Salin Artikel

Asal-usul Pontianak, Legenda Hantu Kuntilanak hingga Hari Tanpa Bayangan di Tugu Khatulistiwa

Hari tanya bayangan tersebut terjadi pada 21-23 Maret dan 21-23 September.

Di tahun 2021, hari tanpa bayangan digelar secara terbatas dengan mendirikan telur-telur secara tegak di kawasan Tugu Khatulistiwa pada Minggu (21/3/2021).

Telur-telur tersebut berdiri tegak tanpa bayangan.

Konon siapapun yang berada di garis khatulistiwa saat fenomena kulminasi matahari, dipercaya akan awet muda.

Karena pandemi, even di tahun 2021 disaksikan masyarakat secara live streaming.

Tugu Khatulistiwa berada di Jalan Khatulistiwa, Kecamatan Pontianak Utara. Tugu ini dibangun pada tahun 1928 oleh astronom dari Belanda,

Tahun 2019, ahli dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk melakukan penelitian posisi tepat garis khatulistiwa.

Hasilnya garis khatulistiwa berada tepat di bangunan bola dunia yang ada di kawasan Tugu Khatulistiwa.

Kota Pontianak dilalui Sungai Kapuas sungai terpanjang di Indonesia dan Sungai Landak yang membelah kota yang dikenal dengan nama Kota Khatulistiwa

Lalu dari mana asal-usul nama Pontianak?

Dikutip dari buku Asal-usul Kota-kota di Indonesia Tempo Doeloe yang ditulis Zaenuddin HM nama Pontianak tak lepas dari kisah hantu kuntilanak yang selalu mengganggu Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie.

Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie lahir pada tahun 1142 Hijriah/1729/1730 Masehi. Ia adalah putra dari Al Habib Husin seorang penyebar ajaran Islam yang berasal dari Arab.

Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie adalah pendiri serta menjadi sultan pertama di Kerajaan Pontianak.

Alkisah diceritakan setiap menyusuri Sungai Kapuas, Sultan Syarif selalu diganggu kuntilanak.

Ia pun terpaksa melepaskan tembakan meriam untuk mengusir hantu kuntilanak. Selain itu lokasi peluru meriam yang ditembakkan jatuh, akan didirikan sebuah kesultanan.

Peluru meriam jatuh di dekat persimpangan Sungai Kapuas dan Sungai Landak yang kini dikenal dengan nama Bering.

Tak hanya itu. Nama Pontianak juga disebut berasal dari kata Pontian yang berarti pemberhentian atau tempat singgah.

Lokasinya yang strategis membuat wilayah tersebut menjadi tempat singgah sementara untuk pelaut atau pedagang yang melintas.

Asal-usul lain kata Pontianak berasal dari kata Kun Tian yang dalam bahasa Mandarin berarti tempat pemberhentian.

Dan sebagian besar orang tua Tionghoa di Pontianak masih menyebut kota tersebut dengan nama Kun Tian.

Kota Pontianak didirikan oleh Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie pada Rabu, 23 Oktober 1771 atau 14 Rajab 1185 H.

Pendirian kota ditandai dengan dibukanya hutan di persimpangan Sungai Landak, Sungai Kapuas Kecil, dan Sungai Kapus Besar. Lalu didirikan lah balai dan rumah sebagai tempat tinggal.

Pada tahun 1778, Syarif Abdurrahman Alkadrie dikukuhkan menjadi sultan.

Letak pusat pendirian pemerintahan ditandai dengan dibangunnay Masjid Jami yang kini menjadi Masjid Sultan Syarif Abdurrahman dan Istana Kadariah yang kini berada di Kelurahan Dalam Bugis, Kecamatan Pontinak Timur.

Ia menyebut Belanda masuk ke Pontianak dari Batavia pada tahun 1194 Hijriah atau 1773 Masehi.

Disebutkan Syarif Abdullah adalah putera ulama Syarif Hussein bin Ahmed Alqadrie atau versi lain menyebut sebagai Al Habib Husin.

Syarif Abdullah meninggalkan Kerajaan Menpawah dan merantau. Ia tiba di Banjarmasin dan menikah dengan adik Sultan Banjar Sunan Nata Alam dan ia pun dilantik sebagai seorang pangeran.

Dia berhasil dalam peniagaan. Lalu ia mempersenjatai kapal pecalang dan perahu lancang untuk melawan Belanda.

Dibantu Sultan Pasir, Syarif Abdullah membajak kapal Belanda dan juga kapal Inggris di dekat Bangka.

Dengan kekayaannya, ia kemudian mendirikan pemukiman yang menjadi pusta perdagangan yang kini dikenal dengan nama Pontianak.

Mereka kemudian menempati daerah di seberang istana kesultanan yang kini dikenal dengan daerah Tanah Seribu atau Verkendepaal.

Pada 5 Juli 1779, Belanda membuat perjanjian dengan sang sultan bahwa Tanah Seribu menjadi pusat kegiatan bangsa Belanda.

Wilayah tersebut kemudian menjadi kedudukan pemerintahan Residant het Hoofd Westeraffieling van Borneo (Kepala Daerah Keresidenan Borneo Barat) dan Asistent Resident het Hoofd de Affleeling van Pontianak (Asisten Residen Kepala Daerah Kabupaten Pontinak).

Area tersebut kemudian menjadi Controleur het Hoofd Onderafdeeling van Pontianak atau Hoofd Plaatselijk Bestuur van Pontianak.

Lalu Asistent Resident het Hoofd de Afdeeling van Pontianak semacam Bupati Pontianak mendirikan Plaatselijk Fonds yang mengelola eigendom atau kekayaan pemerintah serta mengurus dana pajak.

Pada masa penjajahan jepang, Plaatselijk Fonds berganti nama menjadi Shintjo.

Singkat cerita, sesuai Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, Pemerintah Tingkat II Pontianak diubah sebutannya menjadi Pemerintah Kota Pontianak.

Kini Pontianak terus menjadi kota yang berkembang dan layak menjadi kota tujuan wisata.

https://regional.kompas.com/read/2021/03/23/101500678/asal-usul-pontianak-legenda-hantu-kuntilanak-hingga-hari-tanpa-bayangan-di

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke