Salin Artikel

Di Tangan Aep, Batu dari Lereng Merapi Bisa Dijual ke Iran

Batu-batu yang sudah dibentuk itu, dipercantik lagi dengan detail relief-relief gambar bunga hingga manusia.

Semua karya seni yang dijajakan di depan rumah kecil layaknya galeri seni itu, merupakan hasil tangan dari seorang pria asal Magelang bernama Aep Sudraja (63) yang sudah menggeluti pahat batu sejak 1993.

Kemahiran dalam seni memahat didapatkan dari didikan kedua orangtuanya, yang dulunya seorang ahli pahat pada masanya.

"Ini (memahat batu) sudah turun temurun dari orangtua yang diwariskan anaknya. Sekarang, saya lah yang meneruskan pekerjaan seni pahat ini," jelas Aep, Selasa (13/04/2021).

Untuk membentuk batu menjadi sebuah seni yang bernilai jual tidaklah sederhana. 

Dengan tangan tuanya, Aep harus memecah bongkahan batu besar yang didapat dari lereng Gunung Merapi menjadi bagian lebih kecil agar mudah dibentuk.

Batu-batu yang sudah menjadi potongan lebih kecil harus diperhalus lagi.

Batu akan dipukul-pukul dengan palu bersama alat pahat hingga permukaannya lebih rata.

"Sebelum dibentuk batu harus dibubut dulu (diperhalus) dengan cara dipukul palu dengan alat pahat yang bernama cuplik dan tatah. Nantinya, batu akan membentuk bakalan yang membuat batu lebih mudah dibentuk," ujarnya.


Setelah diperhalus, dia terlebih dulu menggambar di kertas untuk konsep pahatan yang akan dibentuk.

Hasil gambaran tersebut yang akan menjadi contoh bentuk batu yang akan dipahat.

"Jadi, harus ada gambarannya dulu seperti apa batu yang akan dibentuk. Proses gambar pun harus teliti dengan ukurannya tepat, tidak boleh salah meskipun satu sentimeter. Karena, akan berpengaruh pada hasil akhirnya," ujarnya.

Semua pekerjaan tersebut, dilakukan dengan cara manual.

Menurutnya, pengerjaan tanpa bantuan mesin akan membuat kualitas dari pahatan batu lebih kuat meskipun membutuhkan waktu yang lebih lama untuk penyelesaiannya.

Sebagai perbandingan, untuk membuat pahatan batu bentuk gapuro yang dipakai sebagai gerbang pintu masuk jika dikerjakan secara manual menghabiskan waktu hingga empat bulan lamanya.

Sedangkan, jika dibantu mesin hanya membutuhkan satu bulan saja.

"Beda sekali yang dikerjakan dengan tangan langsung sama dibantu mesin. Karena, batunya akan lebih kuat dan tahan lama dengan dikerjakan manual. Makanya sejauh ini, terus mengutamakan kualitas," tuturnya.

Atas kegigihan dan keuletannya untuk mengedepankan kualitas, batu-batu pahatannya pun dilirik pasar asing.

Sedangkan untuk pasar dalam negeri, batu-batunya sudah terjual ke berbagai pelosok negeri mulai dari daerah Jakarta, Surabaya, Solo, Makasar, hingga Bali.


"Kalau pemasaran, untuk Indonesia sendiri hampir semua wilayah sudah pernah membeli. Untuk yang dari luar negeri pernah di pesan oleh negara Iran beberapa tahun silam," tuturnya.

Sementara itu, harga jual tiap goresan pahatannya pun berbeda-beda. Semuanya disesuaikan dengan ukuran batu hingga tingkat kesulitan pahatan.

Untuk yang paling rendah mulai dari puluhan ribu dan yang paling tinggi bisa kisaran ratusan juta rupiah.

"Mengenai harga disesuaikan dengan ukuran batu dan kesulitan pembuatan. Karena, harga bahan batunya saja juga sudah mahal. Untuk bahan batu yang ukuran sedang saja bisa seharga puluhan juta," pungkasnya.

 

Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Kisah Pemahat Batu dari Magelang, Utamakan Kualitas, Karyanya Sudah Terjual Hingga Iran.

https://regional.kompas.com/read/2021/04/13/210702878/di-tangan-aep-batu-dari-lereng-merapi-bisa-dijual-ke-iran

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke