Salin Artikel

Kisah Istri Bupati Sumba Timur Memikul Bantuan Korban Banjir di Jalan Berlumpur Sejauh 1 Km

Salah satu wilayah yang terdampak bencana alam tersebut adalah Kabupaten Sumba Timur, Pulau Sumba, NTT.

Saat ini, ada ribuan warga yang mengungsi di kabupaten yang terletak di ujung timur Pulau Sumba itu.

Pada Kamis (8/4/2021), ada sebanyak 7.212 jiwa mengungsi, 1.919 kepala keluarga terdampak, dan 250 rumah rusak berat di Kabupaten Sumba Timur.

Musibah yang datang secara tiba-tiba itu membuat masyarakat dan pemerintah setempat ketar-ketir.

Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) sekaligus istri Bupati Sumba Timur, Merliaty Praing Simanjuntak mengisahkan perjuangannya di tengah musibah tersebut.

Merliaty menuturkan, ia dan sejumlah relawan muda menerobos lumpur setinggi paha orang dewasa sejauh kurang lebih satu kilometer.

Mereka melakukan hal itu sambil memikul barang bantuan darurat untuk warga penyintas bencana di Desa Kiritana, Kecamatan Kambera, Sumba Timur, Selasa (6/4/2021) sore.

Bantuan darurat tersebut antara lain, pakaian, nasi bungkus, mi instan, bubur bayi, dan susu bayi.

Selain itu, ada popok bayi, karpet, sabun mandi, dan pasta gigi.

"Jadi, begitu keadaan seperti itu sih yang terlintas di kepala, apa yang bisa kita lakukan, ya kita lakukan," kata Merliaty kepada Kompas.com, saat dihubungi melalui sambungan telepon, Kamis (8/4/2021) malam.

"Yang kami khawatirkan begini, tidak ada korban nyawa karena bencana, tapi justru (ada korban jiwa) karena tidak terjangkau bantuan (darurat berupa makanan)," ujar Merliaty menambahkan.

Ia menjelaskan, pikiran siaga kedaruratan dalam dirinya terbentuk sejak menempuh pendidikan tinggi. Sebab, Merliaty merupakan lulusan sekolah pamong praja.

Pilihan melewati lumpur

Merliaty mengungkapkan, awalnya ia dan sejumlah relawan berangkat dengan menggunakan mobil dari Waingapu, ibu kota Sumba Timur.

"Waktu itu kan kita pikir bisa pakai mobil. Kan kita sudah bawa mobil yang punya derek to. Saya pikir 'eh, kalau hanya air saja masih tembus ini mobil begini.' Ternyata bukan air, lumpur. Lumpur dalam saat itu," tutur Merliaty.


Saat itu, mobil yang ditumpangi Merliaty diparkirkan di ujung jalan yang berlumpur. Kemudian, Merliaty dan para relawan berjalan kaki.

"Kalau yang di awal itu, masih setinggi lutut. Setelah itu sampai di tempat yang longsor, (lumpurnya) dalam sampai paha. Nah, itu yang paling berbahaya di situ. Karena jalannya sisa sedikit saja yang nempel di bukit itu," ujar Merliaty.

Ia mengisahkan, dirinya dan relawan harus berjalan cepat agar bantuan bisa segera tiba di lokasi bencana. Mereka harus berjibaku di tengah lumpur dan hujan yang turun tak pernah berhenti.

"Saya sih konsen ke yang lemah dulu ya. Karena (saya) pikir, ini pasti yang terdampak paling terasa itu kan biasanya ibu-ibu sama bayinya. Saya membayangkan itu anak-anak, perempuan, ibu hamil, lansia itu kayak apa nasibnya kan," kata Merliaty.

Relawan dan barang bantuan

Sejumlah relawan muda yang bergabung bersama Merliaty adalah warga di sekitar rumah pribadinya di Jalan Sultan Agung, Kelurahan Kamalaputi, Kota Waingapu, Sumba Timur.

Merliaty menyebutkan, ajakan terhadap anak muda bertujuan untuk menanamkan rasa peduli dalam diri mereka.

Selama dalam perjalanan, Merliaty selalu menyemangati para relawan meskipun beratnya barang yang dipikul terasa menguras tenaga.

"Kami bawa banyak pakaian, makanan. Memang berat sih. Apalagi lumpur sedalam itu to," ungkap Merliaty.

Ada pun barang-barang yang dipikul Merliaty dan relawan merupakan bantuan dari para donatur di Kota Waingapu.

Sejumlah donatur tersebut memberikan sumbangan setelah Merliaty menghubungi mereka.

Berjuang sampai di titik terakhir

Merliaty mengatakan, ia dan relawan tidak bisa sampai di lokasi terdampak banjir bandang. Mereka hanya sampai di pinggir Sungai Kiritana yang sedang banjir.

Sementara lokasi bencana terletak di seberang sungai tersebut. Bantuan yang dibawakan itu dijemput oleh sejumlah warga dari lokasi bencana.


Menurut Merliaty, beberapa warga tersebut memiliki kemampuan khusus untuk melewati sungai yang sedang banjir. Sebab, mereka merupakan warga asli di sana.

Kemudian Merliaty dan relawan muda bergegas pulang karena hari hampir petang.

"Waktu pulang itu, saya khawatir itu tebing hancur lagi. Makanya saya suruh pegangan tangan. Karena sempat ada yang jatuh. Jatuh, kakinya sudah separuh di jurang itu," kata Merliaty.

Merliaty mengatakan, ia dan suaminya berpencar ke beberapa lokasi yang mengalami bencana.

Merliaty memilih ke Desa Kiritana karena di wilayah itu yang terdampak cukup parah berdasarkan laporan yang ia terima.

"Mungkin dengan melihat (langsung) seperti ini, namanya saya istri bupati, setelah pulang saya bisa laporkan sama bapak. Karena saya sudah lihat langsung," ujar Merliaty.

"Susah, kalau kita tidak lihat langsung. Medan begini harus lihat langsung. Kalau tidak lihat langsung, ceritanya nanti fiktif kan. Jadi, kita harus ke lokasi. Memang yang ada di otak saya, mau lihat kesulitan seperti apa yang akan bisa ceritakan sama bapak (bupati)," ujar Merliaty lagi.

Hal itu agar proses penyaluran bantuan kepada warga di wilayah yang terisolasi bisa disiasati dengan baik.

Merliaty mengungkapkan, ia sangat bersyukur karena di wilayah tersebut tidak terdapat korban jiwa akibat bencana alam.

https://regional.kompas.com/read/2021/04/09/150257578/kisah-istri-bupati-sumba-timur-memikul-bantuan-korban-banjir-di-jalan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke