Salin Artikel

Cerita Pasien Covid-19 Pertama di Balikpapan, Tes Antibodi Selalu Reaktif, Rutin Donor Plasma Konvalesen

SAMARINDA, KOMPAS.com - Pernah dengar nama Muhammad Wahib Herlambang?

Pasien pertama positif Covid-19 di Kota Balikpapan yang viral karena videonya, pertengahan Maret 2020, awal Covid-19 di Kalimantan Timur, 

Wahib terpapar setelah kontak erat dengan rekannya di Samarinda yang dinyatakan positif sehari sebelum dirinya.

Rekan Wahib di Samarinda diumumkan langsung Gubernur Kaltim, Rabu (18/3/2020) malam.

Besoknya Wahib dinyatakan positif pertama di Balikpapan. Wahib bersama rekannya diberi kode pasien 02 dan 01.

Keduanya terpapar setelah mengikuti acara seminar di Bogor, Jawa Barat, sebulan sebelum positif.

Kembali ke video, kala menjalani isolasi di RSUD Kanujoso Djatiwibowo, Balikpapan, Wahib sharing pengalaman lewat video yang ia rekam sendiri dalam kamar isolasi.

Bapak dari enam anak ini, dalam video secara terang mengungkap identitasnya.

Saat itu petugas merahasiakan identitas pasien Covid-19 guna menghindari perlakuan diskriminasi atau bullying.

Belakangan perlakuan itu ia terima bersama keluarganya setelah videonya tersebar luas.

Rumahnya direkam lalu disebar ke media sosial hingga mendapat komentar miring dan bullying. Namun Wahib berhasil melewati situasi itu hingga satu tahun berjalan.

Lalu apa dampak kesehatan dan perubahan perilaku sosial setelah satu tahun sembuh, berikut penuturan Wahib kepada Kompas.com, Rabu (3/3/2021).


Mengaku rapid tes antibodi selalu reaktif

Tak butuh waktu lama bagi Wahib sembuh dari Covid-19. Ia menjalani isolasi hanya 20 hari. Setelah itu dinyatakan pulang ke rumah.

Wahib kemudian menjalani usahanya jualan roti. Selama menjalani rutinitasnya, ia mengaku sehat saja, hanya kadang terserang flu tapi setelah itu sembuh dan normal.

Namun, kendalanya ketika berpergian ke luar kota, ia harus menjalani swab PCR agar hasil negatif.

"Karena saya rapid test antibodi hasil selalu reaktif," ungkap Wahib kepada Kompas.com melalui sambungan seluler.

Sejak awal sembuh, Wahib berkali-kali mencoba rapid tes antibodi saat ingin melakukan perjalanan.

Selain karena hasil cepat didapat, ongkos tes juga lumayan ekonomis ketimbang swab PCR.

"Sudah lima kali rapid tes selalu reaktif terpaksa swab PCR baru negatif," terang dia.

Wahib sempat beberapa kali konsultasi ke dokter perihal ini. Dokter menyebut reaktif antibodi Wahib ada kaitannya kasus Covid-19 yang ia alami sebelumnya.

"Bilang dokter tidak apa-apa Pak. Memang antibodi Bapak masih terbaca," ungkap Wahib mengutip dokter.

Epidemiolog dari Universitas Airlangga, Windhu Purnomo mengatakan, rapid test mendeteksi dua antibodi dalam darah.

Kandungan Imunoglobulin M (IgM) sebagai penanda terjadinya infeksi dan Imunoglobulin G (IgG) penanda terjadinya proses penyembuhan atas suatu infeksi pada tubuh seseorang.

Kedua antibodi ini muncul pada orang yang terpapar Covid-19. IgM akan muncul terlebih dulu pada hari ke-7 hingga 10.  Sementara IgG akan menguat di hari ke 10-14. Antibodi ini akan menguat, melemah, kemudian hilang.

"Ketika dia (IgM) ada di puncak, akan muncul IgG. Kalau IgG naik tinggi di hari 10-14, itu artinya dia dalam fase penyembuhan, virusnya sendiri sudah turun di hari 10-14 hingga akhirnya hilang," jelas Windhu saat dihubung Kompas.com di Jakarta, Sabtu (5/12/2020).

Meski telah sembuh, lanjut Windhu, keberadaan IgM, IgG atau salah satu dari antibodi itu masih ada dalam tubuh.

Sehingga, ketika rapid tes antibodi masih terdeteksi dalam darah sehingga menunjukkan hasil reaktif.

"Bagi (mantan pengidap Covid-19) penggunaan rapid test akan merugikan orang itu, karena dia pasti reaktif. Datang (tes cepat) lagi, masih reaktif lagi," sebut Windhu.

Karena itu, ia menyarankan untuk melakukan tes PCR, karena dengan metode ini hasil yang keluar akurat dan tidak merugikan.

Wahib menyebut hanya tes antibodi yang reaktif. Tes antigen dan swab selalu negatif.

Terpenting bagi Wahib, disiplin protokol kesehatan tetap jadi hal utama guna menghindari terjangkit kembali.

"Saya paling ketat protokol kesehatan. Masker itu wajib ketika di luar rumah," tegas dia.


Rutin donor plasma konvalesen

Setelah sembuh Covid-19, Wahib sering dimintai donor plasma konvalesen oleh tim dokter ke pasien Covid-19 yang kritis.

Ia mengaku sering komunikasi dengan tim kesehatan dari Dinas Kesehatan Balikpapan juga dokter yang menangani pasien Covid-19 di RSUD Kanujoso Djatiwibowo.


"Kadang mereka (medis) kontak minta bantuan donor plasma. Saya sendiri sudah empat kali donor plasma. Maret ini direncanakan donor lagi," ungkap dia.

Selain jadi donor plasma, Wahib juga jadi penghubung antara tim medis dengan beberapa pasien Covid-19 sembuh yang ia kenal jika ada keperluan plasma darah konvalesen.

"Begitu dapat permintaan dari dokter. Saya kontak mereka, pasien sembuh yang seangkatan dengan saya, minta bantu donorkan plasma karena ada pasien kritis," tuturnya.

Bagi yang bersedia donor plasma, selanjutnya mengikuti sejumlah tes dari darah dan lainnya, jika memenuhi syarat baru jadi pendonor.

"Tapi ada juga rekan kita yang enggak mau donor, karena mereka trauma waktu jalani isolasi," lanjutnya.

Selain tim medis, Wahib juga mengaku dapat permintaan dari rekan, keluarga hingga warga yang terhubung dengannya jika ada keperluan plasma.

"HP (ponsel) kadang dapat panggil dari rekan menceritakan ada keluarga kritis. Kita carikan pendonor," beber dia.

Tak hanya itu, Wahib juga sering diundang dalam forum-forum diskusi Covid-19 sebagai penyintas.

Rutinitas baru yang ia jalani, bagi Wahid dengan sendirinya terbangun persaudaraan antar pasien sembuh Covid-19 yang ia bahasakan sebagai alumni Covid-19.

"Jadi semacam alumni Covid-19 membantu pasien yang sedang berjuang melawan Covid-19," tutur Wahib.

Satu tahun berjalan, Wahib bersama rekan sesama pasien yang sembuh Covid-19 terus saling mengingatkan penting protokol kesehatan. Hal itu dia bersama alumni Covid-19 lain tak terjangkit dua kali.

https://regional.kompas.com/read/2021/03/03/182018078/cerita-pasien-covid-19-pertama-di-balikpapan-tes-antibodi-selalu-reaktif

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke