Salin Artikel

Cerita Asep, Kilas Balik Gempa dan Tsunami Aceh 2004, Ratusan Ribu Jiwa Jadi Korban

Setelah 17 tahun berlalu, pria yang diduga Asep ditemukan dirawat di RSJ Zainal Abidin di Banda Aceh.

Saat bencana alam itu terjadi, Asep sedang bertugas di Aceh sebagai pasukan Bantuan Keamanan Operasional (BKO) Brigade Mobil (Brimob) Resimen I Kedung Halang Bogor.

Pria yang diduga Asep tersebut diantarkan ke RSJ pada tahun 2009 dalam keadaan linglung dan tanpa identitas yang jelas.

Pada tahun 2016, pihak RSJ akan mengembalikan Asep. Namun karena tak ada keluarga, ia tetep dirawat di RSJ.

Saat ini keluarga masih menunggu kasil tes DNA yang dilakukan RSJ bersama dengan tim Polda Aceh.

Kala itu gempa dangkal berkekuatan 9,3 SR terjadi di dasar Samudera Hindia sekitar pukul 07.59 WIB.

Tak menunggu lama, pesisir Aceh disapu gelombang tsunami yang dahsyat dengan ketinggian 30 meter dan kecepatan mencapai 100 meter per detik atau 360 kilometer per jam.

Minggu itu menjadi sejarah kelam bagi Bangsa Indonesia.

Gelombang besar tersebut menghancurkan pemukiman dan meluluhlantakkan pesisir Aceh dalam waktu sekejap.

Bahkan Kapal LLTD Apun terseret hingga lima kilometer ke tengah daratan.

Pada 4 Januari 2005, PBB mengeluarkan taksiran awal bahwa jumlah korban tewas sangat mungkin melebihi angka 200.000 jiwa.

Berdasarkan Kompas.com (26/12/2020), jumlah korban dari peristiwa alam tersebut disebut mencapai 230.000 jiwa.

Jumlah tersebut tak hanya dari Indonesia, tapi juga negara-negara lain yang turut terdampak tsunami.

Dahsyatnya getaran gempa tersebut bahkan dirasakan sampai Somalia, Afrika Timur yang berjarak 6.000 kilometer dari Samudra Hindia.

Di Thailand, gelombang setinggi 10 meter menerjang lima provinsi yang terletak di sepanjang pesisir selatan, yaitu Songkhla, Phuket, Krabi, Phang Nga, dan Surat Thani.

PBB menyatakan bencana ini sebagai bencana kemanusiaan terbesar yang pernah terjadi. Bencana besar tersebut membuat jaringan listrik dan komunikasi terputus.

Awalnya ratusan orang sudah ditemukan meninggal. Dan tidak diketahui berapw banyak orang yang hilang akibat tersapu gelombang, tertimpa reruntuhan, dan sebagainya.

Warga yang masih selamat pun kehilangan tempat tinggalnya, jumlahnya bukan hanya ratusan, tapi ratusan ribuan dan mereka harus hidup di lokasi pengungsian.

Bencana ini sontak menjadi bencana nasional dan menjadi pemberitaan utama media hingga beberapa bulan setelahnya.

Presiden ke-6, Soesilo Bambang Yudhoyono bahkan menetapkan 3 hari berkabung sebagai bentuk simpati negara dan bangsa Indonesia pada bencana yang melanda.

Saat tsunami, Nazariah berusia 23 tahun. Pagi itu ia merasakan gempa mengguncang rumahnya dan mendengar seruan orang jika air laut naik ke darat.

Sambil menggendong anaknya yang berusia 3 tahun, ia dan ibunya berlari menyelamatkan diri.

Setelah 200 meter berlari, gelombang setinggi rumah mengejar dan menyapu kakinya hingga ia terjatuh.

Ia berhasil menyelamatkan diri dan anaknya yang ada dalam gendongan. Namun tidak sang ibu.

Nazariah hanya bisa melihat ibunya terseret air beberapa meter di belakangnya dan menghilang di dalam air.

Nazariah merupakan satu dari ratusan ribu korban gempa bumi dan tsunami Aceh 2004.

Tercatat, sekitar 170.000 orang meninggal dunia dan puluhan ribu bangunan hancur setelah terhempas gelombang tsunami.

Hal yang sama juga dialami Maisara (48). Ia bercerita saat tsunami terjadi, ia terjebak dalam air laut berwarna hitam menggulung.

Maisara selamat tapi tidak suaminya, Muharam dan tiga anak perempuannya.

Setiap tanggal 26 Desember, ia selalu berziarah ke makam massal di kawasan Blang Kureng, Aceh Besar.

“Mana mungkin bisa lupa, sebagai orang Aceh, kejadian itu tak mungkin terhapus dari ingatan,” ujar Maisara, Kamis (26/12/2019).

"Mungkin sampai saya menghembuskan napas terakhir nanti tidak akan lupa," ujar Maisara.

"Kini saya menjalani hidup seiring takdir Tuhan saja. Ajaran agama mengajarkan kalau kita harus semangat dan ikhlas, kini saya menjalani aktivitas dengan keluarga yang baru bersama suami. Saya ikhlas, tapi saya tidak pernah lupa,” ucap Maisara yang menikah lagi dengan pria yang bernama Samsuir.

Saat tsunami terjadi, pemerintah menaksir kerugian akibat bencana tersebut mencapai puluhan triliun.

Hal itu lantaran porak-porandanya ratusan ribu rumah serta fasilitas umum dan sosial masyarakat.

Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah akhirnya melakukan pinjaman ke Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia (ADB).

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Raja Umar, Tri Purna Jaya, Luthfia Ayu Azanella, Ahmad Naufal Dzulfaroh, Daspriani Y Zamzami, Dani Prabowo | Editor : Farid Assifa, Abba Gabrilin, Rizal Setyo Nugroho, Inggried Dwi Wedhaswary, David Oliver Purba, Bayu Galih)

https://regional.kompas.com/read/2021/03/21/063600578/cerita-asep-kilas-balik-gempa-dan-tsunami-aceh-2004-ratusan-ribu-jiwa-jadi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke