Salin Artikel

Dari Jambi, Lada Berlayar hingga ke Eropa dan Timur Tengah

Dikutip dari Indonesia.go.id selain Jambi, wilayah lain di Sumatera yang menghasilkan lada adalah Palembang, Bengkulu, Lampung, Aceh, Tapanuli, dan sebagainya.

Dalam buku yang berjudul Sungai dan Sejarah Sumatera yang ditulis oleh Gusti Asnan dijelaskan bahwa perdagangan lada di Pulau Sumatera ada di beberapa lokasi.

Setidaknya ada tiga bagian, yaitu pesisir sebelah utara pantai barat Sumatera (Barus, Singkil, dan Meulaboh), kawasan bagian selatan pesisir barat Sumatera (Indrapura, Bengkulu, dan Lampung), dan kawasan bagian tengah dan selatan bagian timur Pulau Sumatera (Jambi, Aceh, Pedir, dan Palembang).

Tak hanya untuk bumbu masakan. Lada juga berfungsi sebagai pengawet, obat-obatan, dan diambil minyaknya untuk wangi-wangian serta dapat digunakan sebagai alat tukar layaknya uang.

Para pedagang ini memanfaatkan Perairan Malaka sebagai jalur perdagangan pada tahun 1550-an hingga akhir abad ke-17.

Lada jambi adalah salah satu varian lada di Sumatera. Varian lainnya adalah lada manna dan lada khawur.

Penamaan varian lada disesuaikan dengan asal daerah penghasilnya atau cara penanamannya seperti lada sulur dan lada anggur.

Penghasil lada di Jambi ada di daerah hulu Jambi yakni Tanjung Kuamang, Sumai, Muara Tembesi, dan Tujuh Koto.

Pedagang lada di Jambi terbagi empat bagian yakni pedagang lada Minangkabau, Portugis, orang Tionghoa, dan Belanda.

Keempatnya memainkan perannya masing-masing di jalur Sungai Batanghari dan di pasar internasional.

Pertama, jaringan hulu (pedalaman) yaitu berada di hulu Sungai Batanghari.

Jaringan kedua, melalui jalur alternatif, yaitu dari hulu ke Muaro Tebo kemudian dibawa ke Selat Malaka melalui Indragiri dan Kuala Tungkal.

Permintaan akan lada di pasar yang tergolong besar menyebabkan petani lada meluaskan lahan pertaniannya.

Harganya pun naik turun. Tidak optimalnya pemeliharaan kebun lada dan monopoli perdagangan menyebabkan kondisi perekonomian petani tidak stabil.

Mereka kemudian beralih dengan menanam padi, karet dan sebagainya. Hal tersebut ternyata berdampak pada perekonomian kesultanan di Jambi.

Karena selama ini sultan mengandalkan pemasukan yang diperoleh melalui monopoli perdagangan atau bea ekspor.

Pada periode kerjasama dengan VOC, Sultan Jambi menangguk untung 30-35 persen dari lada yang terjual. Hal tersebut membuat para Sultan Jambi menjadi sangat kaya.

Perdagangan lada di Jambi tergolong sangat singkat dan tidak membawa kemakmuran panjang bagi masyarakat.

Namun sampai saat ini, lada di Jambi masih dijumpai, walaupun tidak tergolong besar.

Pemanfaatannya pun masih digunakan masyarakat sebagai bumbu masakan yang tak bisa dilewatkan.

https://regional.kompas.com/read/2021/03/27/063600678/dari-jambi-lada-berlayar-hingga-ke-eropa-dan-timur-tengah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke