak Pembangunan Sirkuit Mandalika, Angkat Kaki dari Tanah Kelahiran Saat Puasa

Dusun tersebut berada di tengah lintasan sirkuit, jaraknya dengan trek lurus sangat dekat.

Kini, tersisa 50 kepala keluarga (KK) di dusun tersebut. Semula, kampung itu ditempati 250 KK.

Warga yang tersisa di kampung itu sedang sibuk membongkar bangunan rumah mereka. Menyelamatkan harta benda yang masih bisa diselamatkan.

Sebab, ITDC memberikan tenggat waktu agar mereka angkat kaki pada Kamis (15/4/2021).

"Awalnya kami diberikan tenggat waktu, tapi kemaren mereka meminta kami semua untuk angkat kaki dari sini, harus pergi, diberi waktu sampai hari Kamis, akan digusur," Kata Damar (43), salah-seorang warga yang masih bertahan, Senin (12/4/2021).

Damar dan istrinya, Lucile Job, terlihat sibuk mengemas barang-barangnya. Damar menikahi Lucile yang merupakan warga negara Perancis sekitar lima tahun lalu, mereka memilki tiga anak.

Lucile merasakan kesedihan suaminya dan warga sekitar. Mereka sangat berat meninggalkan tanah kelahiran mereka.

"Aku akan kehilangan tanah tempat aku dilahirkan, sedih sih, jujur sangat sedih, tapi kami bisa apa, tanah saya seluas 4.800 m2 hanya diakui 3.300 m2," kata Damar kecewa.

Damar membongkar sendiri rumah dan bungalo yang dikelolanya selama ini. Dibantu beberapa orang, ia membongkar bangunan itu dengan perasaan kecewa.

"Di sini saya lahir, tumbuh dan berjuang bersama keluarga, dan sekarang semua berakhir, harus pergi dari sini," katanya dengan suara bergetar.

Damar menjelaskan, tanah seluas 4.800 m2 itu merupakan peninggalan orangtuanya. Namun, ITDC hanya mengakui tanah seluas 3.300 m2. 

Untuk penggantian lahan tersebut, Damar mendapat Rp 75 juta/100 m2 dengan nilai total Rp 2,5 miliar.

Bungalo yang dimiliki Damar hanya dibayar dengan harga di bawah normal, tak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan saat membangunnya.

Damar menambangkan, mengikuti peraturan Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) bangunan hotel dan bungalo dihargai Rp 2,5 juta per meter. Namun, harga saat ini dihitung Rp 1,8 juta per meter. Damar pun merasa rugi.


Tak hanya Damar, satu per satu warga Dusun Ebunut angkat kaki dari tanah mereka. Ada warga yang tanahnya masih bersengketa, ada juga yang mendapatkan ganti rugi senilai Rp 10 juga hingga Rp 20 juta karena tak memiliki dokumen.

Mobil bak terbuka silih berganti memasuki Kampung Ebunut yang berada di tengah kawasan Sirkuit MotoGP. Mobil itu mengangkut barang milik warga seperti perabotan rumah tangga ke kampung lain.

Warga lainnya, Mawar mengaku belum memiliki tempat tinggal baru. Uang ganti rugi telah habis. Ia mengaku akan tinggal di gazebo untuk sementara sampai ada rumah untuk ditempati.

Rahmat (52), warga lainnya, juga sedang membereskan bangunan untuk pindah. Rumahnya hanya diganti Rp 10 juta.

Sementara gazebo miliknya tak dibayar, padahal biasanya gazebo berkaki enam harganya mencapai Rp 10 juta.

Terusir dari kampung di bulan puasa

Damar, Lucile Job, Mawar, Rahmat dan warga lain memang memilih membongkar sendiri rumah mereka. Harapannya, ada material yang bisa terpakai untuk membangun rumah di temat lain.

Damar, istri dan anak-anaknya untuk sementara memilih mengontrak rumah di kawasan Kuta, Lombok Tengah. Sebagian besar warga menolak tinggal sementara di tempat relokasi karena bangunan yang tak layak.

"Di sana sangat sempit, panas dan tidak layak ditempati, atapnya sangat bising, kalau hujan turun airnya bisa masuk karena rendah," Kata Lucile dalam bahasa Indonesia yang fasih.

Lucile mengaku kecewa atas kebijakan pemerintah yang memaksa warga membongkar rumahnya saat Ramadhan tiba.

"Ini diminta pergi saat puasa tiba, tidak ada respek bagi warga yang terdampak oleh proyek besar ini," katanya sambil mendekap bayinya.

300 makam dibongkar untuk sirkut

Selain tanah dan bangunan, proyek sirkuit itu juga membuat 300 makan terbongkar. Warga juga membongkar sendiri makam keluarga mereka.

Mereka mengumpulkan tulang belulang keluarga mereka untuk dipindahkan ke makam di luar kawasan sirkuit.

"Ini betul betul menyakitkan, bayangkan kami saja terusir, hingga jejak kematian kami harus angkat kaki dari tanah ini, seolah tidak boleh ada jejak kami yang tertinggal di kawasan sirkuit ini," kata Sibawaeh, warga yang memilih bertahan di tanahnya, di tikungan sembilan Sirkuit Mandalika.

Sibawaeh mengaku ada makam keluarganya yang juga dibongkar, dan itu membuatnya kecewa.

Satir (53), warga Ebunut yang juga memilih bertahan di lahan yang ditempatinya bersama orang tuanya, merasakan hal yang sama. Makam sanak keluarganya harus dibongkar karena proyek sirkuit.


Makam itu teletak di bukit yang berada di trek lurus, warga menyebutnya Makam Montong, di Dusun Ujung Daye.

Satir yang berprofesi sebagai pedagang di Pantai Seger itu mengaku tak gentar bertahan di tanah seluas 1,6 hektare. Ia tak akan angkat kaki seperti warga lainnya.

"Saya akan bertahan di sini sampai saya dibayar oleh ITDC, kami tidak pernah menjual tanah ini, bapak saya masih hidup, dan dia tidak pernah menjual tanahnya, bapak saya menghadapi sendiri pihak ITDC, yang meminta kami tinggalkan lahan, karena tanah itu atas nama bapak saya dan tak pernah menjualnya pada siapa pun" kata Satir yakin.

Hingga kini, Satir dan keluarganya masih bertahan. Meski, aparat kerap kali datang memintanya pergi.

"Saya tidak akan pergi, saya lahir di tanah ini, asli orang sini, biar polisi tangkap saya, saya tetap bertahan, sering polisi minta kami pergi diancam akan digusur," kata Satir.

Kekecawaannya tak terhindar karena tiga makam saudaranya dibongkar dan dipindahkan ke lokasi lain.

Ia mengatakan, jika harus membeli lahan itu agar makam adiknya tak dibongkar, Satir akan membayarnya.

"Saya tidak mau mejual kuburan adik saya, misalnya saya akan dibayar Rp 500 juta agar mau memindah makam adik saya, saya tidak mau, tapi kami terpaksa bongkar, karena warga lain membongkar makam sanak keluarga mereka," kata Satir kecewa.

Warga dijanjikan ganti rugi Rp 50 juta untuk satu liang, sebagian besar warga hanya menerima Rp 4,5 juta per makam.

Akses jalan warga sangat buruk

Sejak dijadikan proyek sirkuit MotoGP, akses jalan warga menjadi sangat sulit dan menganggu aktivitas sehari-hari. Mereka terganggu bekerja, beribadah, hingga mengantar anak sekolah.

Akses jalan keluar masuk kampung sangat terbatas, terlebih di musim hujan, jalan sangat becek dan berlumpur.

Belum lagi ketika curah hujan tinggi, permukiman mereka yang tersisa tergenang banjir, karena berubahnya bentang alam akibat pembangunan sirkuit.

Kawasan sirkuit dan desa sekitarnya tergenang banjir mencapai 1,5 meter. Banjir di kawasan itu baru kali ini dialami warga.

Tanggapan Wagub NTB

Saat dikonfirmasi terkait sejumlah keluhan warga yang terdampak pembangunan Sirkuit Mandalika, Wakil Gubernur NTB Sitti Rohmi Djalillah mengatakan, proses pembangunan telah sesuai rencana dan mengedepankan kepentingan masyarakat lokal.

Beragam pelatihan sudah diberikan kepada warga lokal untuk meningkatkan keterampilan mereka menghadapi even olahraga dunia MotoGP.


"Semuanya sudah on the right track kok, alhamdulillah mundur menjadi Maret 2022 kita bisa well prepared di segala sisi, apalagi kita berharap tahun ini pandemi bisa selesai dan 75 persen penduduk sudah divaksin selesai tahun 2021," kata Rohmi pada Senin.

Ditanya terakit dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilaporkan pakar PBB, Rohmi enggan berkomentar.

Dirinya menyebut, sudah ada pihak yang berhak menangani masalah itu. Baginya, seluruh proses pembangunan telah berjalan dengan baik.

“itu tentunya ada prosesnya ya, saya tidak bisa terlalu banyak berkomentar di sini, yang jelas semua ada step step prosesnya dan itu tertangani oleh pihak pihak yang memang berkepentingan untuk itu," jawabnya.

Rohmi menjelaskan, pemerintah selama ini mengawal proyek tersebut dari awal sampai akhir. Polda NTB dan TNI, kata dia, mengawal proses pembebasan lahan hingga pembangunan agar berjalan sesuai aturan.

Perihal tradisi yang terancam hilang dan jejak makam warga di kawasan itu, Rohmi mengatakan, hal itu sudah dikomunikasikan dengan baik dengan warga setempat.

“jadi sesuatu yang dilakukan di Mandalika bukan mengancam masyarakat tetapi yang dilakukan di Mandalika untuk kemaslahatan masyarakat di sekitar Mandalika ini, ini harus kita kawal bersama, ya masalah tidak mungkin 100 persen selesai, ayo kita kawal bersama," Kata Rohmi.

Pihak ITDC yang dikonfirmasi terkait penggusuran lahan di Dusun Ebunut, belum memberi jawaban secara tertulis. Hanya saja, Direktur Utama ITDC Abdulbar M Mansoer membantah adanya pelanggaran HAM di kawasan tersebut.

"Kemenlu sudah menjawab melalui perwakilan tetap RI di Jenewa, telah dikatakan bahwa tidak ada hal yang terjadi seperti yang disangkakan itu," Kata Mansoer, Kamis (8/4/2021).

https://regional.kompas.com/read/2021/04/15/050239278/cerita-warga-terdampak-pembangunan-sirkuit-mandalika-angkat-kaki-dari-tanah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke