Salin Artikel

Cerita Sukir, 7 Tahun Jadi Penarik Getek yang Dibayar Seikhlasnya

Keberadaan sungai itu amat penting bagi kehidupan masyarakat.

Terutama bagi mereka yang mata pencahariannya bergantung dari sumber daya alam itu, semisal penambang pasir.

Begitu pula bagi Sukir, warga Desa Wonotirto, Kecamatan Karanggayam, Kebumen. Dia memiliki cara lain memanfaatkan sungai itu sebagai ladang pencarian.

Berbekal rakit yang biasa disebut getek oleh warga setempat dan tali tambang, Sukir menyediakan sarana transportasi penyeberangan di wilayahnya.

Sungai Lukulo yang besar membuat warga takut menyeberang.

Meski airnya tenang, sungai yang dalam itu siap menghanyutkan. Terlebih saat, curah hujan tinggi, sungai akan lebih mengancam.

Arus bisa seketika berubah besar hingga volume air meningkat tajam.

Padahal komunitas sosial di beberapa wilayah yang terpisah sungai itu saling terhubung.

Warga Kecamatan Karanggayam kerap pergi ke Kecamatan Karangsambung. Namun, tidak ada fasilitas penyeberangan yang memadai di wilayah itu.

Keberadaan penyeberangan getek jadi solusi atas permasalahan itu.

"Saya bikin getek memang tujuannya buat nyeberang," katanya, Jumat (26/3/2021).


Sekitar tujuh tahun lalu, Sukir kali pertama membuat transportasi itu bukan untuk masyarakat umum.

Dipicu keluarganya kesulitan mengakses desa luar karena terpisah sungai besar.

Hingga dia berinisiatif membuat getek untuk menyeberangkan anggota keluarganya.

Ternyata warga lain atau tetangganya ikut meminta bantuan menyeberang. Sukir pun dengan senang hati membantu mereka.

Alhasil, sejak saat itu ia tidak hanya menyeberangkan anggota keluarganya namun juga warga yang butuh pertolongan.

Bukan cuma manusia, ada pula sepeda motor atau gerobak. Tak dinyana, aktivitas itu sekaligus menjadi sumber mata pencahariannya.

Warga yang terbantu olehnya biasa memberi uang jasa secara sukarela, Sukir tak mematok tarif bagi jasa penyeberangannya.

Dia menerima berapa pun upah dari penumpang sebagai rizki yang disyukurinya.

"Penghasilan tak pasti. Kalau pas sepi tidak ada (pemasukan), cuma satu dua (penumpang). Kalau yang ngasih Rp 10 ribu ya ada, Rp 5 ribu ada, dan Rp 2 ribu juga ada," jelasnya.

Punya usaha penyeberangan tradisional bukan tanpa risiko. Dia harus memastikan keselamatan penumpangnya terjaga sampai tujuan.

Terlebih moda transportasinya masih manual dan sangat sederhana.

Sukir tak segan menegur penumpangnya yang posisi tubuhnya terlalu di pinggir. Dia meminta penumpang untuk menggeser posisinya ke tengah agar keseimbangan perahu terjaga.


Sukir tentu tak mau penumpangnya celaka, niat menolong bisa berubah jadi petaka.

Banjir Sungai Lukulo karena intensitas tinggi juga menjadi ujian baginya.

Arus sungai yang tenang berubah bandang. Debit air naik signifikan. Saat itu, keberadaan perahu geteknya terancam.

Ia berkali-kali kehilangan rakit karena diterjang banjir bandang.

Pengait rakit tak kuat menahan besarnya arus saat sungai meluap. Akibatnya, getek rusak atau hilang terbawa aliran.

Padahal banyak warga yang butuh bantuannya untuk menyeberang. Tanpa keberadaan geteknya, warga pasti kesusahan. .

Karenanya, Sukir harus merakit kembali getek baru dari bahan alam, sehingga bisa kembali melayani masyarakat dengan senyuman.

"Bikin getek bisa habis banyak, tambangnya saja Rp 2 juta," paparnya.

 

Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Kisah Sukir 7 Tahun Jadi Penarik Getek di Sungai Lukulo Kebumen.

https://regional.kompas.com/read/2021/03/27/015655578/cerita-sukir-7-tahun-jadi-penarik-getek-yang-dibayar-seikhlasnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke