Salin Artikel

Mengenal Tanjak Melayu, Tak Sekadar Penutup Kepala, Terbuat dari Kain dan Miliki Simpul

Tanjak yang disebut juga mahkota kain/ikat-ikat/tengkolok adalah salah satu perlengkapan pakaian di Palembang yang dipakai oleh bangsawan dan tokoh masyarakat di masa lalu.

Hal tersebut disampaikan Dosen LB Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang sekaligus sejarawan Sumsel Kemas AR Panji, dikutip dari Tribuntribunsumselwiki.com, Rabu (10/2/2021).

"Berdasarkan cerita Herolint, tanjak sudah ada sejak masa Kesultanan Palembang berkuasa dan dipakai oleh para priyai/pembesar/bangsawan/tokoh masyarakat pada masa itu," katanya.

Bukti keberadaan tanjak bisa dilihat di beberapa sketsa atau lukisan Perang Palembang (1819-1821), peristiwa 4 Syawal/pengasingan SMB II (3 Juli 1821), Perang Jati (Lahat) tahun 1840-an, Perang Gunung Merakso (Lintang) tahun 1845, Perang Mutir Alam (Besemah) tahun 1860, dan beberapa sketsa yang lain.

Ia mengatakan, pada tahun 1823, Belanda menghapus tanjak dari Kesultanan Palembang Darussalam.

Namun, penggunaan tanjak masih tetap eksis hingga hari ini sebagai simbol budaya. Tanjak juga dikenakan terutama saat acara penting dan acara adat.

Dari filosofinya, tanjak berasal dari bahasa Melayu Palembang, yaitu tanjak atau nanjak yang berarti naik/menjulang ke tempat yang Tinggi.

Itulah sebabnya bentuk tanjak itu menjulang tinggi atau meninggi ujungnya diwakili dengan segitiga.

"Sebagai kesimpulan, kata tanjak bukan singkatan dari kata tanah yang dipijak, tetapi menunjukkan sesuatu yang ditinggikan bukan direndahkan, dan di dalam tubuh manusia kepala adalah tempat tertinggi dan dimuliakan," katanya.

Yang pertama adalah terbuat dari kain. Biasanya kain yang digunakan adalah kaing songket, angkinan, pardo, dan batik.

Dari beberapa sumber menyebutkan bahwa tanjak yang terbuat dari kain songket dahulunya hanya dipakai oleh para Priyai atau pangeran atau bangsawan yang mempunyai jabatan tertentu.

Sedangkan tanjak batik biasanya dipakai oleh para bangsawan dan masyarakat umum untuk berbagai kegiatan.

Sementara syarat kedua adalah kain segi empat yang kemudian dilipat menjadi kain segi tiga.

Dan bagian terpenting ketiga adalah simpul.

Simpul yang berada pada tanjak melambangkan tentang persatuan/ikatan. Ada juga yang mengartikan sebaga ikatan pernikahan/kekeluargaan.

Simpul terbagi menjadi dua bagian simpul kiri dan kanan. Dari ikatan pernikahan inilah terjalinnya simpul persaudaraan/kekeluargaan.

Simpul pernikahan juga menandakan asal-usul. Simpul ketupat palas maka menandakan pengguna berasal dari Riau, Johor, Lingga, dan Pahang.

Jika simpul ketupat makassar, maka pengguna berasal dari Makassar. Selain itu, ada berbagai jenis simpul seperti simpul garam sebuku yang mewakili daerah Perak.

Yang terakhir tanjak memiliki karangan atau solekan di bagian atas tanjak.

Ada juga Pucuk Pisang, Mumbang Belah Dua, Sarang Kerangga, Ayam Patah Kepak, dan Kacang Dua Helai Daun.

Selain itu, ada jenis Sekelongsang Bunga, Belalai Gajah, Setanjak Balung Raja, Ketam Budu, Solok Timba, Pari Mudek, dan Buana.

Salah satu jenis tanjak yang terkenal adalah tanjak ikatan laksamana.

Tapak kain tanjak dijadikan dari tiga lapis pelit. Selapis dari lipatannya dapat dilihat menangkup simpul tanjak di atas telinga kiri.

Pucuk tanjak dilipat supaya bertindih dengan bahagian ujung sebelah atasnya yang dilentik dengan cermat naik ke atas.

Kain yang dilipat itu kemudian disimpulkan. Tanjak ini biasanya dipakai oleh seorang ahli kerabat diraja. Jika rakyat biasa yang memakainya, pucuk tanjak ujung kuasa dan simpulnya biasanya diletakkan di atas telinga kiri.

https://regional.kompas.com/read/2021/04/10/060700278/mengenal-tanjak-melayu-tak-sekadar-penutup-kepala-terbuat-dari-kain-dan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke